"Moderasi menjadi alasan dibolehkannya guru nonmuslim mengajar di sekolah madrasah. Padahal itu merupakan pintu pendangkalan akidah bagi generasi Islam"
Oleh. Risma Aprilia (Aktivis Muslimah Majalengka)
NarasiPost.Com-Pendidikan merupakan hal yang krusial dalam sebuah negara. Dari hasil pendidikan tersebut akan terlahir sebuah generasi penerus estafet kepemimpinan. Sehingga harus adanya perhatian lebih dari setiap sendi-sendi penunjang terlaksananya pendidikan tersebut.
Terlebih lagi di masa sekarang ketika negara mengemban pemikiran-pemikiran Barat, yakni ideologi kapitalisme demokrasi dengan asasnya sekularisme. Ideologi tersebut menanamkan pada benak setiap individunya kebebasan dalam setiap aspek, tak terkecuali dalam pendidikan.
Seperti baru-baru ini tersiar dalam sebuah laman berita, Analis Kepegawaian Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel, Andi Syaifullah, mengatakan kebijakan penempatan guru beragama Kristen di sekolah Islam atau madrasah sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia. tentang pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30. (sulsel.suara.com, 3/2/2021)
Moderasi menjadi alasan dibolehkannya guru nonmuslim mengajar di sekolah madrasah. Padahal itu merupakan pintu pendangkalan akidah bagi generasi Islam. Di mana mereka akan menganggap bahwa semua agama adalah sama, atau terbentuknya pemahaman sekular bahwa agama (Islam) tidak boleh ikut campur dalam urusan pendidikan.
Lantas Allah Swt berfirman dalam surat Ali 'Imran ayat 109 yang artinya:
"Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan hanya kepada Allah segala urusan dikembalikan."
Jadi segala sesuatu harus terikat dengan aturan Allah Swt. Begitu pula halnya dalam memilih guru pendidik di suatu sekolah apalagi sekolah tersebut berbasis Islam, seperti madrasah.
Di sisi lain, dalam sistem kapitalisme demokrasi yang dikedepankan ialah pembentukan soft skill dan hard skill, fasih berbicara soal link and match dengan industri atau pasar kerja. Namun yang disayangkan, minus dari penanaman nilai-nilai moral, apalagi identitas ideologi. Dalam hal ini penancapan karakter mereka sebagai seorang Muslim.
Karenanya, hasil dari pendidikan saat ini hanya dilihat dari seberapa banyak pemuda yang bisa bergelut dalam dunia kerja. Namun, pekerjaan tersebut ialah pekerjaan-pekerjaan yang diciptakan oleh perusahaan-perusahaan asing. Sedangkan dalam sistem Islam, pendidikan yang diterapkan diarahkan untuk membangun kepribadian Islam dalam diri seluruh anak didik. Bukan sekadar transfer ilmu. Namun harus bisa membangun pola pikir (aqliyah) Islam dan pola sikap (nafsiyah) Islam.
Islam memberikan suatu pemahaman yang menyeluruh tentang kehidupan. Pemahaman inilah yang kemudian memengaruhi tingkah laku dan perasaan. Oleh karena itu, anak-anak yang mendapatkan pemahaman Islam tidak sekadar melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam, akan tetapi mereka melaksanakannya dengan gembira dan ikhlas. Islam juga menganggap bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam terbentuknya para pemuda menjadi pemimpin dan pengatur umat di masa yang akan datang.
Negara juga wajib menyediakan fasilitas pendidikan yang mumpuni. Selain memberikan biaya pendidikan yang murah bahkan gratis, serta dibangunnya sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan mendirikan berbagai perpustakaan, laboratorium. Tenaga pengajar pun harus berakidah Islam, karena mereka lah yang akan mendidik para generasi agar memiliki aqliyah dan nafsiyah Islam.
Maka dari itu, ideologi Islam inilah yang semestinya dihadirkan sebagai asas pembangunan generasi, termasuk sebagai asas sistem pendidikan dan asas bagi sistem-sistem lainnya hari ini. Sehingga akan lahir SDM berkepribadian Islam yang paham tujuan penciptaan, yakni sebagai hamba Allah sekaligus sebagai khalifah pemakmur bumi, bukan perusak bumi.
Wallahu'alam bish-shawab.[]
Photo : Pinterest