Tingginya curah hujan memang dapat memicu terjadinya banjir. Namun, itu bukan penyebab satu-satunya. Ada ulah nakal manusia yang menyebabkan musibah banjir bandang ini berulang.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com dan Penulis Riak Literasi)
NarasiPost.Com-“Sudah jatuh, ditimpa tangga,” inilah ungkapan yang sesuai untuk para korban banjir bandang di Kelurahan Braga, Kota Bandung. Beberapa hari setelah banjir, mereka mulai diserang berbagai penyakit. Banyak dari mereka yang mengeluh demam, diare, serta gangguan pernapasan. Bahkan, ada pula yang tertusuk paku dan digigit ular.
Musibah banjir yang menimpa warga Gang Apandi, Kelurahan Braga itu terjadi pada tanggal 11 Januari 2024. Banjir bandang itu disebabkan oleh jebolnya tanggul Sungai Cikapundung. Derasnya hujan membuat Sungai Cikapundung tak mampu menampung air hingga meluap dan menjebol tanggul. (liputan6.com, 13/01/2023)
Dampak Banjir
Banjir bandang di Kota Bandung telah menyebabkan sebagian warga terpaksa mengungsi. Ada 400 KK dengan 857 jiwa telah terdampak bencana alam tersebut. Bencana ini tentu membawa kerugian material dan imateriel bagi mereka. Hilangnya harta benda ini dapat memunculkan stres pada korban banjir.
Banjir tidak hanya menimpa warga di Kelurahan Braga, Kota Bandung, tetapi juga terjadi di banyak daerah di Indonesia. Di Provinsi Riau, sebanyak 6.467 jiwa telah mengungsi. Banjir telah melanda Kabupaten Rokan Hilir, Kepulauan Meranti, Bengkalis, dan Kota Dumai. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau menyatakan bahwa pengungsi paling banyak berasal dari Kabupaten Rokan Hilir yang mencapai 3.992 jiwa. (cnnindonesia.com, 13/01/2024)
Demikian pula dengan ibu kota negara ini, DKI Jakarta. Di kota metropolitan ini, banjir selalu menyapa setiap hujan deras datang. Seperti yang terjadi di awal tahun ini, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat telah membuat 33 Rukun Tetangga (RT) di Jakarta terendam banjir. Daerah yang paling parah adalah Kelurahan Cawang, Jakarta Timur. Ketinggian air di sini mencapai 1,8 meter. (kompas.com, 08/01/2024)
Tingginya curah hujan memang dapat memicu terjadinya banjir. Namun, itu bukan penyebab satu-satunya. Penyebab lainnya adalah berkurangnya tempat resapan air serta drainase yang buruk. Di samping itu, semakin berkurangnya hutan sehingga tidak ada akar pepohonan yang menahan air.
Banjir yang melanda tentu membawa banyak kerugian bagi manusia.
Pertama, mengganggu aktivitas karena banyaknya air akan menyulitkan manusia dalam bekerja, baik di rumah maupun di tempat kerja.
Kedua, menyebabkan kerugian harta. Air banjir dapat merusak rumah serta harta benda mereka yang terdampak. Banjir juga merusak sarana dan prasarana, seperti jalan, jembatan, maupun fasilitas umum lainnya.
Ketiga, mengganggu kesehatan. Banjir akan mengakibatkan kurangnya pasokan air bersih. Di samping itu, lingkungan juga kurang sehat. Akibatnya, para korban banjir banyak yang terkena penyakit, seperti diare, gatal-gatal, dan sebagainya.
Keempat, merusak lingkungan. Banjir biasanya tidak hanya berupa air. Tidak jarang, berbagai macam sampah juga turut di dalamnya. Akibatnya, rumah menjadi kotor oleh sampah. Hal ini tentu membutuhkan waktu, tenaga, dan dana yang cukup besar untuk membersihkannya.
Bukan Sekadar Bencana Alam
Banjir bandang sepertinya sudah menjadi bencana musiman di banyak daerah di Indonesia. Namun, berulangnya bencana ini bukan karena kondisi alam semata. Ada ulah nakal manusia yang menyebabkan berulangnya musibah banjir ini.
Pertama, tata kelola ruang yang buruk. Pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia sering kali tidak memperhatikan kondisi wilayah. Dengan memperhatikan kondisi wilayah dapat ditentukan wilayah untuk permukiman, perdagangan, tempat resapan air, dan sebagainya.
Banyak area yang seharusnya menjadi tempat resapan air, berubah menjadi hunian atau gedung-gedung perkantoran. Akibatnya, luas tanah yang dapat menyerap air semakin berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya banjir, meskipun curah hujan yang turun berada pada intensitas sedang.
Inilah yang terjadi di Jakarta saat ini. Dalam laman walhijakarta.org disebutkan bahwa dalam kurun waktu 39 tahun, Jakarta telah kehilangan 22.656 hektare ruang terbuka hijau. Hingga tahun 2019, hampir 90% permukaan tanah di Jakarta telah tertutup beton.
Kedua, terjadinya alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan tidak hanya terjadi di kota, tetapi juga di pegunungan. Di kota, ruang terbuka hijau banyak beralih fungsi menjadi permukiman dan perkantoran.
Sementara itu, di pegunungan, hutan yang hijau dirusak untuk dijadikan perkebunan atau pertambangan. Misalnya, hutan di wilayah Kalimantan Timur. Menurut Koalisi Indonesia Memantau, hutan seluas 612.355 hektare telah dilepaskan oleh Pemerintah Kaltim melalui revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Timur 2022-2042. Area hutan yang dilepaskan itu akan diubah menjadi perkebunan sawit, pertambangan, serta perkebunan kayu. Padahal, separuh dari area tersebut merupakan hutan alam yang menjadi habitat badak Sumatra dan orang utan.
Menurut WALHI, revisi RTRW kerap digunakan sebagai cara untuk mengampuni perusahaan yang melakukan aktivitas ilegal. Para pengusaha yang melanggar akan mengajukan revisi RTRW kepada pemerintah daerah. Demikian pula, para pengusaha itu juga dapat mengajukan “pemutihan” kepada pemerintah pusat melalui mekanisme pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja. (bbc.com, 08/07/2023)
Semua ini terjadi karena pembangunan yang dilakukan bersifat kapitalistik. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan saat ini hanya fokus pada keuntungan materi tanpa memikirkan dampak buruknya. Atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, berbagai fungsi ekologis lahan pun hilang.
Akibatnya, berbagai bencana pun muncul. Banjir dan tanah longsor mengintai setiap saat. Ironisnya, mereka yang menerima dampak buruknya adalah rakyat kecil yang tidak ikut menikmati hasil pembangunan.
Penjagaan Lingkungan dalam Islam
Jika kapitalisme hanya mementingkan keuntungan materi dalam pembangunan yang dilakukannya, tidak demikian dengan Islam. Islam akan menjadikan syariatnya sebagai landasan dalam setiap aktivitas, termasuk dalam pembangunan. Selain itu, Islam juga memperhatikan kemaslahatan yang diperoleh rakyat dari pembangunan tersebut.
Pembangunan yang dilakukan akan tetap memperhatikan dampaknya bagi lingkungan. Hal ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab umat Islam sebagai khalifah di bumi. Allah Swt. telah menyatakan hal ini dalam surah Al-Baqarah [2]: 30,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٓاىِٔكَةِ إنِّي جَاعِلٌ فِي الْأرْضِ خَلِيْفَةً
Artinya: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Inilah yang seharusnya menjadi pijakan bagi setiap penguasa. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah Al-Mansur dari Bani Abbasiyah saat membangun Kota Baghdad pada tahun 762 M. Empat tahun sebelum membangun kota tersebut, ia telah mengumpulkan para arsitek dan insinyur untuk membuat perencanaan kota. Ribuan pekerja pun didatangkan untuk membangun kota.
Pembangunan Kota Baghdad dimulai pada bulan Juli, saat air di Sungai Tigris sedang tinggi. Dengan memperhatikan tinggi air sungai, kota dijamin aman dari banjir. Di samping itu, Kota Baghdad juga dilengkapi dengan saluran pembuangan najis di bawah tanah. Ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan mencegah terjadinya bencana banjir.
Selain itu, di setiap bagian kota yang direncanakan untuk menjadi permukiman, dilengkapi dengan masjid, sekolah, dan perpustakaan. Di samping itu juga dibangun area perdagangan, taman, industri gandum, serta pemandian umum untuk laki-laki dan perempuan. Tempat pengolahan sampah dan pemakaman pun tak ketinggalan. Dengan demikian, masyarakat dapat melakukan berbagai aktivitas tanpa perlu bepergian jauh. Ini adalah konsep dalam permukiman.
Sedangkan dalam pengelolaan hutan dan pertambangan, akan diserahkan kepada penguasa sebagai wakil rakyat karena semua itu merupakan milik mereka. Kawasan industri dan pertambangan akan dijauhkan dari permukiman. Hal itu untuk menghindarkan berbagai bahaya yang mungkin timbul.
Demikianlah konsep pembangunan dalam Islam. Dengan menjalankan konsep ini, pembangunan yang dilakukan akan membawa kebaikan bagi umat manusia. Berbagai bencana akibat kerusakan alam pun dapat dihindari. Wallaahu a’lam bi ash-shawaab.[]
Ya Allah, saat banjir menyapa. Di sana harus benar-benar muhasabah. Bahwa terjadinya bencana banjir memang karena ulah tangan manusia
Barokallahu fiik
Betul, mbak. Tapi manusia sering lupa dan tidak menjadikannya sebagai pelajaran
Berbagai bencana alam terjadi sebagian karena manusia yang tidak mau menerapkan aturan Sang Pencipta. Ulah manusia yang bertindak semaunya hingga membuat kerusakan di muka bumi. Akibatnya menimpa banyak orang.
Yang berbuat kadang tidak terkena dampaknya.
Musim hujan ini kita mesti waspada banjir
Semoga yang datang banjir rezeki yang barakah, Mbak
Banjir bandang terus berulang,, dan jika ditelusuri sebagian besar akibat ulah manusia yg suka mengeksploitasi alam...
Mereka yang rakus dan tidak peduli pada nasib orang lain.
Benar mbak.....banjir bandang bukan sekadar banjir. Tapi lebih karena ulah sebagian manusia.
Betul Mbak. Banjirnya tak terkendali
Tempat tinggal saya kena banjir 5 tahunan tapi cukup membuat was-was dan prihatin kondisi ini, semua merasakan ketidaknyamanan saat banjir. Satu solusi mereka adalah meninggikan rumah, namun tidak semua mampu dengan solusi ini.
Betul, kalau rumah kebanjiran, tentu tidak nyaman. Apalagi kalau harus mengungsi. Waktu membersihkan juga repot sekali.
Jl Braga baru sekarang banjir kayak sekarang. Sebagai orang Bandung merasakan perubahan besar pada kota tsb. Cuaca yang tak lagi sejuk, julukan kota kembang sudah tidak kelihatan, perubahan alih fungsi lahan, hingga persoalan air. Sekarang air ledemgnya tidak selancar dulu Termasuk kemacetan. Problem yang sama din kota kota besar lainnya..Dampak sistem kapitalis, yang pentimg membangun tetapi mengabaikan limgkungan.
Beda sekali dengan sistem Islam ya Mbak
Masyaallah, sistem Islam begitu rinci dalam mengatur tata kelola ruang hidup manusia. Semuanya sudah dipertimbangkan sejak awal pembangunan. Tidak seperti sistem kapitalisme. Barakallah untuk penulis.
Benar Mbak. Sistem dari Allah memang yang paling sempurna
D berbagai daerah n kota besar, banjir udah kyk musim, selalu terjadi dan selalu berulang. Intensitas banjirnya jg semakin bertambah. Ini membuktikan bahwa tata kelola wilayah yg sgt buruk
Betul, Mbak
Banjir memang sudah menjadi langganan ketika musim hujan tiba. Seperti yg terjadi di tempatku. Selama aku menempati rumah di Tangerang, entah berapa kali aku kebanjiran, sampai lupa karena seringnya hal itu terjadi. Kebanyakan rumah berlantai dua untuk tempat barang jika banjir tiba, sementara orangnya mengungsi.
Ya Allah mbak, semoga diberi kesabaran. Semoga segera muncul pemimpin yang akan memperbaiki keadaan ini.
Betul bu, banjir yang melanda kota-kota di negeri ini memang terjadi karena banyak faktor, dan ulah manusia lebih dominan. Bencana seperti ini terus saja berulang karena kebijakan pembangunan yang tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Miris sih.
Ya Mbak, betul