UU IKN : Wujud Penjajahan Berkedok Pindah Ibu Kota

"Intervensi pihak asing atas nama investasi terbuka lebar dalam proyek IKN. Kedaulatan negara semakin penuh tanda tanya. Kebijakan yang hadir pun akhirnya tidak terlepas dari pesanan para pemilik modal. Begitu jelas perselingkuhan jahat antara penguasa dengan pengusaha."

Oleh. Nur Azizah
(Aktivis Muslimah Balikpapan)

NarasIPost.Com-Pembahasan RUU IKN tampaknya telah memasuki titik final, pasalnya ketok palu secepat kilat telah berbunyi pertanda sah RUU ini. Keberadaan RUU dinilai penting agar proyek yang nantinya akan berlangsung memiliki payung hukum, sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum sehingga tidak lengkap rasanya jika pemindahan ibu kota tidak dibarengi dengan adanya kepastian hukum berupa UU.
Adapun pengesahan RUU IKN memang terkesan terburu-buru dan begitu memaksa padahal tidak sedikit masyarakat yang menolak bahkan dalam proses pengesahannya bisa didapati bahwa sekadar intrupsi saja tidak mendapat restu. Adanya RUU IKN tidak lain hanyalah sebagai bentuk legitimasi sekalipun dikatakan proses pengesahannya berjalan transparan, terbuka dan memberikan ruang untuk dikritisi tapi nyatanya tidaklah demikian. Apakah RUU IKN akan bernasib sama seperti UU KPK dan Omnibus law yang berdiri di atas dasar inkonstitusional yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat?

Sedari awal, wacana pemindahan ibu kota telah menuai pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat, baik dari para tokoh, politisi, hingga akademisi. Mereka mempertanyakan apa sisi urgensitas dari pemindahan IKN ini, apalagi pemindahan ibu kota negara awalnya dicanangkan di saat tinggi-tingginya kasus pandemi, dan sekarang pun perekonomian masih lesu imbas adanya Covid-19.

Selain itu, utang negara yang semakin-hari semakin meroket, juga dampak lingkungan yang nantinya akan terjadi menambah deret panjang kebingungan masyarakat akan kebutuhan pemindahan IKN. Akan tetapi meski mengalami kontroversi, pemerintah tetap optimis memindahkan ibu kota negara. Akhirnya tidak heran jikalau segenap pertanyaan bergejolak di benak masyarakat, untuk apa dan siapakah sebenarnya proyek pemindahan ibu kota negara ini berlangsung?

Jika ditakar dari sisi dana, pemindahan ibu kota negara (IKN) ke Kalimantan Timur membutuhkan anggaran sekitar Rp466 Triliun. Angka yang sangat bombastis untuk dianggarkan di tengah lilitan utang negara yang menganga. Disinyalir bahwa hanya 19% saja yang akan menggunakan APBN dan kurang lebih sekitar 80% nya diperoleh dari KPPU atau kerja sama dengan badan usaha dan swasta. Pemerintah memanglah terbuka dengan siapa pun yang ingin berinvestasi, bahkan hingga saat ini tidak sedikit investor yang tertarik membangun IKN Nusantara di antaranya berasal dari Asia, Eropa hingga Amerika. (detikfinance, 27/01/2022)

Bukan hanya gedung pemerintahan saja yang nantinya akan dibangun, hal-hal penunjang lainnya seperti permukiman, sarana dan prasarana lainnya pasti akan turut membersamai. Proyek besar-besaran pun dimulai di pulau Kalimantan yang terkenal dengan kehijauannya. Mustahil untuk tidak melihat bahwa ada kepentingan terselubung di balik megaproyek IKN dalam sistem kapitalisme. Aroma bagi-bagi proyek dan bagi-bagi hasil tercium kuat.

Walau dikatakan pemindahan ibu kota adalah sebagai bentuk pemerataan pembangunan atau bahkan menilai dari sisi wilayah yang dirasa cocok, mengingat minimnya kemungkinan bencana alam yang akan terjadi di pulau Kalimantan. Intervensi pihak asing atas nama investasi terbuka lebar dalam proyek IKN. Kedaulatan negara semakin penuh tanda tanya. Kebijakan yang hadir pun akhirnya tidak terlepas dari pesanan para pemilik modal. Begitu jelas perselingkuhan jahat antara penguasa dengan pengusaha.

Indonesia menganut sistem kapitalis demokrasi, tetapi tampaknya jargon andalan demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ternyata hanyalah pepesan kosong. Sebab mulai dari adanya pemindahan ibu kota sampai hadirnya RUU IKN banyak rakyat yang menolak namun semua ini tetap dijalankan. Memang benar dari rakyat, tetapi rakyat tertentu yang tidak lain dan tidak bukan adalah para oligarki dan para korporat. Bentuk penjajahan gaya baru lewat jalan investasi semakin menjerat negeri ini. Tentu akan sulit untuk berpikir benar bagi mereka yang memiliki kepentingan. Mereka hanya menilai dari asas manfaat tanpa memedulikan lagi kemashlahatan umat.

Lahirnya berbagai kebijakan atau UU yang rusak memang sejalan dengan tabiat asli sistem demokrasi. Sistem demokrasi lahir dari rahim sekularisme dan liberalisme yang begitu menuhankan akal dan kebebasan, mulai dari kebebasan memiliki, berperilaku, berakidah hingga berpendapat. Sehingga memikirkan tentang kemashlahatan, kesejahteraan, atau bahkan kebaikan umat rasanya jauh sekali dengan sistem ini. Tapi sayangnya, sistem yang rusak dan merusak ini tampaknya tidak begitu disadari oleh setiap masyarakat sehingga mereka masih merasa nyaman dan aman walau kondisi sedang tidak baik-baik saja. Mirisnya lagi, sekarang masyarakat Kaltim justru sedang disibukkan dengan isu sukuisme hingga terpalingkan dari esensi pentingnya pemindahan ibu kota.

Sebagai seorang muslim yang memiliki pandangan hidup yang benar dan jelas tentu akan merasa tidak nyaman terus-menerus terbelenggu dalam kezaliman. Ia pasti akan tergerak untuk memperbaiki keadaan, melakukan perubahan. Kesadaran masyarakat akan adanya kerusakan serta kepongahan atau keangkuhan dari para penguasa tidak begitu besar, kalaupun ada yang menyadari mereka tidak punya opsi lain selain menerima dengan hati lapang dan ikhlas atau menyajikan solusi lain berupa solusi parsial, maka ini menjadi PR besar bagi para pemuda muslim ideologis untuk kembali menyadarkan umat akan pentingnya penerapan Islam secara kaffah dan menghadirkannya sebagai satu-satunya jawaban atas berbagai macam persoalan. Adapun tentu saja semua itu akan bisa terwujud dalam bingkai khilafah Islam. Wallahualam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Nur Azizah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kontroversi Ceramah Isu KDRT, Bagaimana Pandangan Syariat?
Next
Pesawat CN235, Cengkeraman Asing dalam Dunia Industri
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram