Korupsi Sistemik Buah dari Paham Sekuler Kapitalis

Lemahnya penegakan hukum dalam atmosfir sistem bernegara demokrasi juga menjadi faktor susahnya memberantas korupsi di negeri ini"

Oleh. W. Wardani
(Pegiat Literasi)

NarasiPost.Com-Bak menguraikan benang kusut. Ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kasus korupsi yang mendera bangsa ini. Bahkan negara ini menduduki peringkat ke-3 se-Asia untuk kasus korupsi. Berbagai kasus mega korupsi sampai sekarang masih belum tuntas penyelesaiannya. Sudahlah kondisi keuangan negeri ini sulit, bahkan sampai berhutang untuk mencukupi pemasukan negara, akan tetapi ternyata banyak dana yang diselewengkan, digerogoti para tikus berdasi.

Kasus korupsi yang paling heboh saat pendemi yaitu korupsi dana bansos. Dana Bansos covid disunat 10 ribu rupiah per paketnya. Kalau dilihat nampak tidak seberapa, Namun ketika jumlah jutaan paket yang dikorupsi, maka total uang yang dikorupsi mencapi 17 triliun rupiah. Jumlah yang sangat fantastis! Tidak habis pikir, di tengah kesulitan yang diderita rakyat, masih ada oknum yang tega mengambil hak mereka.

Pelaku korupsi dana Bansos yaitu Menteri Sosial beserta para pejabat pembuat komitmen akhirnya berhasil diamankan KPK. Begitu juga para pengusaha yang terlibat kongkalikong dengan pelaku. Penyelidikan kasus Bansos pun terus bergulir. Dan ternyata menyeret oknum lain yang diduga terlibat. ‘Madam bansos’ petinggi dari partai banteng bemoncong putih, pun muncul dan sempat trending. Diduga uang hasil korupsi turut mengalir ke kantong “madam bansos’.

Korupsi dana bansos ini menjadi penegas bahwa korupsi tidak hanya melibatkan oknum. Tetapi juga secara sistemik terjadi. Oknum yang tertangkap bisa jadi hanya merupakan kaki tangan sang aktor di balik layar, yang memang dijadikan tumbal untuk menyelamatkan majikannya. Sedangkan Sang majikan tetap melenggang kangkung, tidak tersentuh hukum. Itulah mengapa upaya pemberantasan korupsi oleh KPK sampai ke akar-akarnya selalu menemui jalan buntu. Yang dihadapi KPK adalah korupsi sistemik bak gurita, yang tidak bisa tuntas hanya dengan memenggal tentakel-tentakelnya saja. Sudahlah lawannya gurita raksasa, KPK malah diperlemah kewenangannya. Kalau lembaga pemberantas korupsi ini tidak ampuh untuk menindak pelaku korupsi, bagaimana mungkin terwujud iklim bebas korupsi?

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi. Lemahnya ketakwaan individu akibat tergerus paham sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, bisa membuat seorang silau akan harta. Watak rakus ditambah adanya peluang mendorong nafsu seseorang untuk menumpuk harta. Yang penting dapat uang banyak, urusan halal dan haram tidaklah dihiraukan.

Faktor lainnya adalah praktik bernegara demokrasi yang diadosi. Sistem demokrasi yang lahir dari paham sekuler ini merupakan sistem yang berbiaya mahal. Untuk bisa memperoleh suara perlu modal yang tidak sedikit. Bahkan bisa mencapai miliaran rupiah digelontorkan untuk memuluskan jalan demi kekuasaan. Entah dari mana uang tersebut diperoleh. Makanya tidak heran ketika sudah menduduki jabatan tersebut, orientasinya hanyalah bagaimana cara mengembalikan modal. Proyek-proyek pemerintah yang empuk menjadi sasarannya. Begitulah siklusnya, selama sistem pemerintahan demokrasi yang dipakai, pemberantasan korupsi secara tuntas hanyalah ilusi. Karena sistem demokrasi ini bak media subur untuk tumbuh kembangnya korupsi.

Lemahnya penegakan hukum dalam atmosfir sistem bernegara demokrasi juga menjadi faktor susahnya memberantas korupsi di negeri ini. Para koruptor walaupun telah dipenjara tetapi mereka hanyalah pindah kamar. Penjara dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang menunjang kenyamanan. Bahkan sesekali mereka bisa keluar penjara untuk menghirup udara segar. Sudahlah begitu dapat diskon masa kurungan pula. Kalau sudah begini penjara tidak membuat mereka jera dan menyesali perbuatan buruknya.

Sayang nampaknya rezim tidak begitu serius untuk menangani korupsi. Tidak ada upaya rezim untuk meningkatkan ketakwaan rakyatnya. Tidak ada upaya untuk rezim untuk melepaskan diri dari sistem pemerintahan demokrasi. Upaya yang dilakukan malah kontradiktif. Seperti pelemahan kewenangan KPK, yakni dengan merevisi RUU KPK dan penggantian pengurusnya, memberikan keringanan hukuman kepada para koruptor. Ini sekaligus mengonfirmasi bahwa pemerintah tak serius berantas korupsi. Kalau sudah demikian tidak heran korupsi susah diberantas. Padahal rakyat menunggu aksi konkrit pemberantasan para tikus berdasi ini.

Inilah potret negara yang mengambil paham sekuler kapitalis menjadi mabdanya. Bertolak belakang dengan paham sekuler kapitalis, Islam sebagai mabda mempunyai seperangkat aturan yang menjadi solusi tuntas pemberantasan korupsi. Negara dengan sistem bernegara yang mengadopsi paham Islam, bertindak berdasarkan nash-nash syara yang berasal dari Sang Maha Pencipta.

Negara akan menjaga tingkat ketakwaan individu. Pintu-pintu kemaksiatan yang bisa menggoyahkan akidah rakyatnya akan ditutup rapat-rapat. Negara akan menciptakan tercapainya masyarakat Islam, yaitu masyarakat yang mempunyai satu pemikiran, satu perasaaan dan adanya aturan yang mengatur mereka. Amar makruf nahi munkar menjadi budaya dalam masyarakat. Saling menginggatkan kalau ada yang salah. Dalam suasana yang demikian invidu akan merasa malu jika melakukan pelanggaran hukum syara.

Seiring dengan penjagaan ketakwaan individu, negara yang berlandaskan Islam juga akan mencukupi kebutuhan rakyatnya. Hal ini karena dalam Islam kewajiban pemimpin adalah menjamin ditegakkannya hukum syara dan mengurusi urusan rakyatnya. Negara dengan sistem ekonomi Islam dan dengan bermodal SDA yang melimpah, akan menciptakan banyak lapangan kerja, Rakyat pun akan dipekerjakan dengan gaji yang layak sesuai dengan akadnya. Karena akad merupakan janji, baik pekerja dan pemberi pekerja, berbekal ketakwaan, mereka akan melaksanakan akad tersebut dengan sebaik-baiknya. Suasana kerja pun akan dipenuhi atmosfir ketakwaan kepada Allah, yang akan menutup peluang individu untuk berbuat curang, dan menjamin keadilan.

Dalam sistem bernegara yang berlandasakan Islam, jabatan merupakan amanah. Bukan sesuatu yang diperebutkan layaknya jabatan dalam sistem perintahan demokrasi. Pejabat dalam Islam ditunjuk oleh khalifah. Jadi tidak melalui mekanisme pemilu yang berbiaya mahal dan manipulatif. Orang yang dipilih tetantu saja yang bertakwa, adil, amanah, jujur,dan mampu. Dengan demikian tidak dimungkinkan terjadinya politik uang untuk meraih kekuasaan. Pejabat pun akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya. Dia paham bahwa nanti ia akan dimintai pertanggungjawaban perihal kepemimpinannya kelak.

Sebagai tindakan preventif praktek korupsi, seorang yang ditunjuk sebagai pejabat wajib melaporkan kekayaannya sebalum dan sesudah menjabat. Jika ada selisih yang luar biasa jumlahnya, negara Islam bisa mengambilnya, memberikan sanksi kepada pelakunya. Penerapan sanksi yang tegas dalam Islam, akan membuat koruptor jera. Koruptor akan dihukum ta’zir berupa pewartaan melalui berbagai media, penyitaan harta, pengurungan bahkan hukuman mati.

Sekarang pilihan berpulang kepada kita. Kalau memang serius ingin menuntaskan kasus korupsi, negara yang berbasis sistem Islam lah pilihanya. Sistem Islam dalam bingkai khilafah (Daulah Islam) jika diterapkan akan membawa keberkahan bagi semua. Wallahu a’lam[]

Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
W. Wardani Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Ibrah Pandemi
Next
Mendidik Anak Mengenakan Hijab
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram