"Realitas ini bagaikan pil pahit yang harus ditelan oleh rakyat kecil. Janji manis Pertamina bekerja sama dengan perusahaan Rusia, Rosneft, yang akan memberikan kesejahteraan nyatanya hanyalah pepesan kosong belaka. Kini warga harus merasakan kesulitan hidup akibat hilangnya mata pencaharian yang dulu menjadi pendukung kehidupannya."
Oleh. Dwi Indah Lestari
NarasiPost.Com-Nasi sudah menjadi bubur. Warga “kampung miliarder” di Tuban yang sempat viral kini diliputi rasa sesal. Berharap janji yang dulu diberikan oleh perusahaan yang membeli tanah mereka akan menjamin kelangsungan hidupnya, ternyata tak terwujud.
Musanam, salah seorang warga Tuban yang turut menjual tanah dan rumahnya kepada PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) setahun yang lalu, kini merasa menyesal. Pasalnya, sekarang ia tidak lagi memiliki pekerjaan untuk menunjang kehidupannya sehari-hari. Janji Pertamina yang akan mempekerjakan anaknya pun tidak kunjung terealisasi. Hal ini ternyata juga dirasakan oleh warga yang lain. (liputan6.com, 26/1/2022)
Bukti Investasi Asing Tak Menjanjikan Kesejahteraan
Realitas ini bagaikan pil pahit yang harus ditelan oleh rakyat kecil. Janji manis Pertamina bekerja sama dengan perusahaan Rusia, Rosneft, yang akan memberikan kesejahteraan nyatanya hanyalah pepesan kosong belaka. Kini warga harus merasakan kesulitan hidup akibat hilangnya mata pencaharian yang dulu menjadi pendukung kehidupannya. Uang hasil penjualan tanah dan rumah sudah ludes untuk bertahan hidup, sementara pekerjaan yang dijanjikan tak dipenuhi.
Di sisi lain, korporat, utamanya perusahaan asing, justru yang mendapatkan keuntungan dengan izin ekspolitasi sumber daya alam berupa tambang minyak yang bisa diprediksi sangat besar kandungannya. Mereka dapat bebas mengeruk kekayaan alam yang notabene sebenarnya adalah milik rakyat. Ironisnya, karena penguasaan swasta terutama asing, SDA ini justru tidak dapat dinikmati oleh rakyat. Inilah watak dari sistem ekonomi kapitalisme, yang melahirkan liberalisasi ekonomi. Dalam prinsipnya, siapa pun yang memiliki kemampuan, dapat menguasai apa pun tanpa batas. Hal inilah yang mendorong lahirnya pasar bebas, di mana negara harus membuka diri bagi masuknya pihak mana pun juga dari asing untuk dapat melakukan usaha ekonomi. Termasuk menguasai aset kekayaan yang ada.
Sementara negara seakan hanya bertindak sebagai regulator semata, yang bertugas membuat peraturan untuk memuluskan kepentingan korporasi. Sedangkan rakyat cukup diganjar dengan kompensasi yang jumlahnya tak seberapa dibandingkan dengan laba yang masuk ke kantong para korporat. Tentu tak akan cukup untuk dapat menyejahterakan rakyat. Janji pemberdayaan masyarakat lokal dengan merekrutnya menjadi karyawan pun seringkali terganjal kualitas SDM yang tidak memenuhi standar. Kalaupun pada akhirnya mereka dipekerjakan, biasanya terbatas pada bidang pekerjaan yang rendah, seperti sebagai tenaga kasar, satpam, atau cleaning service. Apalagi kini perusahaan asing kerap menetapkan syarat penggunaan tenaga kerja dari negaranya sendiri dalam MoU-nya.
Realitas ini semakin menegaskan bahwa investasi asing tidak pernah akan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan rakyat. Yang terjadi malah rakyat harus menanggung penderitaan akibat dijarahnya kekayaan alam miliknya. Ironisnya, kejahatan ini dilegalkan melalui kebijakan yang diteken oleh penguasa.
Islam Memberi Solusi Hakiki
Jelaslah sudah, sistem kapitalisme yang kini diterapkan atas rakyat hanya akan membuahkan kesengsaraan semata. Hal ini berbeda apabila sistem Islam yang digunakan untuk mengatur umat dalam seluruh bidang kehidupan. Sebab aturan Islam berasal dari Allah Swt yang pasti terjamin kebenaran dan kesempurnaannya. Dalam kepemilikan harta, maka syariat telah menetapkan pembagiannya dalam tiga kelompok. Pertama adalah harta milik individu, yang diperoleh dari bekerja, hibah, atau warisan. Kemudian yang kedua, adalah harta milik umum, dan yang ketiga adalah harta milik negara. Terkait dengan sumber daya alam, seperti barang tambang, hutan, laut dan sebagainya, termasuk dalam harta milik umum.
Pada harta milik umum, maka setiap orang memiliki hak untuk dapat memanfaatkannya. Sehingga harta tersebut tidak boleh dikuasai atau diserahkan kepada individu maupun kelompok. Sebab rakyat berserikat di dalamnya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits Nabi saw.
"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Dengan demikian, sumber daya minyak bumi termasuk dalam kategori kepemilikan umum ini. Sehingga semestinya tidak boleh diserahkan pengelolaannya kepada swasta apalagi asing. Lalu siapa yang berwenang mengelolanya? Islam menetapkan negaralah yang bertanggungjawab dalam hal ini.
Hasil pengelolaan SDA ini, kemudian dikembalikan untuk kemaslahatan umat. Bentuknya bisa berupa penyediaan pelayanan kebutuhan rakyat, seperti pendidikan, kesehatan, air, listrik, dan transportasi. Semua itu akan disediakan oleh negara secara gratis dengan kualitas terbaik. Dengan begitu rakyat tidak perlu bingung dalam pemenuhannya.
Begitu pula negara memegang tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyatnya. Dimana dalam Islam, kesejahteraan dimaknai dengan terpenuhinya kebutuhan pokok dan dasar setiap individu. Sehingga negara wajib memastikan setiap warga negara sudah tercukupi kebutuhan hidupnya. Sebab ini adalah amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkannya di hadapan Allah Swt.
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”
(HR.al-Bukhari)
Dengan demikian, jika suatu wilayah diperlukan relokasi permukiman untuk eksplorasi sebab adanya kandungan barang tambang di dalamnya, maka negara harus membuat kebijakan yang tetap mengutamakan kemaslahatan rakyat. Di antaranya memberikan ganti rugi yang memadai terhadap harta warga yang hilang seperti rumah. Termasuk bila ada yang kehilangan pekerjaan karena hal itu, maka negara wajib menyediakan lapangan kerja untuknya. Inilah pengaturan yang dihadirkan Islam sebagai solusi hakiki untuk mewujudkan kesejahteraan yang sesungguhnya bagi umat. Hal ini pernah terwujud selama hampir 13 abad lamanya, saat khilafah Islam tegak. Kesejahteraan hidup tidak hanya dirasakan oleh kaum muslim namun juga nonmuslim. Hingga seorang sejarawan Barat, Will Durrant, mengabadikan dalam bukunya, Story of Civilization. Ia mengatakan,
“Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapa pun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka.”
Wallahu’alam bisshowab.[]