Ajak Investor Asing Sama dengan Mengundang Penjajah?

”Hakikatnya, eksploitasi besar-besaran SDA dalam ideologi kapitalisme tidak hanya merusak Indonesia, namun juga menimbulkan berbagai masalah di planet ini. Terbukti, prinsip kapitalisme tersebut dapat menyebabkan resource depletion, menghabiskan SDA energi, namun menyisihkan sedikit sekali untuk generasi masa depan.”

Oleh. Muthiah Al Fath
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Presiden Jokowi dikabarkan akan memberikan konsesi nikel pada Tesla jika mau berinvestasi di Indonesia. Keputusan ini didukung oleh Direktur Minerba Kementerian ESDM, M. Idris Sihite, dengan alasan bahwa berinvestasi dengan perusahaan Elon Musk dapat mengangkat reputasi Indonesia. Bekerja sama dengan perusahaan besar Amerika yang memiliki reputasi bagus, akan menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat baik dan kondusif untuk para investor.

Pemerintah memang telah beberapa kali merayu Tesla untuk berinvestasi di sektor manufaktur baterai dan mobil listrik sejak tahun 2020. Demi memuluskan rencananya, pemerintah akan memberikan insentif berupa keringanan pajak dalam konsesi tambang nikel nantinya. (detikfinance.com, 2/2/2023)

Dalam sistem kapitalisme, sektor investasi asing menjadi satu-satunya harapan negara berkembang demi mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, benarkah langkah tersebut akan membawa kesejahteraan atau malah sebaliknya?

Ironi Industri Nikel Nasional

Dilansir dari tempo.co (19/01/2023), Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar pertama di dunia dengan cadangan sebesar 21 juta MT. Bahkan Indonesia mampu memproduksi satu juta MT pada tahun 2021 lalu. Sebagai negara produsen nikel terbesar dunia, bukankah seharusnya Indonesia memperoleh pendapatan tertinggi juga? Namun, kenyataannya tidak demikian.

Dari proses penambangannya saja, Indonesia sudah dirugikan triliunan rupiah, mulai dari proses smelting, tarif pajak, kebijakan tenaga kerja, dan lain-lain. Kerugian ini bukan halusinasi. Memberi wewenang kepada investor asing untuk mengelola SDA memang hanya menimbulkan nestapa. Faktanya, produksi besar-besaran yang terjadi tidak berbanding lurus dengan pemasukan APBN. Sebaliknya, hasil pengelolaannya akan diekspor di negara asal para investor, sedangkan negeri ini hanya mendapat percikannya saja.

Terkait hal ini, Ekonom senior Faisal Basri, mengungkapkan bahwa lima tahun terakhir (2014-2019), kebocoran ekspor bijih nikel ke Cina menyebabkan negara mengalami kerugian sebesar ratusan triliun. Faisal menyebutkan, meskipun Indonesia telah melarang ekspor bijih nikel pada 2020, namun berdasarkan data General Customs Administration of China (GCAC) mencatat bahwa negaranya masih mengimpor bijih nikel dari Indonesia sebanyak 3,4 juta ton dengan nilai sebesar US$193,6 juta (Rp2,8 triliun). (cnnindonesia.com, 13/10/2021)

Kebocoran ekspor nikel ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan abainya negara dalam melacak potensi kecurangan dengan tidak menghitung total produksi smelter nikel yang ada. Jika negeri ini mengalami kerugian besar, maka para konglomerat dan investor asinglah yang mengalami untung besar dari kerja sama kontrak ini. Itu baru kerugian pada ekspor, belum lagi dari segi kerusakan lingkungan, seperti pencemaran air dan udara akibat limbah tambang, seperti yang dialami warga Morowali, Weda, Halmahera Tengah, dan Maluku Utara.

Bak durian runtuh telah berinvestasi di Indonesia, dalam pengelolaannya, Cina menggunakan teknologi murah yang tidak ramah lingkungan untuk mendapatkan bijih nikel terbaik dengan jumlah banyak. Ditambah lagi, Cina mendapat keringanan bea masuk dan pajak.

Berdasarkan fakta di atas, ajakan Presiden Jokowi kepada Elon Musk untuk berinvestasi dalam pengelolaan nikel menunjukkan bahwa pemerintah tidak pernah belajar dari praktik pengelolaan nikel oleh Cina selama ini. Di mana dalam proses pembangunan pabrik, semua alat, perlengkapan, dan kebanyakan tenaga kerja berasal dari negaranya. Setelah mengeruk dengan harga murah, malah kebanyakan hasilnya justru diekspor ke negara mereka. Alhasil, untung yang didapat Indonesia hanya sedikit, namun kerugian yang dialami jauh lebih besar, dan ini berimbas pada generasi penerus bangsa ini.

Liberalisasi SDA Menyebabkan Resource Depletion

Mengizinkan investor asing jelas merugikan negara secara ekonomi dan menggadaikan ketahanan lingkungan. Sebab kebijakan eksploitasi tambang nikel oleh asing tidak memperhatikan prinsip-prinsip manajemen sumber daya berkelanjutan. Investor asing datang menguras SDA kita secara brutal dan sarat moral hazard, hanya demi meraih keuntungan dan memperkaya negaranya saja.

Dengan dalih penanaman modal, pihak asing dan swasta bisa leluasa mengeruk kekayaan alam hingga pada kebijakan distribusi dan penentuan harganya. Akibatnya, peran negara tidak lebih hanya sebagai penjual dan rakyat sebagai pembeli. Rezim telah berganti rezim, meskipun UU telah dipermak sedemikian rupa, namun sistemnya masih sistem yang sama. Itulah hakikat sistem demokrasi, kebijakan dibuat bukan untuk kepentingan rakyat namun untuk kepentingan korporasi. Penguasaan asing atas SDA energi selalu mendapat pembenaran, legalitas, dan berbagai perlindungan hukum dengan UU bernafas liberal.

Hakikatnya, eksploitasi besar-besaran SDA dalam ideologi kapitalisme tidak hanya merusak Indonesia, namun juga menimbulkan berbagai masalah di planet ini. Terbukti, prinsip kapitalisme tersebut dapat menyebabkan resource depletion, menghabiskan SDA energi, namun menyisihkan sedikit sekali untuk generasi masa depan. Resource depletion sendiri merupakan imbas dari borosnya konsumsi energi peradaban ideologi sekularisme yang diusung Barat. Ironisnya, eksploitasi SDA secara besar-besaran tersebut tidak membawa dampak pada kesejahteraan umat manusia. Sebaliknya, liberalisasi pengelolaan SDA energi berdasarkan prinsip ekonomi kapitalisme makin memperparah laju climate change.

Investasi Asing dalam Islam

Kita menyadari bahwa kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan terjadi akibat SDA tidak dikelola berdasarkan aturan dari Sang Pencipta. SDA begitu krusial dalam menunjang kehidupan, sehingga kesalahan dalam pengelolaan dan kekurangan pasokannya akan menghambat perkembangan peradaban manusia.

Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara; air, api, dan padang gembala.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Dalam pemerintahan Islam, kedaulatan dan ketahanan energi merupakan kewajiban negara. Karenanya, penguasaan asing dan swasta terhadap SDA energi adalah sebuah bentuk abainya negara terhadap syariat. Oleh karena itu, SDA energi harus dikelola secara komprehensif dan mandiri oleh negara, serta hasilnya akan dikembalikan untuk kepentingan rakyat dalam bentuk siap pakai.

Tidak bisa dimungkiri, bergantung pada asing dalam pengelolaan SDA energi akan menjadikan pemerintahan mudah untuk dikendalikan asing. Jelas hal ini terlarang dalam Islam, Allah Swt. berfirman, “…Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang beriman.” (QS. An-Nisa’: 141)

Prinsip pengelolaan SDA energi dalam Islam harus dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat menjaga kedaulatan dan ketahanan energi, serta berkelanjutan. Untuk itu, pengelolaan SDA energi harus dilakukan secara optimal dan negara harus menghilangkan berbagai aspek kapitalistik yang telah menjadikan harga produk final menjadi mahal dengan menghapus riba,_ flat money,_ dan pinjaman luar negeri.

Khatimah

Jika ingin memajukan ekonomi, pemerintah seharusnya mengelola SDA termasuk nikel secara mandiri. Memberi investor asing dan swasta untuk mengelola SDA hanya akan mengukuhkan penjajahan ekonomi di negeri ini. Daripada mengundang investor asing, lebih baik negara menerapkan kebijakan penambangan dengan prinsip berdaulat, bermartabat, dan prorakyat. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan sistem pemerintahan yang tidak dapat diintervensi oleh segelintir orang, apalagi pihak asing.

Misalnya, dengan menerapkan sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah. Karena hukum-hukumnya tidak dapat diintervensi asing, bahkan seorang Khalifah sekalipun. SDA energi yang jumlahnya melimpah wajib dikelola mandiri oleh negara, dan tidak ada seorang pun yang dapat menentang atau mengubahnya. Sebab khalifah adalah manusia yang wajib tunduk kepada aturan Allah Swt., dan aturan dari Sang Pencipta pasti baik, sempurna, dan adil bagi seluruh umat. Wallahu a’lam bishawwab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Muthiah Al Fath Salah satu Penulis Tim Inti NarasiPost.Com. Pemenang Challenge NP dengan reward Laptop 256 GB, penulis solo Meraki Literasi dan puluhan buku antologi NarasiPost.Com
Previous
Sinyal SOS Dokter, Bagaimana Nasib Dunia Kesehatan?
Next
Tugas Mulia Ulama: Menjaga Warisan Nabi SAW
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram