"Dilema tingkat tinggi menerjang penduduk negeri. Betapa sial dan malang tinggal di negeri kaya, namun hidup bak anak terbuang yang terlunta-lunta. Kekayaan alam terpampang nyata hanya untuk para pemilik harta. Bahkan, intervensi dan eksploitasi negara Barat yang berideologi kapitalisme menancapkan taringnya di negeri ini. Walhasil, penduduk negeri semakin tak dapat berkutik. Kesejahteraan semakin menjauh dari kehidupan."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)
NarasiPost.Com-Amboi kaya nian negeri gemah ripah loh jinawi ini. Saking kayanya, disebut-sebut sebagai negeri agraris dan bahari. Belum lagi kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi Zamrud khatulistiwa menawarkan mewah dan banyaknya jumlah kekayaan untuk penduduk negeri. Sayang berjuta sayang, para penduduk negeri hanya bisa gigit jari.
Nasib TKW Malang dalam Sistem Kapitalisme
Di negeri kaya, nasib rakyat banyak yang terkatung-katung. Jiwa dan raga susah untuk bergantung. Kepada siapa mereka akan mengadu untung? Sementara pelayanan punggawa negeri tak bergerak sama sekali laksana patung. Bahkan, para punggawa itu diberi hati masih menuntut jantung.
Duhai, malang nian nasib dua TKW di Malaysia. Mereka seorang ibu dan putrinya yang mengadu nasib ke negeri jiran demi sedikit cuan yang didamba. Harapan tinggallah harapan saja, jauh asa dari realita. Ibu dan anak harus menelan kepahitan tiada tara. Mereka bekerja tak digaji dan mengalami kerja paksa. Betapa hidup mereka diliputi bongkahan derita.
Diberitakan bbc.com, Lasri dan anaknya, Nur Kholifah, yang berasal dari desa Bogorejo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, dibantu oleh seorang pekerja migran lain untuk keluar dari rumah majikan dan ditampung di KBRI, Malaysia. Mereka bekerja di Malaysia sejak November 2019 dan mengatakan belum digaji saat disuruh keluar. (3/2/2022)
Masih dari laman yang sama, Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Harmono, menyatakan bahwa apa yang terjadi pada ibu dan anaknya hanyalah puncak gunung dari kasus kerja paksa yang banyak menimpa para pekerja migran Indonesia di sektor rumah tangga. Sungguh pernyataan beliau membuat mata terbelalak. Bagaimana tidak, jika kasus ibu dan anak itu hanyalah puncak gunung, berarti kasus serupa teramat banyaknya.
Dilema tingkat tinggi menerjang penduduk negeri. Betapa sial dan malang tinggal di negeri kaya, namun hidup bak anak terbuang yang terlunta-lunta. Kekayaan alam terpampang nyata hanya untuk para pemilik harta. Bahkan, intervensi dan eksploitasi negara Barat yang berideologi kapitalisme menancapkan taringnya di negeri ini. Walhasil, penduduk negeri semakin tak dapat berkutik. Kesejahteraan semakin menjauh dari kehidupan.
Kemelaratan demi kemelaratan berserakan dalam tiap helaan napas rakyat. Lapangan kerja terbuka hanya untuk segelintir komunitas mereka, para korporat asing. Penduduk negeri hanya mencicipi remah-remah kekayaan dengan menjadi kuli kasar yang gajinya pas-pasan. Tragisnya, masih lebih banyak rakyat yang tak diciprati lapangan kerja di negeri kaya ini. Berbondong-bondonglah mereka mengadu nasib ke negeri tetangga, termasuk para wanita juga berlomba-lomba mencari sedikit kemapanan untuk memperbaiki taraf hidup.
Secuil fakta ini menelanjangi kebobrokan sistem kapitalisme yang diterapkan di dunia ini, termasuk di negeri muslim, Indonesia dan Malaysia. Maksud hati hendak mengadu nasib agar lebih baik, apalah daya dua TKW ini mendapat perlakuan jauh dari kata manusiawi, bahkan upahnya saja ditahan oleh sang majikan.
Walau mereka bisa kabur, namun bukan tidak mungkin kasus serupa masih bergentayangan di alam kapitalisme ini. Apalagi pernyataan Harmono mengenai puncak gunung, tentu masih banyak potret keserakahan pemilik harta dan modal dalam mengeksploitasi tenaga kerja tanpa perlu repot mengeluarkan banyak uang untuk gaji. Perlakuan mereka juga bebas semena-mena tanpa memikirkan rasa kemanusiaan demi meraih keuntungan besar. Maka, kemalangan menimpa buruh migran itu. Sungguh, TKW-ku sayang, TKW-ku malang.
Islam Menjamin Kesejahteraan Rakyat
Islam adalah agama yang sempurna. Ideologi kehidupan yang berasal dari Dzat Pencipta dan Pengatur manusia, kehidupan, dan alam semesta. Tata aturan yang bersumber dari wahyu Ilahi sangat memanusiakan dan menyejahterakan manusia. Islam mengatur hubungan suami istri sedemikian apiknya. Di mana kewajiban mencari nafkah ada di pundak suami, sementara istri menempati posisi utama sebagai ummun warobbatul bait.
Apabila seorang perempuan ditinggal mati suaminya, sementara tidak ada wali yang bisa menafkahinya, maka negara yang akan menjamin segala kebutuhan hidupnya. Dia tak perlu mengadu nasib ke negeri tetangga. Kesejahteraan akan dijamin negara untuk seluruh rakyat, terlebih untuk perempuan yang tak ada seorang pun bisa menanggung nafkahnya.
Islam tak akan membiarkan negara kafir mencengkeram kedaulatan negara atas nama perjanjian pengelolaan sumber daya alam ataupun utang. Negara akan mengelola secara mandiri seluruh sumber daya alam yang termasuk harta kepemilikan umum. Kemudian hasilnya akan didistribusikan sepenuhnya hanya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
Negara juga menjamin lapangan pekerjaan bagi para lelaki agar tidak menganggur dan mampu menafkahi siapa pun yang menjadi tanggungannya. Bagi laki-laki yang menganggur akan ditelusuri apa kemampuannya, lalu dia akan dilatih dan dibina. Kemudian ia akan diberi modal untuk memulai usahanya.
Adapun kepada kaum wanita, kemubahan mereka bekerja juga akan dijaga oleh negara. Sebab, Islam membolehkan wanita bekerja asal tidak melanggar ketentuan syariat seperti pekerjaannya adalah pekerjaan yang diperbolehkan oleh Islam, menutup aurat secara sempurna, tidak berinteraksi dengan laki-laki asing secara bebas tanpa udzur syar'i, tidak safar tanpa mahram lebih dari 24 jam dalam sekali jalan, dan lain-lain.
Selain itu, penjagaan suasana keimanan juga dilakukan negara agar tiap individu rakyat tak melakukan maksiat, termasuk bermaksiat dalam urusan ekonomi keluarga. Islam akan memastikan tiap individu tak ada kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga, kehidupan rakyat terjamin kesejahteraannya dengan sistem Islam.
Rasulullah saw. pernah membeli kapak seorang sahabat, lalu beliau mengembalikan kapak itu agar ia mencari kayu dan dijual ke pasar sebagai mata pencahariannya. Umar bin Khattab saat jadi khalifah juga selalu patroli ke seluruh negeri demi menyaksikan sendiri apakah ada takyat yang masih tidak terpenuhi kebutuhannya. Demikianlah potret kehidupan Islam saat diterapkan dalam sebuah institusi negara. Kesejahteraan akan terjamin dengan sempurna.[]