Maraknya warung daging anjing di tengah penduduk mayoritas muslim membuktikan pemerintah abai dan tidak tegas dalam menindaknya.
Oleh. Mia Agustiani, A. Md.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Peternakan (DPKPP) Kota Solo mencatat terdapat 27 warung yang hingga kini aktif menjual olahan daging anjing. Puluhan warung itu bahkan tercatat mengolah 90 hingga 100 ekor anjing untuk disajikan setiap hari. Ketua DPKPP Solo Eko Nugroho Isbandijarso menyebut catatan itu diperoleh setelah dinas tersebut melakukan pendataan terkait warung olahan daging anjing yang tersebar di Solo (www.cnnindonesia.com, 13/01/2024).
Demi Cuan, Keharaman Dilanggar
Fakta yang cukup mencengangkan mengingat makanan haram justru dijual bebas dalam lingkungan masyarakat yang mayoritasnya adalah muslim. Meski 27 warung yang menjual bebas olahan daging anjing telah diketahui, namun tidak ada tindakan tegas.
Lantas, kenapa masyarakat yang mayoritas muslim masih saja mengolah bahkan menjual bebas daging anjing? Apa yang menyebabkan maraknya hal ini terus terjadi hingga kini? Para pemilik warung bukan satu-satunya pihak yang patut disalahkan karena ternyata warung daging anjing tetap eksis dan kian marak karena banyak permintaan dari pelanggan.
Jadi, jumlah peminat yang tinggi menjadi pendorong bagi para pedagang untuk tetap menyediakannya. Bahkan ketika mengalami pencegahan, mereka akan melakukannya secara tersembunyi bahkan terorganisir. Jumlahnya pun terhitung fantastis yaitu 90 hingga 100 ekor anjing setiap harinya.
Oleh karena itu, tanpa mengindahkan halal haram mereka tetap memenuhi keinginan untuk menikmati hal yang jelas dilarang oleh agama Islam. Di mana akal sehat mereka? Ketaatan mereka tertutupi oleh nafsu semata.
Anjing merupakan binatang karnivora atau binatang pemakan daging yang bertaring. Maka, anjing termasuk dalam hewan yang disebutkan dalam sabda Nabi saw., "Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan" (HR. Abu Hurairah)
Pilihan yang mengutamakan pemenuhan keinginan memakan daging anjing tersebut dipengaruhi oleh kebebasan yang berasal dari paham liberalisme. Oleh sebab itu, mereka merasa bebas memakan apa pun tanpa mau diatur oleh aturan Islam. Halal haram tidak dijadikan tolok ukur dalam memakan sesuatu. Padahal, Islam mengatur makanan yang kita makan haruslah halal serta tayib.
Allah Swt. telah memerintahkan manusia untuk memakan apa yang halal, sehingga makanan yang dianggap haram oleh syariat hendaknya untuk ditinggalkan. Perintah-Nya ini tercantum dalam surah Al-Baqarah ayat 168.
Langkah yang ditempuh oleh pemerintah saat ini hanya menjadi "pemadam kebakaran". Tindakan hanya dilakukan ketika ada kasus mencuat ke permukaan. Penanganan dari hulu ke hilir juga tidak tuntas. Terbukti dengan maraknya warung yang menjual olahan daging anjing yang terus beroperasi hingga kini. Sebenarnya hal ini sudah cukup menjadi gambaran lemahnya aturan yang menjamin kehalalan makanan.
Biang keroknya adalah penerapan demokrasi kapitalisme yang hanya menilai sesuatu dengan uang. Segalanya boleh menjadi bisnis asal mendatangkan keuntungan. Kapitalisme hanya melihat sesuatu dari asas manfaat tanpa melihat standar halal haram.
Islam Mengatur Makanan Halal
Islam bukan hanya agama, tapi aturan yang harus diterapkan dalam kehidupan. Maka Islam memiliki seperangkat aturan yang akan mengatur kehalalan makanan. Aturan ini akan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Jaminan halal akan difasilitasi, yaitu mulai dari daging hewan harus disembelih dengan menyebut nama Allah hingga bahan-bahan lainnya yang diperlukan dalam proses sampai ke tangan konsumen. Hal ini sebagai bukti nyata bahwa negara hadir sebagai penjamin kehalalan makanan bagi masyarakat.
Negara yang hadir dalam menjamin produk halal telah mendukung masyarakat untuk tunduk pada aturan Allah karena upaya memilih makanan halal merupakan perwujudan ketaatan kepada Allah. Setiap pedagang juga akan memastikan kondisi kehalalan makanan sebelum diperjualbelikan.
Negara dalam hal ini para penguasa, tidak akan abai karena mereka memahami bahwa kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Mereka harus bisa membuktikan bahwa telah mengurusi umat dengan baik sesuai dengan syariat-Nya.
Rasulullah sebagai sosok teladan terbaik telah mengajarkan bahwa beliau menyembelih hewan dengan menyebut nama Allah. Begitu pula dicontohkan pada masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin di mana ada aturan mengenai pelarangan meminum khamar ataupun minuman beralkohol karena syariat telah mengharamkannya.
Larangan tersebut memiliki sanksi yang tegas. Misalnya saja pada masa Khalifah Abu Bakar yang memberlakukan hukuman cambuk 40 kali bagi yang melakukan pelanggaran. Pada masa Khalifah Umar Bin Khattab memberlakukan hukuman cambuk 80 kali dan penolakan kesaksian.
Hukum ini terus diterapkan hingga masa Kekhalifahan Utsman Bin Affan dan juga Ali Bin Abi Thalib. Demikianlah sejarah Islam telah mencatat bahwa aturan Islam mengatur dengan tegas untuk melindungi umat dari minuman serta makanan yang tidak halal. Sanksi tegas tersebut diterapkan agar umat takut dan menghindari dosa besar.
Betapa indahnya saat aturan Islam diterapkan dalam kehidupan. Umat akan memiliki akses yang mudah untuk taat kepada Allah.
Tidak seperti sekarang yang hanya menghadirkan undang-undang berkaitan dengan produk halal, tetapi tidak bisa menjamin kehalalannya. Wajar jika saat ini banyak terjadi pelanggaran, karena penerapan hukum yang lemah buatan manusia. Selama aturan Allah tidak dipakai, maka pelanggaran akan terus terjadi di tengah masyarakat.
Setelah melihat fakta yang ada, apakah masih mau hidup tanpa aturan Allah? Bersegeralah pada ampunan Allah dan segera melaksanakan syariat-Nya.
Wallahu a'lam bishawab. []
Innalillah, sistem gila ini menghalalkan segala cara. Bahkan banyak kaum muslim yang terjerumus ke dalam bisnis haram. Naudzubillah
Barokallahu fiik, Mbak
Astaghfirullah ngeri sekali bacanya
Wes to, demi cuan apa pun akan dilakukan walaupun melanggar ketetapan syariat Allah. Hmmm, falsafah kapitalisme sudah melekat erat di dalam umat manusia, ditambah negara pun tidak tegas dalam memberikan sanksi. Sudahlah, islam solusi tuntasnya.
Demi cuan, haram pun tetap dikerjakan. Beginilah hidup dalam sistem yg rusak.
Ngeri ya, begitu bebasnya makanan haram diperdagangkan di negeri ini. Inilah sejatinya salah satu bukti kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya dari segala keharaman dan kerusakan.
Pas saya ke Mojokerto juga ada yang jual soto "dog". Miris banget.
Hubungan manusia dgn dirinya sendiri, terutama dalam hal makan saja tidak bisa d selesaikan di zaman kapitalis ini ya
Hidup di sistem sekuler memang tidak ada rasa aman dan nyaman karena ada warung yang jual daging begituan dekat komplek yang mayoritas muslim. Bahkan kaum muslim sendiri ada yang santai aja makan daging tersebut.
Fakta yang bikin miris.
Suatu hari, ketika daulah Islam tegak untuk kedua kalinya, maka diperbolehkan kaum kafir dan musyrikin yang tunduk pada aturan Islam, untuk beribadah sesuai dgn agamanya, termasuk mejual dan membeli serta mengonsumsi makanan yg diharamkan oleh Islam, seperti daging babi, anjing, dan lain-lain. Hanya saja itu dilakukan di dalam komunitas mereka tidak bercampur baur dengan kaum muslim. Berbeda dengan saat ini, di alam demokrasi kapitalis liberal, seakan kaum kufar itu bebas saja melakukan jual beli makanan yang diharamkan oleh kaum muslim. Karena apa? Karena negara tidak melarang secara tegas. Bahkan terkesan negara memberi kebebasan. Sebagai muslim, harus lebih hati-hati lagi memilih makanan berbahan dasar daging.
Ya Allah, koq bisa daging anjing bebas terjual di tempat yang mayoritas muslim.. apa tidak bahaya ta???