Rasulullah Saw., bersabda,
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh. Fitria Zakiyatul Fauziyah Ch
(Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)
NarasiPost.Com-Indonesia menangis. Diketahui, bencana dan musibah di awal tahun yang bertubi-tubi telah melanda negeri ini dan menambah derita di masa pandemi. Bencana alam yang terjadi didominasi banjir, tanah longsor, puting beliung, gempa bumi, dan gelombang pasang. Global Footprint Network mencatat pada tahun 2020, Indonesia mengalami defisit ekologi sebanyak 42%. Angka ini menunjukkan, konsumsi terhadap sumber daya lebih tinggi daripada yang saat ini tersedia dan akan menyebabkan daya dukung alam terus berkurang.(mediaindonesia.com, 11/02/2021)
Mengutip dari laman IPB University, Guru Besar IPB University dari Departemen Ekonomi Sumber daya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM), Prof. Dr. Akhmad Fauzi, turut menanggapi.
Prof. Dr. Akhmad Fauzi mengatakan bahwa kebijakan pembangunan ekonomi di Indonesia masih belum memperhatikan modal alam secara serius. Saat ini indeks modal alam Indonesia masih rendah, yaitu di urutan ke-86. Padahal negara tropis umumnya ada di peringkat 10 besar urutan index modal alam.
Ini semua terjadi misalnya disebabkan oleh alih fungsi lahan. Daya tampung air yang semakin berkurang, hilangnya hutan akibat kegiatan manusia (deforestasi) yang semakin masif mendorong terjadinya iklim yang dapat berpengaruh besar pada curah hujan ekstrem.
Tentu hal tersebut menjadikan perekonomian negeri ini makin melemah. Sebab membiarkan modal alam berakibat pada memperbesar angka kesenjangan ekonomi. Pantas apabila hal ini diklaim sebagai defisit ekologi.
Karena itu, sudah seharusnya kita memperhitungkan sejak awal dan saat ini, apa dampaknya akan separah ini jika bumi kian hari digerogoti nafsu kapitalisme tanpa mencermati aspek ekologisnya? Sebab sampai saat ini kapitalisme menyuarakan untuk memperhatikan ekologi, padahal selalu kalah nyaring dengan kepentingan ekonomi.
Ekologi Defisit, Ekonomi Pailit
Indonesia kian hari kian terpuruk, apalagi di tengah pandemi yang melanda. Besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) dan pendapatan rumah tangga tidak tampak adanya korelasi dengan kerusakan alam yang harus dibayar.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata upah gaji karyawan atau buruh per Agustus 2020 turun 5,2 persen, dari Rp2,89 juta menjadi Rp2,76 juta. Indikasi lain, data Gaikindo mencatat penjualan merek premium dan mewah relatif tidak terpengaruh karena masyarakat kelas atas cukup kokoh dalam perekonomiannya.
Di sisi lain, posisi utang pemerintah Indonesia hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp6.074,56 triliun. Angka ini naik Rp1.296,56 triliun dalam setahun. Pemerintah tentu perlu mengguyur anggaran stimulus yang besar untuk menjaga kondisi perekonomian di tengah pandemi yang semakin memburuk.(cnbcindonesia.com, 17/02/2020)
Sungguh jelas kerugian bagi negeri ini. Saat satu sumber daya alam dieksploitasi, tapi tidak ada pengaruh sedikit pun dalam menuntaskan kemiskinan rakyatnya. Disparitas ekonomi kelompok atas dan kelompok bawah semakin timpang. Pandemi hanya menjadikan si miskin semakin menderita, dan si kaya semakin sejahtera.
Distribusi Ekonomi dalam Islam
Sumber daya alam yang ada di dunia ini memiliki jumlah yang cukup untuk manusia hingga hari kiamat. Khususnya Indonesia, Allah Swt., memberikan negeri ini kekayaan alam yang melimpah, sampai diberi julukan "Gemah Ripah Loh Jinawi". Sumber daya alam akan terasa kurang apabila disikapi dengan keserakahan manusia. Dan yang menjadikan cukup adalah keberkahan.
Seperangkat aturan kapitalis dalam sistem demokrasi, membuat harta kepemilikan umum tidak terdistribusi secara merata bagi seluruh manusia. Padahal, sejatinya harta yang terkategori kepemilikan umum itu haram untuk dimiliki secara pribadi.
Rasulullah Saw., bersabda,
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadist tersebut menegaskan bahwa sumber daya alam, baik hayati dan nonhayati merupakan kepemilikan umum, maka manusia berserikat dalam memilikinya. Oleh karena itu, sumber daya alam tidak boleh dimiliki atau dikuasai secara individu atau pribadi, beberapa individu maupun negara. Harta semacam ketiganya itu merupakan kepemilikan umat secara berserikat. Namun, agar semua dapat mengakses dan mengambil manfaat dari ketiganya, maka negara dapat mewakili masyarakat mengelola dan mengatur pemanfaatan kepemilikan umum itu. yakni agar semua masyarakat bisa dengan mudah mengakses dan mendapatkan manfaat secara adil dan merata dari harta-harta milik umum tersebut.
Di samping hal itu, dalam sistem Islam, negara harus menjamin terwujudnya ketahanan ekonomi dalam masyarakat. Sistem ekonomi Islam yang diterapkan oleh negara Islam, mengharuskan adanya sirkulasi kekayaan di antara seluruh masyarakat, sehingga tidak hanya berputar di antara segelintir orang saja. Apabila di tengah masyarakat terjadi ketimpangan pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, maka negara Islam akan sigap mengatasinya dengan mewujudkan ekonomi yang seimbang. Seperangkat aturan dalam Islam menjamin distribusi harta dengan baik dan tepat, yakni dengan menentukan tata cara pengelolaan kepemilikan, serta menyuplai orang yang tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan dasarnya, baik sandang, pangan, dan papan. Harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang berasal dari Baitul Mal merupakan milik seluruh kaum muslim.
Adapun hanya negara Islam yang mampu mewujudkan aturan Allah dan Rasul-Nya terkait dengan pengelolaan sumber daya alam yang tetap memperhatikan aspek ekologi. Negara manapun yang menerapkan sistem demokrasi-kapitalisme tidak akan mampu menyejahterakan masyarakat sebagaimana negara Islam mampu mewujudkannya.
Wallaahu a'lam bish-shawwab[]
Photo : Google