"Sejatinya hak asasi manusia hanyalah semboyan, manakala objek deritanya adalah muslim, maka tidak akan berlaku. Sama halnya dengan nasib muslim Uyghur, Rohingya, atau pelarangan hijab di beberapa negara Barat seperti Prancis dan Inggris, ataupun sekarang di India. Maka, tidak aneh jika demokrasi hanya sebagai alat untuk melegitimasi kepentingan mereka saja.
Oleh. Ummu Firda
NarasiPost.Com-“Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salihah." Inilah penggalan hadis yang diriwayatkan Imam Muslim.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu'anhu: “Jika seorang wanita (menjaga) salat lima waktu, puasa bulan Ramadan, menjaga kemaluannya, dan menaati suaminya, maka dia akan masuk melalui pintu surga mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya no. 4163. Syaikh Al-Albani menilai status hadis ini hasan lighairihi dalam Shahih At-Targhib no. 1931)
Setiap muslimah menghendaki agar dirinya bisa menjadi wanita salehah, sebagaimana dalam hadis ini. Hal ini tentu akan jadi motivasi agar setiap wanita yang benar-benar merindukan surga, akan senantiasa menaati suaminya, memperbaiki salatnya, menjaga kehormatan, juga iffahnya sebagai seorang muslimah. Dia pun akan berusaha untuk menutup aurat secara sempurna, baik dengan jilbab maupun khimarnya.
Jadi, jilbab bukanlah simbol keterbelakangan, bukan pula simbol kelemahan, tetapi jilbab adalah simbol ketakwaan sekaligus kehormatan yang mesti dijaga oleh setiap wanita muslimah. Lantas, bagaimana jika pemakaian jilbab ini dilarang?
Untuk ke sekian kalinya diskriminasi atas minoritas muslim India terjadi. Geliat islamofobia memang kian kentara, terlebih setelah didapuknya Narendra Modi sebagai Perdana Menteri dari partai sayap kanan Bhartiya Janata Party (BJP) sejak 2014. Seperti yang diberitakan Al Jazeera pada hari Selasa (15/2/2022), siswa muslimah dilarang mengenakan jilbab saat memasuki sekolah dan perguruan tinggi di seluruh negara bagian. Hal ini menimbulkan gelombang unjuk rasa dari para pelajar kaum muslim terhadap kesewenang-wenangan ini.
Apa yang terjadi di India saat ini tidak lepas dari sentimen anti-Islam yang digagas oleh BJP sendiri. Bahkan pada 2019 lalu telah disahkan undang-undang amandemen kewarganegaraan bagi imigran ilegal seperti agama Hindu, Sikh, Kristen, Jain, Parsis, dan Budha, tetapi mengecualikan bagi muslim. Inilah kebijakan yang mendiskriminasikan Islam di India dan bisa menyebabkan kehilangan kewarganegaraan bagi kaum muslim.
Sentimen anti-Islam terus menyeruak di India, lantas kebijakan yang ada justru semakin mendistorsikan Islam beserta ajarannya. Maka, tidak heran gelombang penolakan dan unjuk rasa dari warga muslim terus mengemuka. Tapi hal ini bisa jadi dimanfaatkan untuk memukul telak habis laju kekuatan kaum muslim, karena pihak-pihak yang anti-Islam beramai-ramai menyuarakan ide tandingan sebagai bentuk dukungan mereka terhadap pemerintah India. Bahkan kekhawatiran tertinggi kita adalah upaya genosida yang menghantui saudara-saudara kita kaum muslim India, karena sempat ada beberapa seruan dari pemimpin agama Hindu yang menyerukan genosida bagi kaum muslim. Na'udzubillahi mindzalik.
Absurdnya Hak Asasi bagi Kaum Muslim
Berharap terhadap hak asasi manusia ataupun demokrasi jelas bukan solusi. Keberhasilan BJP ditampuk kekuasaan telah menjadikan India tempat paling berbahaya bagi 12% entitas populasi muslim India. Mereka mulai mencampuri hukum perdata Islam setelah menghapus otonomi Kashmir, memberikan tanah masjid Babri (Babru) sebagai representatif dari Sultan Zahir ud-Din Babur (Sultan Muslim terbesar India) pada umat Hindu dan menggantinya dengan lahan alternatif. Mereka pula menghendaki adanya pemerintahan Hindu absolut di India dan menyulut kemarahan kaum muslim dengan mengobarkan api peperangan secara terus-menerus.
Berbagai kutukan pun dilontarkan, mulai dari negara-negara anggota OKI, bahkan negeri Paman Syam (AS) membuka suara, tapi sayang mata dan hati mereka benar-benar sudah tertutup dan tidak akan pernah menghiraukannya. Alih-alih melindungi kaum minoritas (umat Islam India), tapi BJP cenderung membiarkannya. Padahal ini jelas kejahatan kemanusiaan, lantas di manakah demokrasi dan hak asasi manusia yang dielu-elukan itu?
Sejatinya hak asasi manusia hanyalah semboyan, manakala objek deritanya adalah muslim, maka tidak akan berlaku. Sama halnya dengan nasib muslim Uyghur, Rohingya, atau pelarangan hijab di beberapa negara Barat seperti Prancis dan Inggris, ataupun sekarang di India. Maka, tidak aneh jika demokrasi hanya sebagai alat untuk melegitimasi kepentingan mereka saja.
Di manakah Marwah Kaum Muslim Saat Ini?
Miris rasanya, di tengah bulan Rajab ini kita masih mendengar adanya pelecehan dan penodaan, baik terhadap ajaran Islam sendiri ataupun terhadap kehormatan saudara muslim lainnya. Padahal sejatinya derita mereka adalah derita bagi kita juga. Rasulullah sendiri menyatakan bahwa sesama muslim kita ibaratnya satu tubuh, jika salah satu bagian merasa sakit, maka bagian lain pun merasakan sakit yang sama. Tapi sayang, marwah (kehormatan) Islam saat ini tidak kita rasakan karena tidak ada peranan negara yang tampil sebagai junnah (pelindung/perisai) umat.
Masih tergambar jelas dalam memori kita tentang sejarah panjang peradaban Islam nan mulia, manakala seorang wanita muslimah dilecehkan kehormatannya oleh seorang Yahudi di kota Amuriah dan berteriak meminta pertolongan sang Khalifah, lalu berita tadi sampai pada Khalifah Al-Mu'tashim Billah di masa Bani Abbasiyah, maka khalifah segera mengirimkan bala tentaranya dan menawan 9000 tentara musuh dan 9000 lainnya berhasil dibunuh. Itulah keberadaan negara sebagai junnah (perisai) mampu melindungi dan menjaga kehormatan wanita yang menjadi warga negaranya. Maka, tidak ada yang berani merongrong apalagi melecehkan.
Saatnya Kita Bangkit dan Bersatu Mewujudkan Islam Rahmatan Lil'alamiin
Marwah (kehormatan) kaum muslim saat ini cenderung dipermainkan karena kita tidak memiliki negara yang memerankan peranannya sebagai raa'in (pengatur) yang mengatur urusan rakyatnya. Islam sendiri telah memberikan jaminan bagi manusia untuk hidup secara mulia dalam naungan daulah islamiah. Syariat Islam manakala diterapkan oleh negara secara kaffah (menyeluruh), mampu memelihara jiwa manusia, harta, akalnya, kehormatan, keturunan, dan agamanya.
Selama 13 abad lamanya Islam diterapkan, semua warga negara baik muslim dan nonmuslim, mereka hidup berdampingan dengan damai, di mana keduanya memiliki hak yang sama dalam kehidupan umumnya, sementara negara pun memberikan jaminannya untuk masing-maisng beribadah sesuai keyakinannya. Islam telah memusnahkan berbagai ikatan kesukuan dan menggantikannya dengan ikatan akidah, yaitu ikatan ideologis bagi umat muslim. Adapun nonmuslim mereka tidak dipaksa untuk meninggalkan agama mereka, sebagaimana firman Allah Swt:
“Tidak ada paksaan dalam agama…” (QS Al-Baqarah [2]: 256)
Maka, hidup sejahtera, damai dan berdampingan adalah satu keniscayaan dalam sistem Islam. Wahai generasi penerus Al-Mu'tashim Billah, generasi penerus Shalahuddin Al-Ayyubi.. tampilah engkau kedepan, lindungilah para wanita muslimah yang berteriak mempertahankan kehormatannya. Perlihatkanlah bagaimana mulianya Islam, dan sumpalah mulut para pembenci Islam, dan yakinlah dengan pertolongan-Nya. Saatnya kita bangkit dan bersatu mewujudkan Islam rahmatan lil'alamiin. Wallohu'alam bi ash-showwab[]
Photo : counterfire
Barakallah Teh Dina. Kereen bisa lolos di NP. aku belum Lolos lagi.