Penyelesaian masalah dengan carok yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia jelas menunjukkan sebuah kejumudan berpikir dalam masyarakat.
Oleh. Siti Komariah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Media sosial digemparkan dengan carok maut yang terjadi di Desa Bumi Anyar, Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Video berdurasi 16 menit memperlihatkan sejumlah orang sedang beradu senjata tajam. Dalam video lain diperlihatkan juga tubuh-tubuh yang bergeletakan diduga sebagai korban carok.
Carok maut yang menewaskan 4 orang tersebut melibatkan dua desa, yaitu Desa Bumi Anyar dan Desa Larangan, Kecamatan Tanjung Bumi. Tiga korban dari Desa Larangan dan 1 dari Desa Bumi Anyar. Carok maut ini dilatarbelakangi oleh adanya ketersinggungan pelaku terhadap korban. Pasalnya, itu terjadi ketika pelaku hendak berangkat tahlilan, kemudian korban melewati pelaku dengan motor memblayer (nyaris menabrak korban).
Dari sini, pelaku menegur korban, tetapi korban tidak terima. Korban pun turun dan menghentikan pelaku, kemudian mereka terlibat cekcok dan pelaku sempat mendapat pukulan. Pelaku sakit hati dan pulang ke rumah untuk mengajak saudaranya dan mengambil senjata tajam. Keempat korban dan kedua pelaku bertemu di TKP. Mereka bertarung yang menimbulkan 4 orang tewas.
Para pelaku dikenakan Pasal 340 subsider, Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto, Pasal 55 juncto, dan Pasal 56 KUHP. Pasal 340 memuat tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun (detik.com, 13/01/2024).
Lantas, apa sebenarnya carok yang menghilangkan nyawa manusia? Mengapa sampai hal ini terus terjadi? Dan bagaimana Islam memandangnya?
Mengenal Carok
Masyarakat Madura memiliki sebuah prinsip kuat yang dipegang hingga saat ini, yaitu "Katembheng potea mata, ango’a potea tholang", artinya daripada putih mata, lebih baik putih tulang. Prinsip tersebut mengandung makna bahwa daripada hidup menanggung rasa malu, lebih baik mati berkalang tanah. Prinsip ini dipegang kuat oleh masyarakat Madura untuk mempertahankan harkat dan martabat mereka.
Dari sinilah terbentuk tradisi carok yang menjadi tradisi masyarakat Madura hingga saat ini. Tradisi carok dianggap sebagai penyelesaian konflik, baik masalah individu maupun keluarga yang membuat harga diri mereka ternodai. Carok adalah tradisi duel menggunakan senjata tradisional celurit untuk menyelesaikan masalah atau memulihkan kehormatan diri.
Carok pertama kali muncul pada masa kependudukan Kolonial Belanda (17 M). Sejarahnya dikaitkan dengan perlawanan seorang antek Belanda yang berusaha membela rakyat kecil akibat diskriminasi yang dilakukan oleh Belanda. Ia melawan dengan menggunakan celurit hingga akhirnya dia dilumpuhkan dan dihukum gantung (jawapos.com 16/01/2024).
Menurut Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Khoirul Rosyadi, carok khas Madura sering kali menelan korban jiwa. Sebab, tradisi ini dikenal dapat mematikan salah satu atau kedua-duanya yang terlibat duel.
Seiring berkembangnya zaman, pemerintah Madura dan kelompok masyarakat Madura mulai mengedukasi masyarakat dan menyadarkan mereka akan dampak negatif yang ditimbulkan oleh carok. Di satu sisi melanggar hukum yang dianggap sebuah kriminalitas, di sisi lain pun dapat menghilangkan nyawa yang tidak sebanding dengan masalah yang ditimbulkan. Dengan demikian, sebagian dari masyarakat Madura menggeser tujuan carok dari duel mematikan menjadi seni bela diri tradisional. Namun, Rosyadi menyatakan bahwa tidak dimungkiri sebagian masyarakat Madura masih memegang erat tradisi carok tersebut.
Selain itu, menurut Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Muthmainnah, ada pergeseran makna carok. Dahulu carok dilakukan duel satu lawan satu, dan biasanya ada perjanjian antara dua belah pihak dan disaksikan oleh para pemuka adat. Namun, carok saat ini dilakukan secara bebas untuk menyelesaikan sebuah masalah (republika.co.id, 16/01/2024).
Cerminan Masyarakat Rusak Akibat Sistem Demokrasi
Masih membudayanya carok, apalagi sampai terjadi carok massal untuk menyelesaikan sebuah masalah sejatinya mencerminkan lemahnya kapitalisme demokrasi membangun ikatan yang kuat di tengah-tengah masyarakat. Ikatan yang seharusnya mampu menghasilkan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama, serta mampu menciptakan kedamaian di tengah masyarakat. Bukan, ikatan yang lemah yang justru merusak tali persaudaraan, bahkan menghilangkan nyawa sesamanya.
Namun, inilah cerminan penerapan sistem kapitalisme demokrasi. Ikatan yang dibangun di tengah masyarakat saat ini adalah ikatan yang berdasar pada pemisahan agama dari kehidupan (sekuler). Ikatan ini terfokus pada individualisme dan materialisme semata. Begitu pula menghasilkan pemikiran yang hanya ingin menyelesaikan masalah secara instan, tanpa menyandarkannya pada kaidah hukum dan kehidupan manusia lainnya.
Penyelesaian masalah dengan carok yang menyebabkan hilangnya nyawa manusia jelas menunjukkan sebuah kejumudan berpikir dalam masyarakat. Rasa sakit hati yang menimbulkan gejolak amarah telah mengalahkan logika dan akal sehatnya, sehingga solusi yang didapatkan adalah solusi praktis yang justru menimbulkan perpecahan.
Sistem ini telah membuat manusia jauh dari ajaran agamanya yang menjunjung tinggi sebuah nyawa. Minimnya taraf keimanan seseorang membuat mereka mudah terbawa emosi dan tidak menggunakan akal sehat dalam menyelesaikan masalah. Padahal, manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah. Namun, akibat kedangkalan berpikir, apa pun masalahnya penyelesaian lebih mengedepankan baqa dari pada syariat Allah.
Di sisi lain, kondisi ini juga diperparah dengan peraturan yang tidak mampu untuk menjaga dan memelihara jiwa rakyatnya. Walaupun dalam hukum saat ini, pembunuhan dikatakan sebagai tindak kejahatan dan kriminalitas serta pelakunya mendapatkan hukuman, tetapi hukuman tersebut begitu lemah dan tidak menimbulkan efek jera. Lebih parahnya lagi, peraturan tersebut dapat berubah-ubah. Sebuah aturan bisa dimainkan sesuai keinginan manusia jika ada imbalan materi yang sepadan. Sebagaimana yang telah lalu, keadilan tidak dapat diterapkan dengan sempurna dalam sistem kapitalisme demokrasi, bahkan tidak mampu memberikan efek jera. Akhirnya, kriminalitas terus terjadi dan makin menggurita.
Wajar semua ini terjadi, sebab aturan yang digunakan saat ini adalah aturan yang berasal dari akal manusia yang terbatas, serba kurang, dan mudah dipengaruhi dengan kehendak pemilik kekuasaan.
Cermin Masyarakat Sehat
Islam merupakan ajaran rahmatan lil’alamin, artinya kehadiran Islam di tengah-tengah kehidupan membawa pada kedamaian dan kesejahteraan serta kasih sayang bagi seluruh kehidupan ini, baik manusia dan alam semesta. Ajaran ini pun telah dibuktikan pada masa kejayaan Islam silam. Selama kurang lebih 13 abad, manusia hidup dalam keadaan damai dan sejahtera.
Kehidupan manusia dalam kedamaian dan ketenteraman sejatinya diciptakan dari ikatan yang kuat dalam sebuah masyarakat, ikatan tersebut adalah ikatan akidah Islam. Akidah Islam melahirkan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama. Peraturan yang lahir dari sebuah sistem yang sahih yakni sistem Islam. Sistem Islam akan membangun konsep kehidupan yang sesuai dengan syariat Allah hingga manusia bisa hidup damai dalam naungannya.
Akidah Islam menjadi ikatan serta landasan berpikir masyarakat, sehingga mereka mampu memahami hakikat kehidupan ini secara benar, sekaligus menjadi standar perbuatan mereka. Di mana, seseorang melakukan segala perbuatannya hanya untuk menggapai rida dari Allah, bukan yang lainnya.
Kemudian, akidah Islam juga menjadi ikatan yang membuat manusia bersaudara walaupun tidak memiliki ikatan darah. Islam mengatur bagaimana hubungan manusia dengan manusia lainnya dan memerintah untuk menjaga kerukunan dalam kehidupan ini. Maka, ini akan menimbulkan rasa untuk saling mencintai, saling mengingatkan dalam kebaikan dan kemungkaran, saling memaafkan, saling menghargai, dan saling tolong menolong dalam kehidupan ini. Jika ada masalah, penyelesaian pun bersandar pada syariat Allah, bukan pada ego dan manfaat semata. Dengan demikian, manusia akan hidup berdampingan dengan damai.
Lantas, bagaimana pandangan Islam tentang pembunuhan? Sanksi apa yang didapat oleh pelaku pembunuhan?
Sanksi Tegas bagi Pembunuh
Islam memandang nyawa manusia sangat berharga, hal ini tergambar pada sabda Rasulullah saw.,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai, Turmudzi, dan disahihkan al-Albani).
Maksud hadis di atas, terbunuhnya kaum muslim tanpa hak yaitu terbunuhnya nyawa manusia tanpa alasan yang syar'i.
Islam sangat menjaga nyawa manusia, sehingga Islam memiliki aturan tegas terhadap siapa yang melanggar larangan tersebut. Islam memandang bahwa membunuh seorang manusia termasuk dalam kategori dosa besar. Untuk menjaga nyawa manusia tersebut, Islam memberikan sanksi yang tegas, keras, serta memberikan efek jera bagi pelaku tindak pembunuhan dan orang lain.
Bagi pelaku pembunuhan akan mendapatkan konsekuensi yang besar di hadapan Allah kelak. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 32. Apalagi, pembunuhan dilakukan dengan disengaja, ganjarannya yakni neraka jahanam, sebagaimana firman Allah,
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا
Artinya: "Dan barang siapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah jahanam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatnya, serta menyediakan untuknya azab yang besar." (QS. An-Nisa: 93).
Dalam Islam, sanksi bagi pembunuhan yang disengaja adalah qishah (dibalas dengan dibunuh) atau diyat (membayar ganti rupi). Jika pelaku pembunuhan terbukti melakukan tindak pembunuhan dengan disengaja, dia akan dikenakan sanksi dengan dibunuh sesuai apa yang dilakukan pada si korban. Namun, jika si pelaku mendapatkan ampunan dari keluarga korban, ia wajib membayar diyat atau ganti rugi.
Diyatnya sendiri ialah jenis diyat mughalladzah (denda berat) yang berupa 100 ekor unta. Perinciannya yakni 30 unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 khilfah. Diyat ini diambil dari harta si pelaku itu sendiri, kemudian dibayarkan secara kontan pada keluarga korban sebagai penebus akan tindakannya tersebut. Dengan demikian nyawa manusia akan terjaga dan siapa pun tidak akan dengan mudah melakukan pembunuhan.
Khatimah
Sampai kapan pun sistem kapitalisme tidak akan mampu menjaga dan memelihara jiwa-jiwa rakyatnya. Sebab, aturan yang digunakan merupakan aturan yang rusak dan tidak mampu mengikat manusia menjadi manusia yang senantiasa saling menyayangi pada sesamanya.
Hanya Islam yang mampu mewujudkan ikatan yang benar dan mewujudkan kedamaian di tengah masyarakat. Sebab, Islam adalah agama sekaligus aturan bagi kehidupan manusia.
Wallahu a'lam bissawab. []
Carok adalah budaya yang harus dimusnahkan. Merugikan,berdosa, dan bisa jadi dosa besar jika sampai menghilangkan nyawa. Namun, carok akan terus terjadi jika sistem rusak ini tak segera diganti
Barokallahu fiik, Mbak
Ketika ikatan bukan dasar akidah Islam, mudah terpicu oleh hal-hal sepele yang membuat nyawa melayang dengan mudah. Ngeri jika persoalan sepela diselesaikan dengan duel menggunakan senjata tajam.
Jadi, ngeri juga jika tradisi ini masih terpelihara. Cekcok sedikit nyawa berpotensi melayang. Umat benar-benar butuh sistim yang sehat agar mereka bisa tersadar. Dan meninggalkan kebiasaan yang merugikan.
Sangat miris, jika sesama muslim harus menyelesaikan masalah dengan carok..
Tradisi yang berbau kekerasan itu bikin ngeri ya. Hukum rimba akhirnya pun berlaku, siapa yang kuat dia yang menang. Sungguh jauh dari aturan Islam. Inilah salah satu buah sistem yang rusak.
Iya Mbak ngeri juga pas ternyata ini adalah tradisi. Hmmm, betul nyawa nda ada harganya
Dalam sistem sekuler-kapitalisme gharuzah baqo (naluri mempertahankan diri) mudah tersulut dan menuntut pemuasan. Sementara aturan negara tidak bisa menyolusi permasalahan yang terjadi di masyarakat. Sehingga keananan menjadi sesuatu yang mahal harganya.
Nafsu manusia melebihi sifat binatang, biarpun beridentitas muslim bukan jadi ukuran karena sekularisme telah membentuk pribadi bermoral buruk.
Astaghfirullah, nyawa manusia demikian murahnya di alam demokrasi, sedikit-sedikit bunuh, tersinggung bunuh, seakan akan dengan membunuh masalah langsung selesai, padahal tidak semudah itu. Jadi rindu dengan Khilafah. Karena hanya Khilafah lah yang punya solusi dari setiap masalah yang ada.
Ngeri banget ya..ya Allah begitu sistem ini sudah sangat rusak dan merusak
Ngeri banget kalau setiap ada masalah diselesaikan dengan kekerasan apalagi sampai menghilangkan nyawa.
Sering kali hal sepele memicu masalah hingga terjadi konflik yg meluas, bahkan sampai menghilangkan nyawa dan materi.
Aparat juga kewalahan jika konflik sudah melibatkan banyak orang.
Tidak ada jaminan keamanan dalam kehidupan masyarakat ini.
Aturan yang ada tidak bisa menata manusia dan mengikat masyarakat dalam ikatan yg kuat dan benar.
Betapa rusaknya sistem kehidupan ala kapitalisme sekularisme.
Syukron jazakillah Mom dan Tim NP