Menelisik Wacana Pemerintah tentang Penghapusan Tenaga Honorer dalam Perspektif Islam

"Gambaran tersebut semakin menguatkan fakta tentang ketidakmampuan kepemimpinan dalam sistem kapitalisme, serta kegagalannya dalam menjamin kesejahteraan rakyat terlebih tenaga honorer. Padahal selama ini, mereka pun turut andil dalam memajukan dunia pendidikan."

Oleh. Rahmiani. Tiflen, Skep
(Kontributor NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Di tengah karut-marut kondisi negeri, kembali kita dihebohkan oleh sebuah wacana yang lagi-lagi bermuatan ketidakberpihakan pada rakyat. Seketika pula mengingatkan pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang fenomena tersebut, “Dari Ka’ab bin ‘Ujrah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghampiri kami, kami berjumlah sembilan, lima, dan empat. Salah satu bilangan (kelompok) dari Arab sementara yang lain dari ‘Ajam. Beliau bersabda: Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barangsiapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku.” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Al-Hakim)

Sama dengan yang sedang menimpa para tenaga honorer. Saat ini mereka tengah harap-harap cemas, pasalnya akan ada penghapusan terhadap tenaga kerja honorer oleh pemerintah di tahun 2023. Demikian penyampaian Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo. Menurutnya, status tenaga honorer di pemerintahan tidak akan diadakan lagi dua tahun mendatang. Sehubungan dengan PP (peraturan pemerintah), maka diberikan kesempatan pada tenaga honorer untuk mengadakan penyelesaian hingga batas sebelum tahun 2023. Kelak status pegawai pemerintah, hanya ada Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). (Liputan6.com, 22/01/22)

Menanggapi hal itu, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri FHSN Gunung Kidul, Aris Wijayanto, menyatakan gelisah serta risau. Terlebih masih banyak guru honorer yang belum diangkat menjadi ASN, baik itu PPPK ataupun PNS. Walau demikian, ia tetap berprasangka baik dan berharap dalam waktu satu tahun ini seluruh guru honorer bisa dikukuhkan menjadi ASN. (Liputan6.com, 20/01/22)

Ketidakkonsistenan Peraturan Pemerintah

Di samping itu, ketua perkumpulan honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih, turut menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan tersebut tidak memberikan kepastian pada tenaga honorer khususnya Kategori 2 (K2) yang sebelumnya telah diatur dalam sebuah ketetapan hukum yaitu berdasarkan PP 58 tahun 2012. Berdasarkan aturan tesebut, pemerintah sudah membuka kesempatan kepada para tenaga honorer kategori 2 termasuk para guru guna mengikuti seleksi tahun 2013. Sedangkan untuk eks THK2 yang tidak memenuhi syarat dalam seleksi CPNS 2018, dapat mengikuti seleksi sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Kemudian bagi yang tidak lolos dalam seleksi CPNS maupun PPPK maka diberlakukan pendekatan kesejahteraan dengan UMR oleh pemerintah daerah setempat, yang mana terdapat aturan penambahan transfer keuangan pusat ke daerah dalam rangka memenuhi alokasi dana umum di daerah, salah satunya yaitu peningkatan kesejahteraan para guru honorer.

Sayang, kenyataan tersebut hanya ada dalam wacana semata. Adanya persyaratan ketat serta menyulitkan saat menjalankan tes PNS dan PPPK ikut memegang andil, di antaranya seperti usia dan juga terbatasnya kuota ikut memengaruhi peluang masuknya menjadi sangat sedikit. Hal senada pun terjadi pada pemerintah daerah (Pemda) ketika melakukan pendekatan kesejahteraan kepada para guru honorer, ternyata tak mudah diwujudkan. Sebab selama ini Pemda masih kesulitan menanggung beban pendanaan akibat dari pelaksanaan tupoksi, termasuk penyediaan layanan publik yang optimal.
Kemudian saat ini terjadi lagi upaya penghapusan tenaga honorer, jelas menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak berpihak pada tenaga kerja lepas. Pun menunjukkan kenyataan kalau tidak semua tenaga honorer akan diangkat menjadi aparatur pemerintah. Sebaliknya, hal tersebut justru menguatkan kenyataan bahwa akan semakin banyak yang kehilangan lapangan pekerjaan, yakni dari kalangan tenaga honorer.

Diperkuat lagi, pendapat kebijakan publik, Trubus Rahadhiansyah, dari Universitas Trisakti. Disampaikannya, apabila pemerintah mengganti tenaga honorer dengan PPPK maka mereka yang berada pada sektor swasta akan terancam kehilangan tenaga kerjanya. Namun wajar memang jika semua problematika tersebut di atas harus terjadi, sebab menelisik lebih jauh selama ini pemerintah sering memberikan kebijakan shock therapy kepada rakyat kecil termasuk tenaga honorer.

Kebijakan ala Kapitalisme

Semua itu tentunya tak lepas dari paradigma dasar yang mengatur hajat hidup orang banyak. Sebagaimana diketahui secara umum bahwa kepemimpinan negeri ini didominasi oleh sistem kapitalisme yang telah mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Sistem yang sangat mengedepankan materi serta untung rugi sebagai faktor utama dalam setiap pengambilan kebijakannya. Tak ayal, keberadaan negara persis seperti sebuah perusahaan.
Seperti dalih Plt Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB, Mohammad Averrouce, yang mengibaratkan sebuah instansi sebagai perusahaan. Dimana seorang Direktur atau pejabat berwenang atas perusahaan tersebut, akan sering membawa siapa pun bawaannya masuk ke dalam tanpa sepengetahuan HRD. Di lain sisi, hadirnya PNS kontrak tersebut dapat memberikan kepastian bagi instansi tempatnya bekerja, baik secara pengeluaran upah maupun hasil kinerja.

Gambaran tersebut semakin menguatkan fakta tentang ketidakmampuan kepemimpinan dalam sistem kapitalisme, serta kegagalannya dalam menjamin kesejahteraan rakyat terlebih tenaga honorer. Padahal selama ini, mereka pun turut andil dalam memajukan dunia pendidikan.

Kepemimpinan Islam Solusi Jitu

Keadaan saat ini sungguh bertolak belakang dengan saat kepemimpinan Islam berjaya. Dalam sistem Islam, aspek pendidikan mendapatkan perhatian penting, hal demikian selaras dengan syariat Islam yang menjadikan pendidikan sebagai salah satu pilar peradaban. Secara konseptual, Islam pun menempatkan ilmu, kemudian orang berilmu, serta siapa pun yang mempelajari ilmu adalah mereka yang memiliki tempat mulia. Bagi Islam, menuntut ilmu adalah kewajiban, sementara itu majelisnya diibaratkan sebagai taman-taman surga, serta para penuntutnya diberi jaminan doa terbaik dari para malaikat pun seluruh makhluk yang ada di muka bumi.

Hal inilah yang memengaruhi visi negara Islam (Khilafah) dalam kebijakan pendidikan. Khilafah memberikan perhatian lebih dalam mewujudkan sistem pendidikan terbaik bagi rakyat dan semua yang terlibat didalamnya, termasuk para guru. Oleh sebab itu, dalam sistem khilafah islamiah, pendidikan menjadi gratis. Kemudian ada pula santunan bagi pelajar, sementara lembaga-lembaga pendidikan berkelas akan mudah diakses, gaji guru fantastis, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan hal yang lumrah ditemukan dalam negara Khilafah, karena Khilafah pun memberikan jaminan dalam memenuhi kebutuhan dasar publik.

Akhirnya, sungguh luar biasa. Tak ada diskriminasi tenaga pendidik, baik itu honorer maupun PNS, sebab seluruh tenaga pendidik akan mendapatkan jaminan kesejahteraan yang sama atas kontribusinya mencerdaskan generasi peradaban. Diperkuat adanya fakta sejarah pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, yakni seorang guru setingkat TK saja diberikan gaji sebesar 15 dinar emas tiap bulannya. Dengan perkiraan 1 dinar emas sama dengan 4,25 gram emas. Sementara itu, para guru ataupun ulama yang berhasil menyelesaikan kitab pengajaran akan diapresiasi emas seberat buku yang diterbitkannya. Kebijakan tersebut bisa terwujud, sebab khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam yang juga mendukung pembiayaan fasilitas serta kebutuhan dasar publik. Khilafah dapat mengalokasikan dana dari pos kepemilikan umum, dimana sumber dana pos ini berasal dari pengelolaan mandiri tanpa campur tangan asing. Kemudian untuk jaminan kebutuhan tenaga pendidik, khilafah dapat mengambil dari pos kepemilikan negara Baitul Mal, yang sumber dana tersebut berasal dari fai, ghanimah, kharaj dan lain-lain.
Demikianlah hanya dengan sistem pemerintahan khilafah islamiah maka kesejahteraan tenaga honorer, termasuk guru dapat terwujud.

 وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْـكِتٰبَ تِبْيَا نًا لِّـكُلِّ شَيْءٍ وَّ هُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ

“Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira bagi orang yang berserah diri (muslim).” (QS. An-Nahl 16: Ayat 89) Wallahu’alam bis showab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rahmiani. Tiflen, Skep Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Manusia dan Jedanya
Next
Islam Kaffah Untuk Muslimah Afganistan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram