"Mindset khas kapitalisme yang menilai segala sesuatu dengan kacamata manfaat juga menyebabkan rakyat di negeri ini bergelimpangan. Dalam penyediaan tenaga kerja, pemerintah melihat apakah pekerja membawa pada keuntungan atau tidak. Jika tidak menguntungkan, maka tidak dipertahankan. Jamak diketahui bahwa selama ini pegawai honorer digaji dengan dana dari APBN atau APBD. Jika kebijakan penghapusan honorer diterapkan, maka tidak ada lagi APBD yang dialokasikan untuk gaji honorer."
Oleh. Fathimah A. S.
(Aktivis Dakwah Surabaya)
NarasiPost.Com-Para pegawai honorer tengah harap-harap cemas. Pasalnya, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) akan menghapus status tenaga honorer di pemerintahan mulai 2023. Dengan demikian, pegawai pemerintah hanya akan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). Menpan RB, Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa terkait beberapa pekerjaan di instansi pemerintahan, seperti petugas keamanan dan kebersihan akan dipenuhi melalui tenaga alihdaya melalui pihak ketiga atau pekerja outsourcing.(kompas.com, 24/01/2022)
Rencana penghapusan tersebut pun langsung menuai respons dari tenaga honorer. Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih, menilai kebijakan penghapusan status tenaga honorer pada 2023 itu tidak manusiawi. Lantaran, pemerintah tidak memberikan solusi pasti bagaimana nasib tenaga honorer ke depannya. “Kalau dihapus kemudian diselesaikan menjadi ASN semua tidak masalah. Namun, apabila di hapus kemudian dibiarkan begitu saja itu yang jadi masalah. Karena itu namanya kejam dan enggak manusiawi,” ujar Titi. (m.liputan6.com, 22/01/2022)
Kebijakan ini semakin membuktikan potret kelam nasib rakyat di negeri ini. Dalam kondisi pandemi yang belum usai, lapangan kerja yang minim, gaji pekerja yang pas-pasan, kini rakyat kembali dihadapkan pada mimpi buruk, yaitu kemungkinan terenggutnya pekerjaan mereka. Entah di mana lagi rakyat harus mengais rezeki untuk menyambung hidup. Kebijakan ini seolah mudah sekali terlontar, padahal banyak rakyat yang menggantungkan hidupnya pada pekerjaan sebagai pegawai honorer. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan kemaslahatan publik dalam menetapkan kebijakan.
Problem pekerja saat ini terjadi akibat ketidakmampuan sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Negara lepas tangan dari kewajibannya sebagai pengurus rakyat. Rakyat harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya, tanpa diimbangi dengan penyediaan lapangan kerja yang memadai. Pemerintah seolah tak ambil pusing dengan nasib pegawai honorer. Para pegawai honorer yang sebelumnya telah memiliki pekerjaan, harus melakukan proses seleksi ulang CASN untuk dapat menjadi PNS. Dengan kata lain, pegawai honorer harus mengulang pendaftaran kerja dan kembali bersaing untuk memperoleh pekerjaan. Tak ada jaminan seluruh pegawai honorer akan mendapatkan posisi kerja mereka kembali. Padahal di sisi lain, mereka harus memenuhi kebutuhannya seperti sandang, pangan, dan papan yang tak murah.
Mindset khas kapitalisme yang menilai segala sesuatu dengan kacamata manfaat juga menyebabkan rakyat di negeri ini bergelimpangan. Dalam penyediaan tenaga kerja, pemerintah melihat apakah pekerja membawa pada keuntungan atau tidak. Jika tidak menguntungkan, maka tidak dipertahankan. Jamak diketahui bahwa selama ini pegawai honorer digaji dengan dana dari APBN atau APBD. Jika kebijakan penghapusan honorer diterapkan, maka tidak ada lagi APBD yang dialokasikan untuk gaji honorer. Seolah-olah kebijakan ini menjadi ajang "sapu bersih" pegawai honorer. Hal ini berbeda jauh dengan negara yang menerapkan Islam, negara yang akan berperan sebagai pengurus dan pemelihara rakyatnya. Hal ini karena pemimpin memahami sabda Rasulullah saw, “Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya." (HR Bukhari Muslim)
Negara akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok warganya berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Ini semua dipenuhi negara, karena ini merupakan hak setiap rakyatnya tanpa terkecuali. Sementara terkait pemenuhan kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan, negara memenuhinya dengan jalan menciptakan kondisi yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut. Negara akan menerapkan berbagai mekanisme untuk mempermudah rakyat untuk memperoleh pekerjaan, sehingga problem yang dialami pekerja yaitu kebingungan mencari lapangan pekerjaan tidak akan terjadi. Negara akan mendorong masyakarat untuk memulai aktivitas ekonomi dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Mulai dari penyediaan informasi, infrastruktur, dan sebagainya. Negara juga akan menyediakan lapangan kerja yang melimpah, khususnya bagi laki-laki yang wajib bekerja untuk memenuhi nafkah keluarganya. Dengan pembagian kepemilikan harta yang khas, negara yang menerapkan Islam akan mengelola sumber daya alam, sehingga memicu adanya industri-industri yang mampu menyerap tenaga kerja. Negara juga mengembangkan sistem birokrasi dan administrasi yang membutuhkan pegawai negara seperti PNS atau ASN untuk mengurusi urusan rakyat. Setiap warga negara, baik laki-laki atau perempuan, muslim maupun nonmuslim boleh untuk menjadi PNS. Selain itu, negara juga memberi pekerjaan bagi orang yang mampu menghidupkan tanah yang tidak produktif.
Tidak hanya itu, negara juga akan memberikan subsidi tunai tanpa kompensasi bagi orang yang tidak mampu. Subsidi akan diberikan oleh negara dalam jumlah yang cukup besar sehingga cukup untuk memulai bisnis, tidak hanya untuk konsumsi saja. Negara akan benar-benar memfasilitasi rakyatnya agar dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Semua kebijakan yang berpihak pada rakyat, dalam hal ini adalah para pekerja, hanya dapat terwujud jika diterapkan sistem ekonomi Islam dalam bingkai Khilafah. Khilafah telah terbukti mampu membawa pada kesejahteraan bagi rakyatnya selama 13 abad. Penerapan kembali Islam dalam sistem kehidupan Insya Allah akan membawa berkah bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Wallahu A'lam Bi Shawwab[]