"Tak dimungkiri diadopsinya sekulariame, yakni pemisahan aturan agama dari kehidupan, termasuk dari ranah pemerintahan, menjadikan perkara akidah menjadi urusan pribadi saja. Seolah negara tak bertaji memberantas segala bentuk penistaan tersebut."
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Baru-baru ini viral di Twitter sebuah video yang memperlihatkan seorang Qori'ah internasional, Ustazah Nadia Hawasyi, yang sedang membaca Al-Qur'an disawer oleh dua orang lelaki. Satu dari keduanya bahkan menyelipkan uang di kerudung sang qori'ah. Kejadian itu dikabarkan terjadi di daerah Pandeglang, Banten, dalam sebuah perayaan Maulid Nabi Muhammad saw.
Ketika dikonfirmasi, sang qori'ah pun membenarkan kejadian dalam video tersebut, "Betul (video viral). Saya juga rekan-rekan qori yang lain sering kalau lagi acara ngaji disawer sama mustamin-nya. Tapi mungkin video saya yang di-post di medsos sehingga jadi viral," ujarnya. (Republika.com, 05-01-2023)
Jika memang benar bahwa hal itu sudah biasa dilakukan, khususnya di kalangan masyarakat Banten, sungguh sangat tidak pantas. Keberadaan video tersebut layak diapresiasi, karena masyarakat menjadi tahu realita rusak yang selama ini terjadi di tengah masyarakat. Lantas, haruskah hal demikian dipertahankan?
Menista Agama
Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH. M. Cholil Nafis, mengecam tindakan tersebut. Beliau mengatakan bahwa hal itu haram dan melanggar nilai-nilai kesopanan. Beliau juga menyebut bahwa aksi penyaweran tersebut merupakan tindakan yang tidak menghormati majelis. Para ulama seharusnya menghentikan aksi tersebut. (Okezone.com/05-01-2023)
Masyarakat yang melihat video tersebut pun dibuat geram. Mereka menyayangkan adanya aksi tersebut, apalagi tidak ada satu pun jemaah yang berusaha mencegahnya. Yang ada malah banyak jemaah yang menertawakan bahkan turut memvideokan. Innalillahi…
Sungguh, perbuatan tersebut jelas merupakan bentuk penistaan terhadap agama. Ketika dibacakan kalamullah (Al-Qur'an) selayaknya setiap muslim mendengarkan dengan khusyuk dan meresapi maknanya. Sehingga dengannya bertambah keimanan kepada Allah Swt. Bukan malah menyawer serupa biduan dangdut. Miris!
Ingatlah firman Allah Swt, “Dan apabila dibacakan Al-Qur'an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat." (QS. Al Araf ayat 204)
Demikianlah adab mendengarkan bacaan Al-Qur'an yang wajib dipahami oleh setiap muslim, sehingga tidak nyeleneh dalam bertindak, semata-mata menuruti hawa nafsu.
Rasulullah saw juga telah bersabda, "Barangsiapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-Qur'an, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barangsiapa membacanya adalah baginya cahaya pada hari Kiamat." (HR. Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah r.a)
Maka, sungguh aksi penyaweran tersebut merupakan tindakan mencederai kesucian Al-Qur'an. Semestinya pemerintah wajib mengambil tindakan tegas kepada pelakunya. Apalagi jika banyak yang mengakui bahwa hal itu sudah sering terjadi, baik kepada pembaca Qur'an perempuan maupun laki-laki. Apalagi dengan cara penyaweran yang ditunjukkan seperti dalam video, menyebarkan uang di atas kepala qori'ah yang sedang membacakan Al-Qur'an, jelas hal tersebut merupakan tindakan tak beradab. Bukankah negara memiliki kewajiban menjaga akidah dan kesucian agama?
Sekularisme Mengikis Kewajiban Negara
Tak dimungkiri diadopsinya sekulariame, yakni pemisahan aturan agama dari kehidupan, termasuk dari ranah pemerintahan, menjadikan perkara akidah menjadi urusan pribadi saja. Seolah negara tak bertaji memberantas segala bentuk penistaan tersebut. Jangankan aksi sawer qori'ah, berkembangbiaknya paham-pahan sesat yang bertentangan dengan akidah Islam saja negara tak mampu mencabut hingga ke akarnya.
Wajar, karena dalam naungan sistem yang mengagungkan hak asasi manusia ini, kebebasan beragama dijamin sedemikian rupa, selama tidak mengganggu ketertiban umum. Sungguh ini bencana bagi peradaban. Padahal semestinya negara berada di garda terdepan dalam menjaga akidah dan kesucian agama. Sebab agama merupakan fondasi bagi kehidupan manusia. Jika rusak tatanan dalam beragama, maka rusaklah akhlak manusia, dan rusak pula sebuah peradaban.
Sekecil apa pun bentuk penistaan terhadap agama, negara wajib menindak tegas. Hal ini semata-mata demi mencegah aksi serupa terjadi lagi. Sebaliknya, jika negara abai, pihak-pihak yang menista agama bisa jadi akan mengulangi kembali melakukan aksi tersebut karena mengganggap bahwa hal itu adalah benar. Sungguh ironis!
Inilah pentingnya keberadaan institusi Islam, yakni Khilafah, yang akan menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai negara. Dengan itulah, fungsi negara sebagai maqashid syariat akan terwujud nyata. Negara dalam bingkai Khilafah juga akan mampu menempatkan syarak sebagai timbangan dalam berperilaku setiap manusia, bukan timbangan kultur budaya masyarakat yang bersumber dari akal manusia. Wallahu'alam bis shawab[]