Makin tinggi angka pertumbuhan ekonomi berarti makin banyak tanah dirampas, makin luas kerusakan lingkungan, makin banyak rakyat yang dikorbankan.
Oleh. Novianti
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengabarkan prediksi perekonomian Indonesia di 2024. Diberitakan detik.com (06/01/2024), bendahara negara tersebut optimis perekonomian Indonesia akan menjanjikan karena Indonesia berhasil menutup 2023 dengan meraih pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Angka pertumbuhan akan terus dikejar hingga mencapai 7% dengan cara meningkatkan investasi. Di akhir masa jabatannya, Presiden Jokowi memasang target investasi di 2024 sebesar Rp1650 triliun, naik dari target 2023 sebesar Rp1.400 triliun. Makin besar investasi akan mendongkrak angka pertumbuhan ekonomi.
Namun, apakah naiknya angka pertumbuhan ekonomi berkorelasi dengan perbaikan kesejahteraan rakyat?
Jebakan Tersembunyi
Di dalam sistem kapitalis, angka pertumbuhan ekonomi adalah alat ukur keberhasilan pembangunan negara. Publik terus diyakinkan bahwa negara baik-baik saja selama bisa mempertahankan angka pertumbuhan. Apalagi di tengah kencangnya ketidakpastian yang mewarnai dunia. Pertumbuhan ekonomi global saja menurut Bank Dunia dan IMF hanya pada kisaran 2.4% dan 2.9%. Bukankah suatu prestasi ketika Indonesia bisa mencapai angka pertumbuhan 5%?
Hakikatnya angka pertumbuhan ekonomi adalah sebuah jebakan. Kenaikan angka pertumbuhan ekonomi berbanding terbalik dengan nasib rakyat yang justru makin terpuruk.
Investasi terus digenjot melalui berbagai proyek, tetapi tidak dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat. Digadang-gadang bisa membuka lapangan pekerjaan, realitasnya didominasi sektor padat modal sehingga serapan tenaga kerjanya rendah. Angka pengangguran masih tinggi mencapai 7,86 juta orang per Agustus 2023, dari total 147,71 juta angkatan kerja. Para pekerja lebih banyak bekerja di sektor informal dengan upah UMR atau lebih rendah.
Malah di beberapa daerah, investasi merugikan masyarakat setempat seperti saat pembangunan Sirkuit Mandalika. Banyak di antaranya kehilangan tanah dan beberapa warga belum memperoleh kompensasi penuh. Sirkuitnya juga malah merugi hingga ratusan miliar.
Kerusakan lingkungan pun merupakan ancaman nyata. Pada beberapa tempat seperti di Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, lahan beralih fungsi dan mengalami kerusakan parah. Apalagi dalam dekade terakhir, ekstraksi sumber daya alam dan ekspor komoditi primer menguat seperti pertambangan batu bara atau bijih logam.
Kerusakan dan kerugian yang dialami masyarakat akibat jor-joran investasi di tengah regulasi yang semakin longgar bagi para kapital dengan penerapan undang-undang cipta kerja, menjadikan angka pertumbuhan bermakna kemunduran. Makin tinggi angka pertumbuhan ekonomi berarti makin banyak tanah dirampas, makin luas kerusakan lingkungan, makin banyak rakyat yang dikorbankan.
Investasi Bukan ntuk Rakyat
Dalam sistem kapitalis, investasi wajib karena penggerak roda ekonomi. Tetapi investasi triliunan itu tidak mengubah kehidupan jutaan rakyat. Mereka tetap miskin. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Garis Kemiskinan pada Maret 2023 tercatat sebesar Rp550.458/kapita/bulan atau secara rata-rata adalah sebesar Rp2592.657/rumah tangga miskin/bulan dengan 4.71 anggota rumah tangga.
Berpatokan standar BPS, kepala keluarga berpenghasilan 3 juta rupiah, menghidupi istri dan 2 orang anak tidak terkategorikan miskin. Padahal, pasti sulit hidup layak dengan bermodal sejumlah tersebut.
Penguasa dan segelintir oligarki yang paling banyak menikmati keuntungan. Dalam Global Wealth Report 2018, hanya 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di tanah air. Sementara 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk.
Angka pertumbuhan ekonomi dalam sistem kapitalis adalah angka semu yang tidak mencerminkan realitas masyarakat. Mengejar angka pertumbuhan ekonomi justru membuat negara disorientasi. Bukan fokus menyejahterakan rakyat malah makin menggemukkan para oligarki.
Konsep Berkah
Dalam Islam, tolak ukur kemajuan negara bukan dilihat dari tingkat ekonomi. Penguasa dan rakyat harus memiliki visi meraih negara berkah. Syaratnya disebutkan dalam surah Al-A'raf ayat 96 yaitu penguasa serta penduduknya harus beriman dan bertakwa, menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Rasulullah saw. sudah mencontohkan negara berkah sejak berdirinya Daulah Islam di Madinah. Di awal, beliau fokus pada pembangunan manusianya menjadi sosok berkepribadian Islam. Tetapi pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan tidak diabaikan karena menunjang pelaksanaan ibadah.
Melalui mekanisme sistem ekonomi Islam, negara mengatur agar tidak ada fakir miskin yang terlantar. Rasulullah menyediakan tempat di serambi Masjid Nabawi bagi yang belum atau tidak memiliki tempat tinggal, fakir dan tidak memiliki keluarga. Kehidupan sehari-harinya ditanggung oleh para sahabat yang kaya dan terkadang diambilkan dari baitulmal. Sesekali Rasulullah membawakan makanan dan makan bersama mereka.
Demikian juga para khalifah sesudahnya. Di masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau sangat mengkhawatirkan jika ada di antara rakyatnya kelaparan. Khalifah Umar sering berkeliling ke pelosok sekiranya ada rakyatnya yang membutuhkan. Ketika menemukan seorang ibu dan anak-anaknya menahan lapar, beliau sendiri yang memanggul gandum dan memasak untuk mereka.
Di era Umar bin Abdul Aziz, seorang perempuan dari Mesir berkirim surat mengadukan dinding rumahnya yang roboh karena ulah pencuri. Khalifah langsung memerintahkan Gubernur Mesir untuk memperbaiki rumah perempuan tersebut.
Demikian tanggapnya para penguasa terhadap keluhan rakyatnya dikarenakan Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan rakyat. Rasulullah saw. bersabda,
‘Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR. Ibnu Asakir, Abu Nu’aim)
Islam tidak perlu menghitung angka pertumbuhan untuk mengukur keberhasilan penguasa mengelola negara. Cukup dengan melihat kondisi rakyat di lapangan dan pemenuhan kebutuhan dasarnya melalui mekanisme sistem ekonomi yang adil. Negara mengupayakan laki-laki bisa bekerja untuk memperoleh nafkah yang cukup untuk menghidupi orang-orang yang berada dalam tanggungannya.
Semua aset milik rakyat seperti tanah dan SDA, dikelola negara dan manfaatnya dikembalikan untuk rakyat. Pendidikan dan kesehatan diberikan secara gratis agar setiap warga dapat berkembang dan tumbuh dengan sehat.
Haram hukumnya menyerahkan kepemilikan umum kepada individu, swasta, atau asing. Rasulullah saw. bersabda,
“Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal yaitu air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah). “Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli yaitu air, rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah)
Sistem ekonomi Islam tidak mengejar angka pertumbuhan yang mendorong industrialisasi untuk mendongkrak kinerja negara. Meski keberadaan industri tetap dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas penerapan syariat Islam. Industri hadir secara alami seiring bertambahnya kebutuhan. Ekonomi tumbuh dan dibangun di atas sektor riil sehingga pertumbuhan benar-benar nyata.
Khatimah
Selama masih menerapkan sistem kapitalisme, keberadaan investasi pasti dilanggengkan untuk mengejar angka pertumbuhan. Pergerakan ekonomi tanpa batas mengancam manusia dan lingkungan. Alih lebih sejahtera, justru lahir tragedi demi tragedi.
Berbeda dengan sistem Islam yang memiliki konsep pembangunan memanusiakan manusia, berkelanjutan, serta mewujudkan harmonisasi dengan lingkungan. Setiap individu diperlakukan secara manusiawi, tidak hanya dipenuhi kebutuhan fisiknya tetapi juga penjagaan ketakwaannya agar menjadi manusia bahagia di dunia dan akhirat. Bukan hanya menyejahterakan tetapi keberkahan juga menyertai. Sistem Islamlah yang sepatutnya diperjuangkan untuk diterapkan kembali.
Wallahu a’lam bisahawab. []
Hanya dengan islam umat akan sejahtera
Betul, mba. Yang dicari keberkahan bukan sekadar jadi negara kaya
Hanya dalam sistem Islam kehidupan akan menjadi berkah. Pemimpinnya pun benar-benar amanah dalam mengurus rakyatnya
Sosok pemimpin itu hanya lahir dalam sistem Islam. Semoga Allah segerakan..
sistem Islam yang memiliki konsep pembangunan memanusiakan manusia, berkelanjutan, serta mewujudkan harmonisasi dengan lingkungan
Betul. Lingkungan pun aman dari keserakahan manusia. Sebagaimana era Umar bin Abdul Aziz, binatang saja merasakan aura kepemimpinannya