"Karena proyek IKN membutuhkan anggaran yang sangat besar dan pemerintah juga membuka pembiayaan APBN, maka dipastikan akan membebani APBN, yang berarti membebani seluruh rakyat Indonesia. Dikhawatirkan pada akhirnya ada kenaikan pajak dan bahkan memunculkan kreativitas pemerintah untuk membuka keran pajak pajak baru sehingga akan menambah derita rakyat jelata."
Oleh. Fastahgfiru Ilallah
(Pemerhati Kebijakan Politik Keislaman)
NarasiPost.Com-Keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota negara dengan tanpa memperhatikan derasnya kritikan publik merupakan kebijakan yang bukan hanya tidak mendengar aspirasi masyarakat, akan tetapi juga menimbulkan sejumlah kecurigaan karena hampir pasti tidak ada kepentingan rakyat yang diperjuangkan di dalam perpindahan IKN ini.
Berdasarkan situs berita CNN Indonesia (18-01-2022), demi memperlancar megaproyek IKN, DPR melaksanakan rapat selama 16 jam hingga subuh demi RUU IKN dibawa ke paripurna. Sungguh menunjukkan betapa proses legislasi ini ngebut dan dikebut untuk megaproyek yang entah diperuntukkan bagi siapa karena tidak ada kepentingan rakyat di dalamnya. Kalau dicermati, ngebut UU IKN ini mirip ngebutnya UU Omnibus law yang akhirnya diputus oleh MK cacat formal. Proses legislasi perpindahan IKN akan tercatat oleh tinta sejarah tergolong diam-diam dan super cepat karena khawatir terhadap derasnya kritikan dari berbagai lapisan masyarakat. DPR sendiri seharusnya sebagai wakil rakyat dalam menetapkan UU IKN mendengarkan aspirasi masyarakat, tetapi pada kenyataannya DPR lebih berpihak pada para penguasa.
Dampak lingkungan dan sosial yang akan dirasakan sebagai ekses perpindahan IKN pasti akan menimpa masyarakat di sekitarnya karena tidak di dahului studi kelayakan yang melibatkan banyak ahli. Minimal masyarakat sekitar IKN akan merasakan banjir sebagai ekses perpindahan IKN yang pembangunannya tidak memperhatikan keselamatan rakyat, seperti halnya yang telah terjadi di proyek KEK Mandalika. Bayangkan, warga di sekitar Mandalika terdampak banjir karena pembangunan tidak memperhatikan aspek keselamatan rakyat.
Selain itu, publik juga menduga bahwa pemilik lahan di IKN adalah mayoritas para pengusaha dari Jakarta, maka jika kompensasi lahan yang diberikan adalah izin konsesi lahan lainnya, maka akan memperluas deforestasi yang berakibat konflik lahan. Akhirnya masyarakat adatlah yang selalu dikorbankan, sementara pengusaha yang dimenangkan dengan dalih memiliki surat.
Deforestasi juga akan memberikan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan sekitar IKN. Sebab, hilangnya pepohonan di hutan dapat menjadi pemicu bencana alam, seperti erosi dan banjir, siklus air tidak lancar, serta akan mengakibatkan perubahan iklim dan pemanasan global.
Klaim pemerintah dan kaki tangannya menyatakan bahwa proyek IKN digagas oleh Bung Karno. Klaim ini terkesan mengada-ada karena Bung Karno memang berniat memindahkan IKN ke Palangkaraya Kalimantan Tengah yang merupakan sebuah kota, bukan memindahkan IKN ke hutan yang pembangunannya dari nol dimana bukan hanya akan membutuhkan anggaran yang besar, tetapi pasti juga dipenuhi dengan berbagai konsesi baik konsesi lahan atau konsesi bagi investor. Itu pun menurut pakar, Prof Salim Said, dalam rekaman Youtube #ILCPerlukahIbuKotaPindah, wacana pindah IKN Bung Karno hanya gurauan untuk menyenangkan Gubernur Palangkaraya saat itu.
Karena proyek IKN membutuhkan anggaran yang sangat besar dan pemerintah juga membuka pembiayaan APBN, maka dipastikan akan membebani APBN, yang berarti membebani seluruh rakyat Indonesia. Dikhawatirkan pada akhirnya ada kenaikan pajak dan bahkan memunculkan kreativitas pemerintah untuk membuka keran pajak pajak baru sehingga akan menambah derita rakyat jelata.
Utang negara yang makin menumpuk seharusnya juga mendapat perhatian lebih daripada IKN. Selain itu, masih banyak prioritas kegiatan dan alokasi pos- pos APBN dibandingkan dengan perpindahan IKN. Proyek infrastruktur yang telah berjalan saja banyak masalah, maka sudah sewajarnya dan seharusnya dilakukan evaluasi secara menyeluruh bukan malah ugal-ugalan membuat proyek IKN.
Dalam Islam, perhatian akan nasib rakyat sangatlah diutamakan, berbeda dalam sistem demokrasi yang cenderung tidak peduli dengan berbagai kritik dari rakyat. Hal ini menunjukkan sikap tidak peduli terhadap kondisi rakyatnya saat ini, yakni adanya beban pajak yang tinggi, kelaparan, dan kemiskinan di mana-mana.
Fokus pembangunan yang condong mengabaikan rakyat ini jelas bertentangan dengan prinsip pembangunan dalam syariat Islam. Fokus pembangunan dalam syariat Islam mengutamakan pelayanan rakyat. Pembiayaan pembangunan juga haram menggunakan hasil investasi asing atau utang riba luar negeri. Pembangunan harus bersumber dari Baitul Mal sehingga tidak mengancam kedaulatan negara. Demikian prinsip-prinsip dasar pembangunan dalam Islam yang akan membawa dampak positif, bukan hanya bagi umat tetapi juga bagi bangsa, negara dan agama. Pembangunan dalam sistem Islam tidak akan terlaksana kecuali hanya dalam negara yang melaksanakan aturan Islam secara penuh.
Wallahu a'lam.[]