"Tunggakan utang gaji yang begitu lama membuktikan betapa sistem kapitalisme sekuler mendorong negara tidak memiliki empati pada warganya yang turut andil mencerdaskan anak bangsa."
Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontibutor Tetap NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku"
Sungguh indah lirik lagu Hymne Guru karya Sartono. Namun sayang berjuta sayang, indahnya lirik lagu tak seindah kehidupan nyata para guru. Betapa malang nasib guru saat ini, terutama bagi para guru honorer yang merasa tersisihkan walau sama memiliki peran besar dalam dunia pendidikan.
Nasib Guru Honorer dalam Sistem Sekuler
Kepahitan yang mendera para guru honorer berlarut-larut. Betapa tidak, sosok yang disebut pahlawan tanpa tanda jasa itu benar-benar tak memiliki penghargaan atas jasa yang dipersembahkan untuk anak bangsa. Bertumpuk-tumpuk amanah di pundaknya, mulai dari menyiapkan bahan ajar yang tak sedikit biayanya sampai gaji yang ditunggak begitu lamanya. Bagi guru honorer yang mampu menahan amarah, mereka akan tetap bersahaja dalam balutan kesabaran, mengajar dan mendidik murid-muridnya. Mereka akan fokus pada amanahnya.
Namun, ada pula beberapa aksi protes guru honorer yang menuntut haknya, protes akan ketidakadilan yang mereka terima. Bahkan, baru-baru ini ada eks guru honorer yang nekat membakar gedung sekolah tempatnya mengajar dulu. Eks guru honorer menahan marah selama 24 tahun lamanya. Dia mengaku membakar sekolah karena honornya selama dua tahun (1996-1998) sebesar enam juta rupiah tak dibayar sekolah tersebut. Sejak tidak mengajar, dia sering ke sekolah dan menanyakan honornya, namun hasilnya nihil (tribunnews.com, 29/1/2022).
Dua puluh empat tahun bukanlah waktu yang sebentar, begitu teganya hak eks guru honorer itu ditahan sangat lama. Nilai Rp6 juta pada tahun 1998 tentu sangat jauh berbeda dengan nilai uang saat ini. Namun, Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Jawa Barat baru menunaikan honor tersangka sebesar Rp6.000.000.00, setelah aksi pembakaran gedung. Uang itu diberikan guna menyelesaikan masalah klaim utang honor selama tersangka mengajar di sekolah itu (Tempo.co, 28/1/22).
Aksi pembakaran gedung sekolah itu sempat menyeret eks guru honorer ke ranah hukum. Namun, melalui restorative justice dia kembali dibebaskan. Fenomena ini sangatlah wajar dijumpai dalam sistem kapitalisme sekuler. Di mana nasib para guru, wabilkhusus guru honorer tidak dijamin kesejahteraannya oleh negara. Apalagi, nilai agama dipisahkan dari aturan kehidupan duniawi. Maka, tak heran jika pandangan kehidupan bersandar pada kepentingan pembuat kebijakan.
Tunggakan utang gaji yang begitu lama membuktikan betapa sistem kapitalisme sekuler mendorong negara tidak memiliki empati pada warganya yang turut andil mencerdaskan anak bangsa. Sistem ini menggali pusara bagi para guru honorer dengan ketimpangan perlakuan yang didapatkan. Gaji yang tak seberapa, sering kali tak mencukupi kebutuhan sehari-hari, harus ditunggak pula pembayarannya membuat para guru honorer hidup susah. Betapa malang nasib guru honorer di sistem sekuler.
Islam Menjamin Kesejahteraan Guru
Islam agama yang sempurna, memiliki ideologi yang sangat layak diterapkan dalam kehidupan karena berasal dari Allah Swt. Zat Pencipta dan Pengatur kehidupan. Sistem Islam sungguh menjunjung tinggi keadilan. Tak ada perbedaan perlakuan kepada para guru yang menjadi pegawai negara ataupun guru swasta. Semua diperlakukan sama dan dimuliakan. Gaji guru pun akan diberikan sesuai pandangan khalifah, gaji yang sangat menghargai jasa mereka yang mencerdaskan umat dan mendidik umat berkepribadian Islam.
Sistem Islam dalam institusi Khilafah begitu menghargai guru. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab di Madinah, ada tiga guru mengaji. Khalifah Umar menggaji mereka dengan 15 dinar untuk tiap guru (1 dinar setara dengan 4,25 gram emas 24 karat). Maka, bisa dibayangkan berapa jumlah gaji para guru jika dikalkulasikan dengan harga emas saat ini. Sangat besar pastinya. Di masa kekhilafahan, semua kebutuhan guru dijamin oleh negara, belum lagi gaji yang mereka terima.
Mengingat, peran guru sangatlah penting. Para guru adalah ujung tombak kesalehan dan kecerdasan umat. Di tangan guru, para ilmuwan, ulama, cendekiawan, dan mujtahid dilahirkan. Peran besar guru tak akan pernah dipandang sebelah mata oleh Islam. Suasana keimanan akan terus terjaga dengan adanya guru yang begitu peduli pada kondisi umat dan lingkungan masyarakat. Maka, Islam menjamin kesejahteraan guru. Saatnya kaum muslim menyadari bahwa kapitalisme sekuler adalah biang problematika kehidupan. Harus dibuang dan diganti dengan sistem Islam. Wallahu a'lam bishowab.[]