“Jika kita telisik lebih lanjut, berbagai program pemberdayaan ekonomi perempuan dengan Puspaga ini tampak saling berseberangan, padahal keduanya berasal dari pemerintah. Beginilah ketika sistem buatan manusia menjadi sandaran yang berakibat pada tidak sejalannya aturan yang satu dengan lainnya.”
Oleh. Nining Sarimanah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan berita yang memilukan hati. Seorang ayah dengan tega menganiaya kedua buah hatinya hingga menyebabkan salah satu anaknya meninggal dunia. Sementara, anak lelakinya mengalami luka-luka berat. Sungguh di luar nalar! Kejadian tersebut menjadi alarm bagi pemerintah Indonesia bahwa pengasuhan anak yang layak masih menjadi PR besar yang harus segera dituntaskan. Oleh karena itu, pada 2024 pemerintah menargetkan persentase anak usia dini yang pernah memperoleh pengasuhan tak layak turun menjadi 3,47%.
Dua bocah menjadi korban kekejian ayahnya yang berinisial A (37) menyebabkan salah satu korban berinisial AH (10) meninggal dunia. Sementara kakaknya berinisial AM (12) selamat dalam kondisi babak belur. Aksi tersebut dilakukan di rumah kontrakan pelaku di Jalan Pesantren, Kota Cimahi, pada 6 Februari 2023. (kumparannews.com, 8/2/2023)
Kejadian yang lebih mengerikan dan menghebohkan terjadi di Kabupaten Madiun. Seorang ibu berinisial lS (36) tega membunuh bayi yang baru dilahirkannya dengan cara dibakar di atas tungku di rumahnya sendiri pada Senin (6/2). Pelaku melakukan tindakan sadis tersebut karena dituduh oleh suaminya mengandung bayi hasil perselingkuhan. (Tribunnews.com, 16/2/2023)
Dua kejadian tersebut, jelaslah bahwa kondisi anak-anak Indonesia sedang dalam ancaman sekalipun dari orang terdekat, ayah dan ibunya. Hal itu menegaskan sesungguhnya di negeri ini ada masalah dalam proses pengasuhan pada anak.
Akar Masalah
Sudah diketahui secara umum bahwa seorang ibu adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap pengasuhan anak. Ia merupakan sekolah pertama dan utama bagi putra-putrinya sekaligus tempat bergantung dan berlindung bagi mereka. Namun, sungguh miris masih ada ibu yang tega menyiksa bahkan sampai membunuh anaknya. Kejadian tersebut bisa jadi karena tidak semua ibu memahami dengan benar bagaimana Islam mengatur pengasuhan anak, sehingga menyerahkan pengasuhan anaknya ke pihak lain.
Sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan di negeri ini, tak dimungkiri menjadi penyebab kehidupan makin sulit melalui berbagai kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat. Kondisi inilah yang pada akhirnya mendorong para ibu membantu suaminya mencari nafkah, bahkan harus bekerja dengan meninggalkan buah hatinya. Kedua orang tuanya pun mudah mengalami stres, sehingga anak-anak menjadi pelampiasan jika ada permasalahan dalam keluarga. Tentu saja, tindakan itu tidak bisa dibenarkan.
Lebih dari itu, adanya beberapa program pemerintah justru makin menjauhkan peran ibu untuk me-ri’ayah anak-anaknya. Misalnya, program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) maupun program serupa yang menginginkan kemandirian perempuan dalam sisi ekonomi.
Puspaga Menjadi Solusi?
Berbagai upaya pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini telah dilakukan. Misalnya KPPA, lembaga ini mengimbau pada seluruh orang tua untuk memberikan pengasuhan terbaik bagi anak. Agar generasi tangguh mampu diwujudkan di masa depan, mengawasi dan menjaga anak-anaknya, serta memastikan mereka terus tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, mental, dan spiritual dalam keluarga yang penuh cinta kasih dan harmonis. Dengan demikian, anak-anak memiliki resiliensi tangguh, kreatif, dan adaptif untuk melahirkan generasi emas berkualitas, sehingga ketahanan negara pun makin kuat.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian PPPA membentuk Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) untuk mengurangi buruknya pengasuhan pada anak, berupa edukasi dan layanan konsultasi konseling pengasuhan ke keluarga yang dilakukan oleh psikolog dan konselor. Pemerintah berharap dengan adanya Puspaga dapat mencegah anak dari pengasuhan yang tak layak. Pertanyaannya, mampukah program Puspaga ini mengurai dan mengatasi permasalahan yang menimpa anak negeri saat ini?
Jika kita telisik lebih lanjut, berbagai program pemberdayaan ekonomi perempuan dengan program Puspaga ini tampak saling berseberangan, padahal keduanya berasal dari pemerintah. Beginilah ketika sistem buatan manusia menjadi sandaran yang berakibat pada tidak sejalannya aturan yang satu dengan lainnya. Makin nyata pemerintah telah abai dari tanggung jawabnya sebagai pengurus seluruh urusan rakyat. Lalu, bagaimana konsep Islam dalam mengatasi permasalahan pada anak?
Tanggung Jawab Siapa?
Islam adalah agama sekaligus sebagai sistem kehidupan yang paripurna. Islam memberikan gambaran bahwa tanggung jawab yang demikian sesuai wewenangnya pada kaum muslimin, baik sebagai individu, keluarga, dan masyarakat. Terlebih, negara memiliki peran besar untuk melindungi rakyatnya, termasuk anak-anak.
Dalam keluarga, ayah adalah pihak yang bertanggung jawab menafkahi istri dan anak-anaknya, melindungi dan menjaga mereka dari berbagai ancaman. Sementara, ibu berkewajiban merawat dan mengasuh anak-anak, sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan normal dan baik. Jika ayah dan ibu memahami tentang tanggung jawabnya dalam keluarga, tentu tidak akan terjadi penyiksaan oleh orang terdekatnya, baik oleh ayah atau ibunya. Di sinilah, pentingnya pemahaman Islam yang benar yang harus dimiliki oleh setiap individu, agar dapat melaksanakannya dalam kehidupan.
Dalam masyarakat, setiap anggota masyarakat berkewajiban beramar makruf nahi mungkar serta saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan pada siapa pun. Saling membantu dan menjaga rasa keamanan di lingkungan bermasyarakat. Karena Islam sangat peduli pada kesehatan masyarakat.
Sementara negara, ia adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyatnya, baik persoalan masyarakat hingga individu per individunya. Dalam Islam, semua tanggung jawab negara ada di pundak khalifah sebagai pemimpin kaum muslimin dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas amanah kepemimpinannya itu di akhirat kelak. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Bukhari, Rasulullah saw. bersabda, "Imam adalah raa'in atau penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya."
Islam memandang bahwa negaralah yang dapat melindungi dan mengatasi permasalahan kekerasan pada anak secara sempurna. Karena, ia pelaksana utama dalam penerapan syariat Islam kaffah dan memiliki wewenang untuk memberikan sanksi yang adil dan tegas bagi siapa saja yang mengancam keselamatan anak. Bahkan, negara akan terjun langsung dengan memaksa ayah untuk mengeluarkan hartanya agar tercukupi kebutuhan anaknya.
Dari pejelasan di atas menunjukkan bahwa program Puspaga tidaklah cukup untuk mengatasi berbagai persoalan yang menimpa anak. Untuk mengatasi persoalan di atas, haruslah melibatkan seluruh komponen umat, baik ketakwaan individu, keluarga, kontrol masyarakat, serta pengayoman negara. Sehingga, peran ibu dan semua pihak yang bertanggung jawab terhadap keselamatan anak mampu berjalan dengan baik.
Pandangan Islam
Pengasuhan anak merupakan kewajiban bagi seorang ibu sekaligus hak bagi kerabatnya hingga ia mumayyiz. Ini karena penelantaran anak akan berakibat kebinasaan. Ketika seorang ibu ada uzur syar'iy, misalnya mengalami cacat yang menghalangi baginya untuk melaksanakan kewajiban tersebut atau sakit parah, maka yang wajib untuk menggantikannya adalah kerabat terdekat dari jalur ibu yang merupakan ketetapan Allah.
Di sisi lain, syarak telah memberikan aturan sedemikian sempurnanya agar tujuan keluarga mampu berjalan dengan baik. Diawali sebelum pernikahan, syarak telah memberikan arahan untuk memilih pasangan yang penyayang, subur, dan memiliki pemahaman agama yang mumpuni. Setelah menikah, maka ada aturan khusus yang telah ditetapkan syarak pada kaum perempuan, yaitu melaksanakan tanggung jawab sebagai ibu juga pengelola rumah suaminya. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah kaidah, “Al-ashlu fil mar’ati annahaa ummun wa rabbatul bayti. Wa hiya ‘irdhun an yushana” (hukum asal seorang perempuan adalah ibu dan pengatur rumah suaminya. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga).
Hal ini menjelaskan bahwa peran ibu sangatlah penting dalam sebuah keluarga. Ia adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya. Karena seorang ibu bertanggung jawab atas pengasuhan, pemeliharaan, dan pendidikan. Semua tugas tersebut mampu diwujudkan jika seorang ibu memiliki naluri penyayang. Jika naluri tersebut tidak dimilikinya, terbayang oleh kita bagaimana kualitas generasi yang dihasilkannya?
Inilah gambaran Islam dalam mengurai dan mengatasi persoalan yang menimpa anak. Tanggung jawab penting yang diberikan Islam kepada seorang ibu merupakan aktivitas mulia yang akan dibalas oleh Allah dengan pahala besar. Jika seorang ibu menderita dan mendapat ujian karena mengurus anak-anaknya, serta berbuat baik pada mereka, maka anak-anaknya akan menjadi penghalang siksa neraka baginya.
Khatimah
Dengan demikian, hanya Islam yang mampu mewujudkan peran utama kaum perempuan sebagai ibu dan pengatur urusan rumah tangga. Peran penting ini akan melahirkan generasi berkualitas yang merupakan aset penting bangsa. Aturan Islam yang komprehensif ini, mampu mencegah terjadinya segala bentuk ancaman yang akan menimpa anak-anak dengan kebijakan yang ditetapkan khalifah juga melibatkan komponen umat, baik individu, keluarga, dan masyarakat. Berbeda dengan sistem sekuler kapitalisme yang diterapkan negara saat ini, sudah nyata tidak mampu mengatasi persoalan yang menimpa anak-anak, meskipun negara telah berupaya untuk mencegahnya dengan berbagai program Puspaga.
Wallahu 'alam bish shawwab[]