Daulah Islamiah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya termasuk ketersediaan energi di tengah masyarakat, baik untuk memasak, transportasi, penerangan, maupun yang lainnya. Negara akan mengelola sumber daya alam yang ada untuk menyediakan bahan bakar bagi rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis.
Oleh: Sarah Asha Fadillah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Keluhan Ibu Rumah Tangga (IRT) di daerah Kalimantan beberapa hari terakhir sering terdengar akibat langkanya gas elpiji 3 kilo atau biasa disebut gas melon. Langkanya gas tersebut menyebabkan stok yang ada menjadi mahal harganya, yang biasanya hanya Rp32.000,- naik menjadi Rp40.000,- untuk setiap satu gas 3 kilo. Akibatnya banyak masyarakat yang mengeluh atas kenaikan dan kelangkaan ini disebabkan gas adalah kebutuhan pokok untuk memasak sehari-hari.
Penyebab kelangkaan
Banyak pihak yang bertanya-tanya tentang penyebab langkanya elpiji melon ini. Wakil Ketua Komisi II Wendie Lie Jaya merespons bahwasanya kondisi ini terjadi disebabkan adanya oknum-oknum yang melakukan penyalahgunaan barang bersubsidi tersebut. Maka dari itu, pemerintah memberikan ketentuan baru dimulai 1 Januari 2024 bahwa masyarakat yang ingin membeli gas 3 kilo wajib menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Kartu Keluarga (KK), serta ditujukan hanya untuk masyarakat tertentu.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun mengatur larangan pembelian elpiji subsidi 3 kilo untuk sejumlah masyarakat, khususnya pengusaha. Larangan ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor B-2461/MG.05/DJM/2022 tertanggal 25 Maret 2022. Adapun masyarakat yang diperbolehkan untuk menggunakan gas elpiji bersubsidi yakni terbagi menjadi empat kelompok, antara lain rumah tangga, usaha mikro, petani sasaran yang memiliki lahan paling luas 0,5 hektare, dan nelayan sasaran yang memiliki kapal penangkap ikan paling besar 5 Gros Ton (GT). Aturan tersebut tercipta agar pengedaran gas melon tepat pada sasaran.
Kelangkaan gas melon terjadi di beberapa daerah di Kalimantan Timur, salah satunya Berau dan PPU. Untuk wilayah Berau distribusi gas melon dijatah dalam setahun sebanyak 2,1 juta tabung, yang bisa mendapatkan hanya yang terkategori tidak mampu alias miskin. Namun fakta yang terjadi di lapangan, banyak orang yang memiliki kemampuan ekonomi baik di atas rata-rata penduduk miskin di Berau malah berebut untuk mendapatkan jatah tabung gas melon. Fakta tersebut menjadi salah satu penyebab terjadi kelangkaan gas melon di Berau.
Adapun di PPU, kelangkaan terjadi dikarenakan keterlambatan pengiriman gas melon ke pangkalan disebabkan adanya hari libur selama Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Akhirnya banyak para pengecer yang mencoba memanfaatkan situasi dan kondisi tersebut dengan menaikkan harga gas melon berkisar Rp40.000,- hingga Rp50.000,- per tabung. Itu pun untuk mendapatkan gas melon, masyarakat harus menempuh jarak yang relatif jauh dalam daerah PPU, yang mana hal ini membuat masyarakat banyak yang resah dan protes, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Kebijakan Tak Adil
Gas langka dan mahal terjadi tidak hanya di Berau dan PPU, tetapi terjadi pula di beberapa daerah Kalimantan Timur lainnya. Kerap kali yang menjadi alasan terjadinya kelangkaan dikarenakan adanya penimbunan dan keterlambatan pengantaran distribusi. Padahal jika dikritisi lebih tajam kelangkaan terjadi dikarenakan regulasi pemerintah dan pengurangan kuota untuk mengurangi subsidi. Bagaimana tidak? Kebijakan pemerintah yang demikian sangat tidak adil sebab membuat rakyat tidak merata untuk menerima haknya. Subsidi hanya diperuntukkan bagi rakyat kecil, pelaku UMKM, atau pedagang kaki lima, sedangkan masyarakat yang dinilai menengah keatas tidak mendapatkannya.
Padahal mereka sama-sama rakyat di negara ini. Apalagi, di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, yang mana tidak bisa menjamin masyarakat menengah selalu memiliki keuangan yang aman. Di sini pemerintah hanya berperan sebagai regulator yakni membuat pengaturan distribusi gas melon hanya untuk masyarakat tertentu. Namun, tidak menjadi fasilitator untuk memfasilitasi seluruh masyarakat untuk bisa mendapatkan gas melon dengan mudah dan murah. Padahal, gas adalah kebutuhan pokok sehari-hari yang harus difasilitasi oleh negara.
Namun tanpa disadari, pemerintah malah menjadi fasilitator dengan memfasilitasi para investor dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA), minyak bumi, dan gas. Akhirnya, minyak bumi dan gas banyak yang dikuasai asing, sehingga negara harus mengimpor bahan bakar dari luar untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Kalaupun ada hasil minyak dari dalam negeri, jumlahnya tidak akan mencukupi kebutuhan seluruh rakyat sebab sedikit banyaknya sudah dikuasai oleh asing.
Pemerintah seharusnya sadar, bahwa seyogianya mereka memiliki tugas besar yakni mengurusi urusan rakyat. Artinya tidak membedakan antara rakyat yang miskin ataupun kaya, semuanya harus dianggap sama dan rata. Semuanya perlu dijamin kebutuhannya, termasuk mendapatkan gas melon. Apalagi dahulu pemerintah pernah mengimbau masyarakat untuk mengganti bahan bakar memasak dari minyak tanah ke elpiji dengan alasan untuk mengurangi ketergantungan pada minyak tanah dan mengurangi penyalahgunaan minyak tanah bersubsidi.
Akibat Kapitalisme
Namun, ketika mayoritas masyarakat sudah menggunakan elpiji, ternyata timbul lagi keberatan dari pemerintah terkait subsidi dengan mengeluhkan jebolnya kuota elpiji 3 kilo bersubsidi. Maka yang menjadi masalah bagi pemerintah, sebenarnya terletak pada subsidi rakyat yang dianggap membebani negara. Pemikiran seperti ini merupakan pemikiran khas kapitalisme.
Kapitalisme adalah paham yang mempunyai tujuan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Di dalam kapitalisme, mekanisme pasar sangat diagungkan. Setiap orang dibiarkan bersaing untuk memperoleh sumber ekonomi tanpa ada campur tangan negara. Maka dari itu, negara lepas tangan terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat. Rakyat diharuskan mandiri dalam memenuhi kebutuhan pokoknya karena subsidi dianggap membebani negara dan APBN.
Tugas negara di dalam kapitalisme hanya berfungsi sebagai pengawas yang memastikan bahwa mekanisme pasar berjalan lancar tanpa adanya pelanggaran terhadap aturan negara. Padahal sudah banyak contoh kerusakan kapitalisme di negara-negara Barat yang mana konsentrasi sumber-sumber ekonomi ditujukan pada segelintir kapitalis, sementara itu mayoritas rakyat tidak menikmati sumber-sumber ekonomi.
Sayangnya, Indonesia tidak mau belajar dari kegagalan kapitalisme di dunia Barat. Perekonomian Indonesia justru makin liberal dan berbagai subsidi justru makin dikurangi yang mengakibatkan beban hidup rakyat makin berat, tetapi negara tidak peduli.
Padahal kalau ditelusuri, yang benar-benar membebani negara bukanlah subsidi, melainkan pembayaran utang yang mengandung riba. Berbagai proyek yang ada menggunakan dana utang, lalu negara harus membayar pokok dan bunganya. Namun yang selalu disalahkan adalah subsidi.
Solusi Islam
Oleh karenanya, perlunya mengganti sistem yang rusak dan jahat ini dengan sistem ekonomi yang adil yaitu sistem Islam. Daulah Islamiah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya termasuk energi. Sistem Islam menjamin ketersediaan energi di tengah masyarakat baik untuk memasak, transportasi, penerangan, maupun yang lainnya. Negara akan mengelola sumber daya alam yang ada untuk menyediakan bahan bakar bagi rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis. Bisa berupa listrik, BBM, elpiji, dan lain sebagainya. Tidak lagi menggunakan regulasi dengan pengaturan beli elpiji harus menggunakan KTP atau KK yang mana regulasi tersebut hanya berupa solusi tambal sulam yang hanya memperburuk keadaan sehingga membuat kehidupan kian terimpit.
Maka wajib bagi seorang muslim, menunjukkan kepada umat dengan berdakwah tentang bagaimana pengurusan umat yang benar. Dalam hadis disampaikan:
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Daud dan Ahmad)
Hadis di atas menunjukkan bahwa 3 perkara tersebut yakni rumput, air, dan api adalah milik umum dan tidak boleh dikuasai oleh individu apalagi individu asing yang mengelolanya. Negaralah yang memiliki andil untuk mengelola dan dipergunakan untuk sebanyak-banyaknya kepentingan rakyat. Jika negara mengelolanya dengan baik, maka hasilnya dapat dipergunakan oleh rakyat baik berupa barang olahan atau fasilitas lainnya. Alhasil, tidak ada lagi kejadian-kejadian seperti langkanya gas, BBM, dan bahan kebutuhan pokok lainnya di masyarakat.
Namun, kepengurusan rakyat semacam itu akan sulit terwujud apabila kapitalisme masih berkuasa, karena yang menjadi tujuan utama dalam kapitalisme adalah para kapitalisnya. Berbeda dengan Islam, yang menjadi prioritas adalah rakyatnya. Oleh sebab itu, perlu adanya dakwah kepada umat dan negara untuk mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan dunia. Wallahu’alam bisshawab.[]
Hmm.. di daerah saya harga gas melon pernah sampai mencapai Rp100.000, sekarang harganya sudah Rp55.000.. Makin mahal emang
Enggak cuma gas melon. Blue gas yang tabung biru juga makin sedikit beredar di pasaran. Kata para agen, ada rencana mau dialihkan ke tabung gas yang pink.
Innalillah, di sini ngelus dada. Sudahlah rakyat mau beli, susah didapat. Blibet syaratnya.
Barokallahu fiik, Mbak
Ditempat kami, gas melon dijatah di pangkalan gas. Itupun tidak semua warga kebagian.
Kalau mau beli gas d warung. Harganya beda dua kali lipat.. memang kejam nian
Sistem kapitalisme memang menyengsarakan. Prinsipnya tuh, kalau masih bisa dipersulit, untuk apa dipermudah. Sama seperti beli gas elpiji yang harus pakai syarat ini dan itu. Rakyat kok jadi seperti pengemis pada negara.
Dalam sistem kapitalisme liberal, pemerintah bertindak menjadi fasilitator untuk kepentingan investor. Akibatnya, SDA pun melayang, rakyat tak bisa menikmatinya dengan leluasa.
Tahun 2024 ini memang rencananya distribusi gas melon diawasi betul. Belinya pake KTP segala. Padahal itu rakyat beli, ya. Bukan gratis.
Ya Allah, melihat fakta yang ada, sungguh miris. Begitu mahalnya gas melon 3 kg, padahal ada tulisan "hanya untuk rakyat miskin" pada tabung gas melon 3 kg. Itu artinya, kan harusnya murah, bila perlu digratiskan mengingat sumber kekayaan alam yg begitu melimpah dalam hal tambang gas. Tapi sayang, kembali pada sistem yg digunakan bukan sistem Islam, jadi begitulah adanya. Bersabar sambil berdoa disertai usaha secara masif mendakwahkan Islam kaffah, suatu hari sistem Islam akan kembali. Tunggu saja.
Semakin banyak yang sengsara karena mahalnya lpg