”Sesungguhnya Islam datang untuk mengubah tradisi rusak. Nah, menyawer qari merupakan tradisi yang menyalahi syariat sehingga harus ditinggalkan.”
Oleh. Ragil Rahayu, S.E.
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Sedang viral, seorang qariah disawer sejumlah uang saat sedang membacakan Al-Qur’an pada peringatan Maulid Nabi Muhammad saw.. Sang qariah bernama Ustazah Nadia Hawasyi, pada 20 Oktober 2022 membaca Al-Qur’an pada peringatan maulid di Masjid Jami Al-Ikhlas Kp. Eurih, Desa Cibingbin, Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Saat qariah tengah membaca Al-Qur’an di atas panggung, dua jemaah laki-laki tampak naik ke atas panggung. Salah satu dari mereka menyebarkan uang di atas kepala qariah, sedangkan yang satunya lagi menyelipkan uang di kerudung bagian kening qariah (Hidayatullah, 5-1-2023).
Konon, ini bukan pertama kalinya ada saweran pada qari. Sebelumnya sudah pernah ada kejadian serupa di tempat lain dan didiamkan oleh hadirin karena sudah menjadi tradisi dan dianggap sebagai bentuk apresiasi terhadap qari.
Menghina Al-Qur’an
Sawer terhadap qari merupakan hal yang keterlaluan. Biasanya sawer diberikan pada biduan. Al-Qur’an adalah kalamullah, ia adalah kitab suci umat Islam. Sudah seharusnya Al-Qur’an dimuliakan.
Ketika Al-Qur’an sedang dibacakan, sikap hadirin haruslah diam dan mendengarkan dengan cermat. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.,
وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” [QS Al-A’raf: 204]
Orang yang mendengarkan Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh akan mendapatkan kebaikan yang berlipat ganda. Hal ini sebagaimana sabda Baginda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah,
مَنِ اسْتَمَعَ إلى آيَةٍ من كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى كتب له حَسَنَةٌ مُضَاعَفَةٌ ، وَمَنْ تَلاَهَا كانت له نُوراً يوم الْقِيَامَةِ.
“Barang siapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-Qur’an, dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barang siapa membacanya, baginya cahaya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Imam Ahmad)
Ketika mendengarkan Al-Qur’an, hendaknya kita tidak sekadar membaca, tetapi juga merenungkan dan menghayatinya sehingga bertambahlah keimanan kita. Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur’an surah Shad ayat 29,
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Kitab (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran.”
Dengan demikian, tindakan jemaah yang naik ke atas panggung dan menyawer qari adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan adab terhadap Al-Qur’an sehingga terkategori menghina Al-Qur’an.
Adapun jemaah yang menyaksikan kejadian tersebut hendaknya melakukan amar makruf nahi mungkar. Yaitu dengan menasihati pelaku agar menghentikan aksinya. Karena pelakunya laki-laki, sebaiknya yang menasihati juga laki-laki.
Sedangkan qariah tersebut hendaknya menghentikan bacaan Al-Qur’an begitu ada aksi yang tidak pantas tersebut. Lantas menghentikan aksi pelaku penyaweran. Meneruskan membaca Al-Qur’an dalam kondisi tersebut bukanlah pilihan yang tepat.
Rasulullah saw. bersabda,
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ قُلُوبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُومُوا عَنْهُ
“Bacalah Al-Qur`an ketika hati-hati kalian memang menyatu, tetapi jika kalian berselisih, maka beranjaklah darinya.” (Muttafaqun Alaih)
Mendudukkan Tradisi dan Hadiah
Terkait dengan adanya tradisi sawer pada qari, maka kita harus mendudukkannya di hadapan syariat. Tradisi ada yang sesuai dengan syariat dan ada yang bertentangan.
Tradisi yang sesuai syariat boleh dilakukan, tetapi niatnya bukan untuk mengikuti tradisi, tetapi mengikuti syariat. Sedangkan tradisi yang tidak sesuai dengan syariat harus ditinggalkan. Sesungguhnya Islam datang untuk mengubah tradisi rusak. Nah, menyawer qari merupakan tradisi yang menyalahi syariat sehingga harus ditinggalkan.
Bagaimana dengan memberi hadiah pada qari? Hukumnya boleh untuk memberi hadiah kepada qari. Namun, harus diperhatikan caranya, yaitu dengan cara terhormat dan memuliakan sang qari.
Masyarakat Matre
Kejadian saweran ini menunjukkan bahwa masyarakat kita telah menjadi matre. Segala sesuatu seolah bisa dibeli dengan uang. Sistem kapitalisme telah menjadikan makna kebahagiaan sekadar punya uang banyak. Bahkan agama pun akan mereka “jual” demi keuntungan pribadi.
Tidak hanya biduan yang disawer, tetapi segala hal. Rakyat disawer agar memilih pihak tertentu dalam pemilu. Penguasa disawer agar menghasilkan regulasi yang pro asing, dan seterusnya.
Walhasil, agar tidak ada lagi kejadian seperti ini, maka tipe masyarakat harus diubah dari matre menjadi masyarakat yang taat. Hal ini tentu bukan langkah mudah, tetapi bisa dilakukan dengan aktivitas dakwah Islam. Yaitu dakwah berjuang menegakkan Daulah Islam sehingga syariat terterapkan secara kafah. Dengan penerapan syariat kafah, masyarakat akan menjadi taat pada Allah Swt. Dan jauh dari perilaku matre. Wallahualam bissawab.[]