Tampak bahwa upaya relaksasi kredit Covid-19 bukan demi kemaslahatan rakyat, namun secara tidak langsung ditujukan untuk mengundang investor.
Oleh. Haifa Eimaan
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana akan mengakhiri relaksasi kredit Covid-19 pada Maret 2024. Awalnya, relaksasi kredit ini direncanakan berakhir penuh pada Maret 2023, tetapi OJK telah memperpanjangnya secara terbatas kepada tiga segmen dan wilayah tertentu saja hingga Maret 2024. Tiga segmen tersebut adalah UMKM yang mencakup seluruh sektor; bisnis penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman; serta industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan industri alas kaki. Adapun wilayah yang mendapatkan perpanjangan relaksasi kredit Covid-19 yaitu Bali. (finansial.bisnis.com, 20/1/2024)
Pulihnya perekonomian setelah pandemi dinilai oleh OJK minim risiko gagal bayar oleh debitur. Menurut OJK, pihak perbankan tidak perlu khawatir dengan kredit macet yang kelak akan memengaruhi kinerja bank secara keseluruhan. Sebelum kebijakan ini diputuskan, OJK telah memastikan kesiapan perbankan, termasuk melakukan mitigasi dalam menghadapi berakhirnya relaksasi kredit Covid-19.
Mekanisme Restrukturisasi Kredit Covid-19
Relaksasi kredit bermakna pelonggaran syarat-syarat kredit untuk memberikan kemudahan bagi nasabah bank. Istilah ini erat kaitannya dengan restrukturisasi kredit. Adapun mekanisme restrukturisasi kredit Covid-19 yang diterapkan selama ini beragam bentuknya, mulai dari penurunan suku bunga, perpanjangan waktu, hingga pengurangan tunggakan pokok dan kredit. Selain itu, bisa juga dilakukan penambahan fasilitas kredit dan konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara. Pemberian jangka waktunya pun bervariasi sesuai kesepakatan antara debitur dengan bank. Lama restrukturisasi bisa sampai maksimal 1 tahun.
Dikabarkan oleh finance.detik.com, 9/8/2021, nilai restrukturisasi kredit perbankan mencapai 999,7 triliun rupiah untuk 7,97 juta debitur. Dari angka tersebut, 392 triliun rupiah diajukan oleh 6,17 juta debitur dari pelaku usaha UMKM. Pada bulan Juli 2022, OJK melaporkan bahwa nilai restrukturisasi kredit menyusut menjadi 560,41 triliun rupiah. (katadata.com, 2/7/2022)
Ancang-Ancang Bank Menghadapi Relaksasi Kredit Covid-19
Atas kebijakan ini, perbankan di Indonesia menghadapi tantangan dalam melakukan restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19. Bank-bank melakukan penambahan pencadangan. CIMB Niaga telah meningkatkan pencadangannya, dengan cakupan NPL (Non Performing Loan) 267,1% pada Q3 2022 dan LAR (Loan to Asset Ratio) dari 42,6% menjadi 50,4% pada Q3 2023. Bank BJB juga menghadapi tantangan dalam merespons pandemi ini, dengan LAR turun dari 42,6 % menjadi 50,4% pada Q3 2023. Bank Oke Indonesia dikritik karena lambatnya respons terhadap pandemi, dengan stres tes menunjukkan bahwa pinjaman berisiko tinggi menjadi NPL. Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan mengingatkan, restrukturisasi kredit tidak akan signifikan bagi perbankan, dengan cakupan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) sebesar 56%. NPL gros juga mengalami peningkatan, NPL gros meningkat dari 2,42% pada Oktober 2023 menjadi 2,36% pada November 2023. (finansial.bisnis.com, 20/1/2024)
Siapa Diuntungkan dan Dirugikan?
Jika restrukturisasi kredit Covid-19 dicabut, beberapa pihak yang dapat diuntungkan adalah sebagai berikut ini.
Pertama, bank dan lembaga keuangan. Ketika restrukturisasi kredit Covid-19 dicabut, pihak yang paling diuntungkan adalah bank dan lembaga keuangan. Kedua lembaga ini akhirnya dapat mengembalikan fokus pada aktivitas kredit dan berpotensi memberikan keuntungan yang lebih besar. Selain itu, dengan dicabutnya restrukturisasi kredit, bank juga dapat mengurangi risiko kredit bermasalah (NPL) yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan mereka.
Kedua, kreditor dan pemegang saham juga diuntungkan dari pencabutan restrukturisasi kredit Covid-19. Kebijakan tersebut dapat meningkatkan kepercayaan investor dan pemegang saham terhadap kinerja keuangan bank sehingga memberikan dampak positif terhadap harga saham dan nilai perusahaan.
Ketiga, kondisi perekonomian negara secara keseluruhan. Pencabutan restrukturisasi kredit Covid-19 diyakini menjadi indikator positif bagi pemulihan ekonomi secara keseluruhan. Pelaku pasar menganggap kondisi ekonomi telah membaik, aktivitas bisnis, dan kegiatan ekonomi lainnya telah kembali normal. Dengan demikian, kebijakan ini dapat memberikan kepercayaan kepada pelaku usaha dan masyarakat umum untuk mengambil langkah-langkah ekonomi yang lebih proaktif.
Dari paparan di atas, tampak bahwa upaya relaksasi kredit Covid-19 secara tidak langsung ditujukan untuk mengundang investor. Lingkungan yang stabil berpotensi menarik minat investor untuk berinvestasi dalam bisnis-bisnis yang mengalami perbaikan kondisi finansial. Tidak hanya itu saja, hal ini merupakan sinyal positif kepada investor terkait dengan kinerja sektor keuangan dan perekonomian secara keseluruhan.
Akan tetapi, pencabutan restrukturisasi kredit Covid-19 bisa berdampak negatif pada debitur yang bisnisnya belum pulih. Debitur, terutama usaha kecil dan menengah, bisa saja tetap menghadapi kesulitan dalam memenuhi kewajiban finansial mereka. Pada gilirannya, bisa menimbulkan kredit bermasalah (NPL).
Ilusi Kemaslahatan Rakyat dalam Kapitalisme
Dalam sistem kapitalisme, tidak ada kebijakan yang murni membela kepentingan rakyat. Sebagian sebuah sistem kehidupan, kapitalisme cenderung menciptakan kesenjangan dengan mengutamakan kepentingan para pemilik modal dan investor. Dalam sistem ini, persaingan pasar dan keuntungan perusahaan menjadi fokus utama tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi masyarakat. Tidak heran bila kekayaan sering kali terkonsentrasi di tangan segelintir individu atau badan usaha, dalam kasus ini adalah perbankan. Sementara itu, ada pihak lain yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk melunasi kredit.
Pandangan para kapitalis terhadap keberadaan manusia tidak lebih sebagai salah satu alat produksi. Artinya, kapitalisme memandang manusia sebagai materi yaitu sebatas tenaga kerja. Mereka sama sekali tidak menyertakan sisi kecenderungan manusia yang memiliki perasaan, naluri spiritual, maupun sisi-sisi humanis lainnya. Oleh sebab itu, tidak heran juga bila kebijakan yang diambil senantiasa “memenangkan” para pemilik modal. Sebagai contoh saat pandemi Covid-19, negara tidak memberlakukan pemutihan atas bunga pinjaman, tetapi hanya memberikan relaksasi kredit. Para debitur diberi kelonggaran dalam jangka waktu tertentu untuk melunasi kreditnya.
Islam Wujudkan Kesejahteraan
Sistem ekonomi Islam bertumpu pada sektor riil, seperti jual beli, syirkah, pinjam-meminjam, perdagangan, ijarah, persewaan dan lainnya. Realitas perekonomian semacam ini eksis selama lebih dari 13 abad. Dalam sistem ekonomi Islam tidak dikenal sektor nonriil atau moneter. Sebagai contoh, Islam menetapkan mata uang dinar dan dirham sebatas alat tukar dan haram menjadi komoditas yang diperjualbelikan. Sebaliknya, kapitalisme justru menjadikan uang sebagai alat tukar sekaligus komoditas perdagangan.
Selain mengharamkan praktik memperdagangkan uang, Islam sangat tegas melarang praktik-praktik ribawi, transaksi saham perseroan terbatas, dan transaksi di pasar komoditas berjangka. Larangan ini mencegah instabilitas perekonomian negara dan tentu saja bakal menyelamatkan manusia dari siksa api neraka atas praktik riba.
Allah Swt. berfirman di dalam surah Al-Baqarah ayat 278.
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوۡا مَا بَقِىَ مِنَ الرِّبٰٓوا اِنۡ كُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِيۡنَ
Artinya, "Hai orang-orang beriman, bertakwalah engkau kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum diambil), jika kamu orang-orang yang beriman."
Di ayat lain, masih di surah Al-Baqarah yaitu ayat 275, Allah Swt. berjanji akan memasukkan para pelaku riba ke dalam neraka dan mereka kekal di dalamnya.
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا ؕ فَمَنۡ جَآءَهٗ مَوۡعِظَةٌ مِّنۡ رَّبِّهٖ فَانۡتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَؕ وَاَمۡرُهٗۤ اِلَى اللّٰهِؕ وَمَنۡ عَادَ فَاُولٰٓٮِٕكَ اَصۡحٰبُ النَّارِۚ هُمۡ فِيۡهَا خٰلِدُوۡنَ
Artinya, "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah mengetahui larangan dari Rabb-nya, laIu berhenti memungut riba, baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan) dan urusannya (terserah) kepada Allah. Sedangkan orang yang kembali (mengambil riba), orang itu adalah penghuni-penghuni neraka yang mereka kekal di dalamnya.”
Berdasarkan dua ayat ini, sistem perekonomian Islam berjalan tanpa riba. Sektor nonriil terus bertumbuh. Hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Khatimah
Atas rencana kebijakan mengakhiri relaksasi kredit Covid-19, idealnya para debitur hanya diminta membayar sejumlah utang pokoknya, tanpa bunga. Alasannya jelas, Allah Swt. mengharamkan riba. Demikian pula, negara hendaknya mengganti tumpuan perekonomiannya dari sektor nonriil menjadi sektor riil yang lebih dapat menstabilkan perekonomian negara. Namun, sistem perekonomian Islam ini hanya satu rangkai dari serangkaian sistem yang ada di dalam sistem pemerintahan Islam. Kegemilangan penerapan syariat Islam hanya bisa dinikmati dalam Khilafah.
Wallahu a'lam bishawab. []
Ya Rob, ada aja ide busuk kapitalisme untuk mengencangkan hegemoninya dalam ekonomi
Barokallahu fiik, Mbak
Betul, Mba.
Akal bulus Mereka banyak untuk keuntungan pribadi mereka.
Bener Mba, dalam Kapitalisme tidak ada satu pun kebijakan yang dibuat murni untuk kepentingan rakyat, sebaliknya semua dibuat berdasarkan untung rugi, hasil kongkalikong antara penguasa dan investor...
Ideologi yang benar-benar individualistis
Rakyat kecil terkucil dalam sistem rusak dan merusak yaitu liberalisme ekonomi semakin menyengsarakan kaum lemah, tetapi membuat surgawi bagi mereka yang cinta dunia yang fana. Barakallah penulis.
Karena alasan ini orang-orang berlomba-lomba untuk mengeruk kekayaan yang sebesar-besarnya , bertransformasi menjadi kapitalis hingga mereka mendapat privilege dari penguasa
Betul. Dalam sistem kapitalisme, kebijakan yang dibuat tidak murni membela kepentingan rakyat, tetapi lebih mengutamakan kepentingan para pemilik modal dan investor.
Belum lagi adanya riba yang jelas diharamkan oleh Allah justru jadi tumpuan perekonomian. Makin berat masalahnya.
Keburukan dan kemaksiatan yang demikian nyata ini ternyata masih banyak juga yang membelanya. Artinya perjuangan untuk menegakkan Syariah masih panjang
Jadi ingat pas masih Covid-19, saat kebijakan relaksasi kredit diberlakukan. Para pelaku UMKM agak merasa sedikit bisa bernapas. Tapi tetap saja itu bukanlah solusi bagi rakyat. Eh, tapi negara dengan prinsip untung rugi ini memang tidak pernah serius mewujudkan kesejahteraan.
Sekarang para pelaku UMKM kembali sesak ya mbak, karena masa relaksasi kredit covid-nya sudah selesai
Ya, benar yaa. Di dalam sistem kapitalisme itu tak ada yang benar-benar membela rakyat. Hal yang dilihat sebagai solusi pun malah mendatangkan kembali masalah. Soal pinjaman ribawi rakyat menganggap itu solusi atas persoalan ekonomi mereka. Sampai lupa betapa sulitnya membayar pinjaman beserta bunga.
Ideologi kapitalisme ini adalah ideologi yang menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Akhirnya menjadi lingkaran setan masalah yang tidak habis-habis
Pembahasan yang cukup berat untuk dipahami masyarakat umum. Bagaimana pun juga dalam sistem kapitalisme pihak bank tidak akan pernah mau merugi meskipun ada perubahan kebijakan dalam pinjam meminjam. Barakallahu fiik untuk penulis
Betul, mbak.
Pembahasannya berat dan saya perlu belajar lebih lagi (banyak hal) untuk memahami persoalan-persoalan ekonomi termasuk cara penyelesaiannya.
Barakallah mbak Haifa. Memang tuh kapitalisme standar hanya keuntungan, akhirnya nyawa manusia tidak ada harganya. Padahal dalam Islam nyawa sangat dijaga banget dalam Islam
Kalau sudah membahas soal nyawa, tidak ada ideologi yang sangat memperhatikan perlindungan atas nyawa manusia selain Islam. Dan kapitalisme memang sangat buruk dalam upaya memberikan perlindungan bagi jiwa-jiwa manusia ini.
Wa fiik barakallah, Mba Komariyah
Baarakallaah Mbak, mantap.
Wa fiik barakallah, Mba Mariyah
MasyaAllah, barakallah Mba Haifa.
Ilmu yang kupelajari belum sampai pada pembahasan tentang ekonomi Islam. Jadi menurutku ini tulisan sangat bagus. Menambah wawasan.
Wa fiik barakallah, Mba Yuli Juharini 🙂
Selain tidak berkah, mekanisme keuangan dalam sistem kapitalis rumit. Belum lagi jika berurusan dengan akad. Pasal-pasal yang bisa saja merugikan pihak yang meminjam. Kasihan ya, hidup dalam sistem yang melihat manusia berpotensi hanya sebagai penghasil cuan. Mantab tulisannya, mba. Barokallohu fiik
Nah, betul banget, Mba.
Urusannya rumit apalagi terkait dengan akad yg kalau diteliti banyak batilnya
Barakallah mbak Haifa . Ini artikel yang berat, perlu orang2 keren untuk menulis artikel seperti ini.
Wa fiik barakallah Mba Isti 🙂