Penyegelan Apollo Bar and Lounge, Mampukah Memberikan Efek Jera?

"Penyegelan Apollo Bar and Lounge di Jalan Mega Kuningan Barat IX, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan, menunjukan bahwa warga masyarakat di sekitar tempat tersebut masih menginginkan kehidupan yang sehat, bersih, jauh dari kemaksiatan. Menginginkan lingkungan yang baik berarti menunjukan masyarakatnya masih peduli dan sadar, serta masih bisa menilai mana hal baik dan mana hal buruk."

Oleh. Ummu Nazry Najmi Nafiz
(Pemerhati Generasi dan Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Polisi menyegel Apollo Bar and Lounge di Jalan Mega Kuningan Barat IX, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan, karena kedapatan melanggar jam operasional dan tidak mematuhi protokol kesehatan, Minggu (6/2/2022) dini hari.(Kompas.com, Februari 2022).

Pelanggaran jam operasional dan prokes, yang dilakukan oleh Apollo Bar and Lounge, menunjukan bahwa sistem sanksi yang diterapkan untuk menjaga ketertiban masyarakat tidak memberikan efek jera atau mungkin terlalu ringan. Pelanggaran terus berlangsung dan berulang. Sebab hukuman yang diberikan hanya berupa penyegelan saja, yang bisa dibuka segelnya sewaktu-waktu saat kasus dinyatakan selesai, lalu bisa kembali beroperasi.

Padahal pelanggaran yang dilakukan tersebut dilaporkan oleh masyarakat, sebab menimbulkan keresahan, apalagi di tengah pandemi seperti ini. Penanganan wabah seolah tidak selesai-selesai. Di saat masyarakat sudah jenuh dan menginginkan wabah segera bisa diatasi, malah ada saja pihak-pihak yang tidak taat prokes, melakukan kegiatan berkumpul dan dugem yang bisa membentuk cluster baru, penularan wabah Covid-19.

Namun, memang seperti inilah kehidupan saat berada dalam tatanan hidup yang serba materialistik. Bahkan semua jalan ditempuh untuk mencari materi, tidak peduli walaupun harus mengorbankan lingkungan dengan membentuk cluster baru penyebaran wabah. Karena Apollo bar and lounge pun harus memikirkan bagaimana mencari penghasilan untuk eksistensi usahanya. Walaupun mungkin bidang usaha yang dijalaninya menabrak norma masyarakat kita dan sedikit bertolak belakang dengan kebiasaan dan adat masyarakat kita.

Inilah pil pahit yang harus kita telan di sistem sekuler kapitalisme, manakala negara membiarkan aktivitas pelanggaran norma dan kebiasaan adat masyarakat terus terjadi, sehingga menimbulkan keresahan pada warga masyarakat. Buntutnya dilakukan pelaporan kepada pihak yang berwenang dan disikapi dengan penyegelan, bukan penutupan permanen.

Padahal dalam sistem Islam, jika terjadi pelanggaran yang sama secara berulang, maka negara akan menurunkan tim ahli untuk menyelidiki jenis pelanggaran yang dilakukan yang menyebabkan keresahan pada masyarakat. Jika pelanggarannya berupa pelanggaran hukum syariat, misalkan terjadi aktivitas perzinaan di tempat tersebut, atau aktivitas mabuk yang bisa menghilangkan akal dan kesadaran, atau aktivitas campur baur antara laki-laki dan perempuan yang mengarah pada kerusakan akhlak, maka tempat tersebut tidak hanya disegel akan tetapi akan dihancurkan sebagai hukuman yang bisa memberikan efek jera bagi para pelakunya. Selain itu, tidak akan diberikan izin untuk beroperasional kembali, sebab tempat tersebut merupakan tempat maksiat sumber malapetaka kehidupan.

Sistem Islam telah mewajibkan kepada negara untuk menjaga ketertiban masyarakat. Jika ada aduan dari masyarakat tentang sesuatu, artinya masyarakat merasa tidak nyaman dan tidak tertib lingkungan di sekitarnya, sebab masyarakat menilai adanya aktivitas yang keterlaluan melanggar hukum syariat dan norma kehidupan. Maka masyarakat akan mengajukan aduan atas ketidaknyamanan tersebut. Dan negara wajib meresponsnya dengan cepat, menurunkan para ahli untuk meneliti kebenaran aduan warga,. Dan jika aduannya benar, maka negara wajib menurunkan sanksi yang bisa membuat efek jera pada pelaku kemaksiatan. Dengan merobohkan tempat usahanya dan melarang jenis usahanya jika usaha tersebut adalah usaha yang terkategori haram dilakukan.

Seperti yang dikisahkan oleh Prof. Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, bahwa pada masa Daulah Umawiyah pada tahun 206 H, Khalifah Al-Hakam bin Hisyam, memerintahkan untuk menghancurkan hotel yang ada di Rabadh, Andalusia, sebab orang yang mengurus hotel ini termasuk perusak akhlak dan fasik. Terjadi aktivitas yang merusak akhlak di dalam hotel tersebut, sehingga sanksi yang diberikan adalah dihancurkan bangunan hotelnya dan tidak diberikan izin untuk beroperasi.

Dengan sanksi yang berat tersebut, maka pelaku maksiat tidak akan berani untuk menunjukan batang hidungnya dan akan bertaubat. Kemudian beralih kepada usaha yang halal yang diperbolehkan.

Dalam waktu yang sama, negara pun menjamin kehidupan setiap warga masyarakat, sandang, pangan, papan pendidikan kesehatan dan keamanan. Sehingga warga masyarakat tidak tertarik untuk melakukan kemaksiatan dan pelanggaran syariat. Sebab kehidupannya sudah dijamin oleh negara dengan baik. Tidak mengalami kelaparan, kehausan, kedinginan, mampu bersekolah dengan layak, bisa berobat dengan tenang dan terjaga keamanan harta dan jiwanya. Hal inilah yang mendorong masyarakat menjadi taat hukum dan tidak coba-coba melakukan kemaksiatan dan pelanggaran hukum syariat.

Maka, penyegelan Apollo Bar and Lounge di Jalan Mega Kuningan Barat IX, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan, menunjukan bahwa warga masyarakat di sekitar tempat tersebut masih menginginkan kehidupan yang sehat, bersih, jauh dari kemaksiatan. Menginginkan lingkungan yang baik berarti menunjukan masyarakatnya masih peduli dan sadar, serta masih bisa menilai mana hal baik dan mana hal buruk. Dan hal ini menunjukan bahwa kegiatan yang terjadi di tempat tersebut adalah kegiatan yang tidak begitu disukai oleh warga masyarakat, sebab masyarakat menilai ketidakbaikkan kegiatan yang dilakukan di tempat tersebut.

Dan hal ini seharusnya mendorong negara untuk menerapkan sanksi hukum yang bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku kemaksiatan, sehingga tidak mudah mengulangi perbuatan maksiat tersebut. Dan sanksi yang bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku kemaksiatan hanyalah sistem Islam yang menerapkan syariat kaffah, bukan sistem sekuler kapitalisme seperti saat ini.

Wallahualam.[]


Photo : Unsplash

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Nazry Najmi Nafiz Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Buah Delima Buah Surga
Next
Rebutan Kursi di Tengah Krisis Multidimensi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram