Menyoal Menutup Aurat dan Narasi Antikeberagaman

Wahai Asma’ sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” (HR.Muslim)

Oleh. Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Pengaturan seputar seragam sekolah yang menutup aurat kembali menuai kontroversi. Kali ini kasusnya terjadi di salah satu sekolah menengah kejuruan, tepatnya SMKN 2 Padang. Dalam pemberitaan yang sempat viral disebutkan bahwa dari sekian jumlah siswi nonmuslim di sekolah tersebut semua mengenakan kerudung, kecuali satu orang atas nama Jeni Hia (news.detik.com,23/1/2021). Penolakan yang ditunjukkan oleh orangtua Jeni Hia sebab mereka bukan Muslim akhirnya berkembang menjadi isu sensitif yang dikaitkan dengan pemaksaan keyakinan tertentu. 

Aturan sekolah terkait ketentuan seragam yang menutup aurat dianggap sebagai bentuk pemaksaan kepada murid. Setidaknya opini inilah yang berkembang pasca viralnya peristiwa di SMKN 2 Padang tersebut. Pihak sekolah dituding telah memaksakan kehendak kepada siswi yang tidak beragama Islam agar mengikuti aturan tersebut. Faktanya, tidak ada bentuk paksaan. Pihak sekolah hanya memberi himbauan dan ternyata para siswi nonmuslim secara sukarela memilih berkerudung saat bersekolah. 

Ketentuan mengenakan pakaian muslimah atau berkerudung di sekolah adalah bagian dari peraturan daerah di Kota Padang (ihram.co.id,24/1/2021). Peraturan tersebut hanya wajib bagi siswi muslimah dan tidak wajib bagi nonmuslim. Selain itu juga tidak akan ada sanksi yang diterapkan bagi siswi nonmuslim yang tidak berkerudung. Pada poin inilah beberapa pihak menyayangkan adanya tuduhan dari orangtua murid yang merasa terdapat unsur intimidasi terhadap pemakaian kerudung di sekolah.

Sebaliknya, di Bali justru terjadi pelarangan pemakaian kerudung bagi siswi muslimah. Berdasarkan data yang diperoleh Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) Bali,terdapat sekitar 40 sekolah yang melarang siswi muslimah untuk mengenakan kerudung. Cara yang digunakan meragam, ada yang secara terang-terangan maupun tertulis. (republika.co.id,26/2/2014)

Menurut komisioner Komnas HAM pelarangan tidak hanya terjadi di Bali namun juga di daerah Brastagi Sumatera Utara. Kerudung dianggap menyelisihi keyakinan atau adat yang dianut oleh mayoritas warga setempat.

Seragam hakikatnya hanya perkara selembar kain yang digunakan oleh siswa ketika bersekolah. Seragam diharapkan dapat memberikan suasana keteraturan dan kedisiplinan di lingkup sekolah. Penggunaan seragam juga mampu menggambarkan adanya nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan, seperti kesederhanaan, kesopanan maupun kerapihan. Menelisik nilai ini tentu akan sangat relatif jika tidak dikembalikan kepada sebuah standar yang benar. Di sinilah syariat Islam berperan besar dalam menentukan batasan nilai tersebut.

Seragam atau pakaian adalah perkara yang memilikii pengaturan yang khas dalam Islam.  Pakaian dikaitkan dengan bukti ketundukan seorang hamba kepada perintah Allah Swt. Ketika seseorang telah sesuai dalam mengikuti tuntunan berpakaian, maka akan mengantarkannya pada aktivitas ibadah yang bernilai kebaikan di sisi-Nya. Adapun Allah Swt memerintahkan para muslimah untuk menutup aurat mereka dengan kerudung dan jilbab, hal ini tertera dalam firman Allah Swt surat An Nur ayat 31 dan Al Ahzab ayat 59. 

Pakaian dalam pandangan Islam juga dikaitkan dengan batasan aurat. Dalam hadits Nabi Saw disebutkan bahwa beliau Saw memalingkan wajah saat mendapati Asma’ binti Abu Bakar mengenakan pakaian berbahan tipis, kemudian beliau bersabda

Wahai Asma’ sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” (HR.Muslim)

Maka batasan seragam tentu seharusnya mengikuti konsep berpakaian yang benar di dalam Islam. 

Busana muslimah sejatinya adalah identitas kemuliaan bagi seorang perempuan. Bagi muslimah sendiri jilbab dan kerudung adalah bagian dari ibadah mereka kepada Allah Swt sekaligus menjaga kehormatan diri mereka. Allah Swt menegaskan di dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 59 yang artinya, “Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenali dan tidak diganggu."

Pada waktu ayat tersebut diturunkan para perempuan yang mengenakan jilbab (semacam pakaian kurung) tergolong perempuan merdeka sehingga mereka tidak mudah diganggu (sebagaimana budak).

Alhasil, pakaian yang sesuai tuntunan syariat Islam akan membawa kemuliaan bagi pemakainya. Tidak ada kaitan sama sekali dengan tuduhan intoleran atau pemaksaan kehendak. Sebaliknya cara berpakaian akan membawa pengaruh dalam interaksi di tengah masyarakat, menjaga mereka dari segala bentuk kerusakan. Di sinilah syariat Islam hadir sebagai solusi atas permasalahan hidup manusia. Penerapan syariat Islam secara kaffah akan mewujudkan kemaslahatan tidak hanya bagi Muslim tetapi juga nonmuslim. Allahu’alam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Hanan Kontributor NarasiPost.com
Previous
Ketika Si Kecil Tidak Mau Sekolah
Next
GeNose C19, Butuh Kehadiran Negara
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram