Daripada membangun ibu kota baru, alangkah bijaknya jika pemerintah berkonsentrasi pada pemulihan kondisi ekonomi rakyat.
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sejumlah pengusaha meminta agar proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) terus dilanjutkan. Alasannya karena IKN memiliki nilai historis dan sebagai ajang untuk membangun Istana Negara sendiri, bukan dari warisan Belanda.
Hal itu sebagaimana yang diungkapkan oleh WKU Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang. Ia menilai bahwa pembangunan IKN harus dilanjutkan oleh pemimpin masa mendatang. IKN merupakan program strategis nasional dan memiliki payung hukum di bawah Undang-Undang No.3/2022 tentang Ibu Kota Negara. Pembangunan IKN ini bertujuan untuk menciptakan pusat perekonomian baru, terutama di Kalimantan. Karena itu, menurutnya, IKN sangat layak untuk diteruskan dan dikembangkan. (ekonomi.bisnis.com, 23/12/2023)
Menguntungkan Pengusaha
IKN memang bukan warisan Belanda, tetapi proyek pembangunannya dikuasai oleh segelintir pengusaha. Kadin (Kamar dagang Indonesia) adalah kumpulan pengusaha. Tentu kerangka berpikirnya adalah bisnis. Ketika Kadin meminta agar IKN dilanjutkan oleh pemimpin mendatang, maka para pengusaha ini butuh jaminan agar bisnis mereka di IKN aman.
Memakai alasan supaya bisa membangun istana negara sendiri tanpa bekas dari penjajah merupakan dalih yang sangat tidak etis. Di saat kondisi perekonomian rakyat yang masih belum pulih usai pandemi, membangun istana tentu sangatlah menyakiti hati rakyat. Saat rakyat masih berjuang untuk penghidupan yang lebih baik, malah sibuk bikin istana. Pemerintah harusnya fokus untuk pemulihan ekonomi rakyat dahulu.
Sejak awal memang pembangunan IKN banyak mendapat penolakan. Selain tidak urgen, proyek ini ditengarai demi kepentingan para pengusaha besar. Apalagi kentara sekali proyek ini lebih menguntungkan para investor. Hal ini tercermin dari revisi UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN yang telah disahkan Oktober lalu. Salah satu poinnya mengatur tentang hak atas tanah investor di IKN. Pada pasal 16 A salinan revisi UU IKN, investor diberikan hak atas tanah berbentuk Hak Guna Usaha (HGU) sampai 190 tahun. HGU diberikan dalam dua siklus yang masing-masing berdurasi 95 tahun. Jika siklus pertama selesai dan investor hendak menambah lagi, maka HGU bisa diperpanjang. Sementara dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) dan hak pakai, investor diberikan jangka waktu 80 tahun dalam satu siklus dan bisa diperpanjang untuk siklus kedua dengan masa yang sama. Maka, total HGB mencapai 160 tahun. (cnnindonesia.com, 23/11/2023)
UU ini melegalkan monopoli tanah oleh pengusaha. Tanah yang sebenarnya milik rakyat menjadi dikuasai oleh pengusaha. Sementara rakyat justru tersingkirkan dari tanah mereka sendiri. Hal ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada pemilik modal. Pemerintah memanjakan investor dan sebaliknya, mengabaikan kepentingan rakyat luas.
Setidaknya ada sepuluh investor yang dikatakan siap berinvestasi di IKN menurut pernyataan Badan Otorita IKN. Mereka tergabung dalam Konsorsium Agung Sedayu Group (ASG). Yaitu: Agung Sedayu Group (Sugianto Kusuma/Aguan), Salim Group (Anthony Salim), Sinarmas (Franky Widjaja), Pulau Intan (Pui Sudarto), Djarum (Budi Hartono), Grup Djarum (Budi Hartono), Adaro Group (TP Rahmat/Boy Thohir), Barito Pacific (Prajogo Pangestu), Astra (Soeryadjaya), dan Mulia Group (Eka Tjandranegara). (finance.detik.com, 24/12/2023)
Mereka ini adalah pengusaha kelas kakap dengan gurita bisnis yang ada di mana-mana. Merekalah yang sebenarnya mendapatkan keuntungan besar dari proyek IKN. Sedangkan, rakyat kecil mungkin dapat untung, tetapi hanya serpihan saja. Hampir tak berasa.
Satu hal menarik dari hasil penelitian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) adalah terdapat 94 lubang bekas tambang batu bara yang tersebar di Kawasan IKN. Dari penelusuran ditemukan sejumlah nama politisi lokal dan nasional yang mendapat manfaat dari proyek IKN melalui jalan pemutihan atau cuci dosa perusahaannya atas perusakan lingkungan. (walhi.or.id)
Tidak Urgen dan Berdampak Buruk
Sejak awal, pembangunan IKN mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Banyak yang menilai pembangunan IKN di saat kondisi ekonomi rakyat yang sulit adalah tidak tepat dan tidak ada urgensinya. Pemerintah seharusnya fokus menangani masalah yang membelit akibat pandemi Covid-19. Daripada membangun ibu kota baru, alangkah bijaknya jika pemerintah berkonsentrasi pada pemulihan kondisi ekonomi rakyat.
Selain itu, pembangunan IKN di Kalimantan membawa dampak pada kelestarian lingkungan. Kalimantan sebagai salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia dengan keanekaragaman flora dan faunanya jelas akan tergusur oleh berbagai pembangunan. Hutan Kalimantan sebagai paru-paru dunia akan terganggu sehingga bisa menurunkan kualitas oksigen untuk kehidupan.
Membangun di atas lahan yang berstatus hutan berarti harus membabat sebagian pepohonan. Akibatnya akan terjadi perubahan lanskap hutan yang diikuti dengan dampak lanjutan seperti hilangnya sejumlah habitat flora dan fauna. Ini akan membuat satwa dan tumbuhan yang hidup di sana menjadi terancam.
Dampak lainnya adalah sistem tata air akan terganggu sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan air bersih bagi daerah tersebut dan sekitarnya. Pencemaran air dan kekeringan akan menjadi ancaman serius. Padahal dalam kondisi normal, Kota Balikpapan yang termasuk dalam wilayah strategis IKN sering mengalami krisis air bersih. Proyek IKN akan memperparah bencana ekologis yang ada.
Kawasan hutan mangrove di Teluk Balikpapan juga akan terdampak dengan adanya proyek IKN. Padahal, hutan mangrove sangat penting sebagai penghasil oksigen dan penyerap karbondioksida serta sebagai pencegahan abrasi.
Masalah ini tidak main-main. Bukan hanya flora dan fauna yang terdampak, ruang hidup manusia juga akan terancam. Masyarakat lokal yang tinggal di daerah tersebut akan makin tersingkir dan kehilangan mata pencahariannya. Alih-alih meratakan kesejahteraan, yang ada malah menimbulkan konflik dan ketimpangan baru.
Pembangunan dalam Khilafah
Beda halnya dengan di Khilafah. Pembangunan di Negara Khilafah diorientasikan untuk pelayanan. Artinya, negara membangun berbagai infrastruktur dalam rangka melayani rakyat. Pembangunan dilakukan sebagai bentuk riayah atau pengurusan terhadap rakyat, sebagaimana sabda Rasulullah:
…الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”(HR. Bukhari dan Ahmad)
Pembangunan dilakukan untuk mempermudah aktivitas ekonomi rakyat. Jalan, jembatan, transportasi, jaringan listrik, dan fasilitas publik lainnya dibangun dengan prinsip pelayanan, bukan untuk mencari keuntungan dari rakyat. Begitu pula infrastruktur penting lainnya di bidang pendidikan dan kesehatan juga disediakan negara agar semua rakyat mudah mendapatkan aksesnya.
Seluruh infrastruktur yang penting tersebut menjadi kewajiban negara kepada rakyatnya. Sebagai kebutuhan yang mendesak, maka negara harus mengadakannya dengan segala daya upaya.
Sementara untuk infrastruktur yang tidak terlalu mendesak akan dibangun nanti setelah semua infrastruktur yang menopang kebutuhan dasar rakyat tersedia seluruhnya. Negara akan membuat skala prioritas sehingga bisa dilakukan pengaturan dan perencanaan pembangunan yang tepat. Pembangunan akan benar-benar diprioritaskan untuk hal-hal yang mendesak dan dibutuhkan rakyat sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran atau tidak tepat sasaran.
Pembangunan dalam Khilafah juga akan selalu memperhatikan kelestarian alam dan makhluk hidupnya. Hutan lindung yang menjadi milik negara tidak akan diambil hasilnya atau diubah menjadi bangunan, meskipun untuk kepentingan umum. Sebab hutan ini dipelihara untuk menjaga kelestarian alam.
Adapun hutan yang merupakan milik umum, maka ia tidak boleh dikuasai oleh individu atau diserahkan pengelolaannya kepada swasta dan asing. Hutan ini milik bersama sehingga siapa pun boleh memanfaatkannya selama tidak sampai mengganggu kelestariannya. Negara yang akan mengelola hutan ini demi kemaslahatan bersama.
Dana Mandiri
Membangun berbagai infrastruktur tersebut tentu membutuhkan dana yang besar. Negara Khilafah bisa mengambil dana dari baitulmal yang sumber pemasukannya jelas. Salah satunya dari pengelolaan harta milik rakyat seperti pertambangan, hutan, laut, dsb. Dari pengelolaan sumber daya alam yang jumlahnya melimpah, negara akan mendapat pemasukan yang kemudian bisa dialokasikan untuk membiayai berbagai infrastruktur publik.
Negara juga bisa mengambil dari pajak untuk pembiayaan pembangunan. Namun, ini hanya dalam kondisi ketika baitulmal benar-benar kosong dan pembangunan infrastruktur mendesak untuk dilakukan. Artinya, ketika masyarakat membutuhkan sebuah fasilitas yang menopang hajat hidup mereka dan kas negara sedang kosong, maka negara bisa menarik pajak dari rakyatnya. Pajak tidak ditarik dari semua orang, melainkan dari kaum muslim, laki-laki, dan yang mampu saja.
Pajak ditarik sampai pembangunan selesai dan baitulmal terisi kembali. Ketika sudah selesai atau baitulmal mendapatkan pemasukan lagi, maka penarikan pajak akan dihentikan.
Pembiayaan juga bisa berasal dari investasi asing. Namun untuk yang ini, negara tidak akan mengambilnya karena syariat melarang. Investasi asing mengandung riba dan banyak mudaratnya. Kedaulatan negara bisa terancam olehnya karena harus tunduk pada kepentingan para kapitalis. Hal ini jelas akan membahayakan rakyat Negara Khilafah.
Pembiayaan pembangunan negara sudah cukup dari kemampuan sendiri. SDA yang melimpah menjadi sumber pendapatan negara selain dari harta milik negara seperti fai, ganimah, jizyah, kharaj, dan usyur. Negara tidak perlu mengemis bantuan atau investasi asing yang justru mempertaruhkan kedaulatan dan membahayakan rakyat. Negara tidak butuh investor yang mindset-nya hanya mencari keuntungan di atas kepentingan rakyat banyak.
Khatimah
Dengan penerapan Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah, kepentingan rakyat akan selalu diprioritaskan. Selain itu, pembangunan akan berjalan untuk kemaslahatan seluruh rakyat. Pembangunan tidak berorientasi materi secara membabi buta sehingga menimbulkan kerusakan yang meluas. Justru, pembangunan akan melestarikan kehidupan, meningkatkan kualitas hidup dan ketakwaan setiap individu.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Ketika oligarki menguasai sebuah negeri apa pun bisa dilakukan meski itu tak urgen. Buktinya IKN. Malah byk menimbulkan masalah saja. Rakyat makin terbebani utang, dampak lingkungan jd rusak, perampasaan tanah, banjir, dll. Sementara kesejahteraan warga daerah sendiri masih jauh. Jika bukan utk kepentingan bisnis besar utk apa coba? Parah dan mengerikan hidup di sistem kapitalisme. Subhanallah.
Astagfirullah, dengan berbagai alasan proyek IKN berusaha dilanjutkan. Padahal tidak keuntungannya bagi rakyat.
ya sayangnya pemerintah kurang jeli memprioritaskn masalah yg lebih utama untuk dituntaskan terlebih dahulu. yg dilayani pengusaha2 kaya dulu sih..
IKN sepertinya cuma akal-akal para penguasa yang sudah berselingkuh dengan para pengusaha. Alih-alih pembangunannya demi kepentingan rakyat, padahal hanya ingin membuka ceruk untuk para korporat.
Buat apa istana? Yg menikmati juga bukan rakyatnya. Banyak hal yg darurat dibutuhkan rakyat seperti pendidikan dan kesehatan yg terjangkau, fasilitas publik yg memadai, dll..