Tidak ada cara lain. Jika kita ingin mewujudkan umat yang merdeka, dihormati sebagaimana sejarah Islam pernah mencatatnya. Maka, kaum muslim wajib bersatu dalam sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh umat muslim dunia. Dan kepemimpinan umum itu tidak lain adalah Khilafah. Hanya khilafah islamiahlah yang akan menghancurkan sekat-sekat beracun nasionalisme. Dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah kita kembalikan perisai umat ini.
Oleh. Ana Nazahah
(Kontributor Tetap Narasipost.Com)
NarasiPost.Com-Rajab adalah bulan yang dimuliakan Allah Swt. Salah satu bulan haram yang Allah lipatgandakan dosa bagi orang-orang yang bermaksiat di dalamnya. Pun Allah lipatgandakan pahala bagi orang-orang yang berbuat kebajikan sesuai tuntunan syariat-Nya. Ya, begitulah setiap hamba muslim mengenal Rajab, bulan mulia yang penuh keistimewaan di dalamnya.
Namun, ada yang luput dari ingatan sebagian besar muslimin tentang Rajab. Sayangnya, umat melupakan peristiwa duka terbesar yang dialaminya. Rajab adalah bulan peringatan di mana nestapa kaum muslim bermula. Mimpi buruk bagi seluruh Muslim dunia, yakni runtuhnya Daulah Islam, 'ibu' bagi umat Islam di dunia.
Negara Digdaya itu Bernama Khilafah Islamiah
Daulah Islam adalah sebuah negara yang pertama sekali dibangun oleh Baginda Rasulullah saw. Setelah Rasulullah wafat, kepemimpinan diganti oleh para sahabat, tabiin dan tabiut, kemudian dilanjutkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, hingga 13 abad lamanya.
Dalam masa Kekhilafahan Islam berdiri, umat Islam begitu disegani dan dihormati dunia. Kekuasaannya membentang hingga meliputi tiga benua. Di bawah pengaturan Daulah Islamlah rakyat hidup makmur dan sentosa. Menuju puncak keemasannya. Sejarah tak bisa menafikan, institusi Islam dengan aturannya yang bersumber dari wahyu tersebut, adalah kekuasaan terpanjang dan gemilang dibandingkan ideologi lain yang pernah eksis di dunia.
Sumber hukum yang berdasarkan wahyu inilah yang menjadi faktor paling utama Khilafah Islam meraih kegemilangannya. Sebab wahyu berasal langsung dari Rabb pencipta semesta dan seluruh isinya. Di mana Allah pasti lebih tahu, aturan dan kebijakan apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Maka wajar saja, saat Khilafah Islam berdiri, negara Islam ini menjadi pusat bagi peradaban dunia. Di mana di saat itu, benua Eropa tengah berada dalam masa kegelapannya.
Setelah Daulah Islam Tiada
Namun, sayangnya pada 3 Maret 1924, yakni bertepatan pada 28 Rajab 1342. Khilafah Islam runtuh di tangan seorang Yahudi yang bernama Mustafa Kemal Pasha. Kemal yang merupakan antek Inggris ini, telah mengganti sistem pemerintahan Islam yang berdasarkan wahyu Allah menjadi negara republik yang sumber hukumnya undang-undang penjajah.
Sejak saat itu, dunia Islam mulai mencatat sejarah kelamnya. Satu persatu wilayah Islam tercabik-cabik menjadi negara-negara kecil di bawah cengkeraman kolonialisme penjajah. Kaum muslim menjadi lemah tak berdaya. Dijajah secara brutal tanpa memedulikan aspek kemanusiaan. Kita bisa lihat bagaimana Palestina, Suriah, Gaza, Rohingya dan Uighur Cina menjadi saksi kekejaman Barat terhadap dunia Islam.
Tidak cukup di situ, imperialisme di negeri-negeri muslim pun kian merajalela. Harta kekayaan umat dirampas lewat kebijakan yang lahir dari intrumen utang dan liberalisasi SDA berkedok investasi. Di sisi lain, umat dicekoki dengan pemahaman ashobiyyah (cinta golongan) dan nasionalisme menjadi sekat pemisah antar umat yang sejatinya bersaudara.
Malang tak dapat ditolak. Perlahan umat Islam mulai melupakan ibu kandungnya sendiri. Sejarah digdayanya Khilafah islamiah menjadi berita dongeng yang dianggap hayali. Sebaliknya, ide-ide Barat mulai dijadikan standar kehidupan. Slogan kebebasan yang dikampanyekan Barat nyaring terdengar seantero negeri kaum muslim.
Dan lihatlah, bagaimana negeri kita saat ini. Siapa pun yang memiliki pemahaman pastinya mampu melihat realitas kaum muslim yang pelik. Ambisi Barat telah mengekang kemandirian bangsa kita untuk menentukan nasibnya sendiri. Walhasil, SDA yang begitu melimpah tak bisa dinikmati oleh rakyat sendiri. Segenap kebijakan, alih-alih membawa rakyat menuju sejahtera, justru membuat rakyat melarat. Hidup dalam mimpi buruk, kemiskinan yang panjang.
Sampai Kapan Mimpi Buruk Ini Berakhir?
Segenap penderitaan yang dialami umat membuat kita bertanya-tanya, "Sampai kapan penderitaan saudara kita di Palestina, Gaza, Suriah, Rohingya, Uighur Cina, Ghoutah, bisa berakhir? Sampai kapan, harta kekayaan di bumi muslim lainnya, justru menjadi penyokong, kedigdayaan penjajah dalam melanggengkan penjajahan di negeri para Anbiya, tersebut? Sampai kapan umat raksasa ini harus bertekuk lutut di bawah kaki penjajah?"
Saat ini, umat Islam benar-benar berada di persimpangan jalan. Kebingungan dalam menentukan nasibnya sendiri. Sebagian besar hidup terlena dan terjebak dalam ambisi duniawi yang diciptakan Barat. Dininabobokan dari perjuangan jihad fisabilillah dan meraih kemenangan hakiki. Lantas bagaimana kemuliaan umat di masa dahulu bisa diraih, bagaimana kita bisa mewujudkan kembali kemenangan dan kemerdekaan hakiki?
Nyatanya, segenap resolusi untuk membangkitkan umat dari keterpurukannya saat ini, belum bisa kita wujudkan. Amanat bangsa yang tertuang dalam UUD negara tak pernah mampu merealisasikan kesejahteraan bagi umat bangsa ini. Jangankan untuk membantu saudara-saudara muslim yang jauh, kebijakan yang lahir dari persetujuan kafir penjajah itu bahkan tidak mampu mengatasi segala problem yang mengimpit rakyat bangsa sendiri.
Hal itu karena kaum muslim masih menjadikan asas sekularisme dalam menentukan arah kebijakan. Paham pemisahan agama dari kehidupan ini telah membuat lubang yang besar antara kaum muslim dengan syariat agamanya sendiri. Ide ini telah membuat kaum muslim berpikir bahwa agama adalah sumber masalah. Padahal sumber masalah adalah saat umat meninggalkan dien Islam itu sendiri.
Kewajiban Menegakkan Khilafah Kembali
Tidak ada cara lain. Jika kita ingin mewujudkan umat yang merdeka, dihormati sebagaimana sejarah Islam pernah mencatatnya. Maka, kaum muslim wajib bersatu dalam sebuah kepemimpinan umum bagi seluruh umat muslim dunia. Dan kepemimpinan umum itu tidak lain adalah Khilafah. Hanya khilafah islamiahlah yang akan menghancurkan sekat-sekat beracun nasionalisme. Dengan mengikuti metode dakwah Rasulullah kita kembalikan perisai umat ini. Tempat di mana syariat Islam dijunjung tinggi.
Allah Swt. berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya." (An-Nisa: 59)
Kesimpulan
Kita telah terlalu lama dipaksa untuk mengabaikan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sudah terlalu lama hidup dengan sekularisme dan demokrasi yang katanya demi rakyat. Segala kebijakan yang menistakan hukum Allah itu sudah saatnya kita sudahi dengan berjuang sungguh-sungguh melanjutkan upaya kebangkitan Islam. Dengan harapan, semoga Rajab ini adalah Rajab terakhir kita hidup tanpa Khilafah islamiah.
Wallahu'alam…[]