Perempuan dan Anak Aman di Bawah Naungan Islam

"Apa pun yang menjadi motif terjadinya tindak kekerasan yang menimpa anak dan perempuan, sejatinya berakar pada masalah diterapkannya aturan sekularisme di tengah-tengah masyarakat saat ini. Sistem ini dibangun berdasarkan pada sebuah pemikiran yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Nilai-nilai agama hanya ditempatkan pada ranah tertentu seperti ibadah mahdhah semata."

Oleh. Ummi Nissa
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kisah pilu datang dari seorang bocah perempuan bernama Malika Anastasya (6) yang menjadi korban penculikan. Setelah terpisah selama 26 hari dari kedua orangtuanya, akhirnya bocah malang tersebut ditemukan oleh tim penyidik gabungan di kawasan Ciledug, Tangerang. Hati ibu mana yang tidak hancur, saat mendengar kesaksian putrinya yang dipaksa bekerja sebagai pemulung? Malika pun kerap dimarahi bahkan tidak segan-segan dipukul oleh Iwan Sumarno (42) sebagai pelaku penculikan. (detiknews.com 4/1/2023)

Kisah di atas hanyalah sepenggal peristiwa dari sekian banyak fakta kekerasan yang menimpa anak-anak. Ibarat gunung es, yang tampak hanya permukaannya saja. Kasus yang tidak terungkap dan tidak dilaporkan jauh lebih banyak lagi. Selain anak yang menjadi korban, tindak kekerasan atau penganiayaan juga kerap menimpa perempuan.

Sebagaimana kasus penemuan jasad seorang wanita yang menjadi korban mutilasi di sebuah kontrakan Kampung Buaran, Desa Lambangsari, Tambun Selatan, Bekasi pada 30 Desember 2022. Diwartakan oleh beritasatu.com (7/1/2023) bahwa Polda Merto Jaya telah menyampaikan identitas korban bernama bernama Angela Hindriati Wahyuningsih (54) mantan aktivis Walhi. Perempuan tersebut telah dinyatakan hilang oleh pihak keluarga sejak 2019 silam.

Tindak Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan Meningkat

Tidak dimungkiri bahwa berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak. Melalui layanan call centre sahabat perempuan dan anak (SAPA) 129 pemerintah melakukan manajemen penanganan kasus secara utuh dan terintegrasi, mulai dari pengaduan sampai pendampingan anak korban kekerasan. Upaya pencegahan pun dilakukan melalui program sekolah ramah anak, pesantren ramah anak, dan lain-lain.

Namun kenyataannya, tindak kekerasan yang menimpa anak dan perempuan justru makin meningkat. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyampaikan berdasarkan pada Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) laporan kekerasan terhadap anak dan perempuan terjadi peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

Dengan demikian upaya yang telah dilakukan pemerintah belum menyentuh akar permasalahan. Sehingga perlu kiranya mendalami apa penyebab mendasar timbulnya permasalahan tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan, agar ditemukan rumusan yang tepat sebagai solusi. Mulai dari upaya pencegahan sampai penanganan kasus agar tidak terus terjadi.

Sekularisme Menjadikan Perempuan dan Anak Terancam Bahaya

Seiring dengan meningkatnya tindak kekerasan, kini anak dan perempuan merupakan pihak yang paling rentan menjadi korban, mulai dari tindak kekerasan yang bersifat fisik, psikis (emosional), seksual, eksploitasi, hingga penelantaran. Motif yang dilakukan pelaku juga beragam, mulai dari motif ekonomi, asmara, adanya relasi kuasa, dan lain sebagainya.

Namun, apa pun yang menjadi motif terjadinya tindak kekerasan yang menimpa anak dan perempuan, sejatinya berakar pada masalah diterapkannya aturan sekularisme di tengah-tengah masyarakat saat ini. Sistem ini dibangun berdasarkan pada sebuah pemikiran yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Nilai-nilai agama hanya ditempatkan pada ranah tertentu seperti ibadah mahdhah semata. Sementara dalam masalah kehidupan bermasyarakat, maka aturan yang diterapkan adalah nilai baik dan buruk menurut pandangan manusia.

Akibatnya keimanan pada level individu dan masyarakat pun pada akhirnya terkikis. Hingga wajar jika akhirnya cara pandang masyarakat kini menjadikan kenikmatan dunia sebagai tujuan hidup. Ketika syawat dunia telah menguasai individu, maka apa pun akan dilakukan untuk memenuhi hasratnya. Sekalipun dengan melanggar hak-hak asasi manusia seperti tindak kekerasan. Hanya demi cuan, orang rela melakukan penculikan. Hanya karena asmara orang tega menganiaya.

Selain itu, ciri khas dari masyarakat sekuler adalah individualistis. Hal ini tampak dari sikap individu yang kurang peka terhadap lingkungan sekitar. Ia hanya peduli pada kepentingan pribadinya. Sehingga saat terjadi tindak kejahatan di lingkungan sekitarnya cenderung dibiarkan selama tidak mengganggu kepentingan pribadinya.

Di samping itu, produk hukum yang dihasilkan dari sistem sekularisme juga tidak dapat memberi efek jera bahkan tidak mampu mencegah tindak kekerasan tersebut. Alih-alih mengurangi, yang terjadi malah terus meningkat. Kondisi ini disebabkan regulasi yang dihasilkan dalam sistem ini bersumber dari akal manusia yang terbatas. Sanksi yang diberikan pun bersifat fleksibel. Artinya, jika terdakwa tidak dapat menerima putusan hakim di pengadilan tinggi, maka ia bersama penasihat hukumnya dapat mengajukan banding ke pengadilan tingkat berikutnya (kasasi). Putusan hakim pun dapat berubah, bisa jadi lebih ringan atau bahkan bebas. Selain itu, ada juga pengurangan hukuman seperti remisi, atau pengampunan seperti grasi dari presiden dan lain sebagainya. Sehingga proses hukum dalam sistem sekuler tidak mampu mencegah tindak pidana, termasuk kekerasan yang menimpa anak dan perempuan.

Dengan demikian, selama sistem sekularisme ini terus berlaku di tengah masyarakat, maka ancaman kekerasan terhadap anak dan perempuan niscaya terus mengintai. Oleh karenanya, dibutuhkan sistem kehidupan alternatif yang akan mampu melindungi dan memberikan rasa aman kepada semua rakyat, termasuk perempuan dan anak. Sistem alternatif ini hanyalah datang dari aturan Islam.

Perempuan dan Anak Aman dalam Naungan Islam

Aturan Islam merupakan pedoman hidup manusia yang lahir dari Allah Swt. sebagai Zat Yang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Kesempurnannya dalam mengatur seluruh aspek kehidupan, dapat menjadi solusi bagi setiap permasalahan manusia di mana pun serta kapan pun.

Terkait mengatasi tindak kekerasan pada anak dan perempuan, Islam memandang keamanan sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat yang wajib dijamin oleh negara. Rasa aman muncul ketika tidak ada ancaman terhadap fisik, psikis, harta, ataupun kehormatan. Semua ini terwujud tatkala individu dalam masyarakat memiliki dasar keimanan yang kuat, sehingga melahirkan ketakwaan hanya pada Allah semata.

Tumbuhnya keimanan dalam individu dibentuk mulai dari pendidikan di keluarga, masyarakat, lembaga formal seperti sekolah-sekolah yang diselenggarakan negara. Sehingga terbentuknya pribadi -pribadi yang beriman dan bertakwa di masyarakat dapat menjadi langkah preventif untuk meniadakan tindak kriminalitas. Selanjutnya adanya pengawasan dari masyarakat merupakan hal yang dianjurkan dalam Islam. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Barang siapa yang melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu ingkarilah dengan hatinya, tapi hal itu merupakan selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Dari dalil di atas, dapat disimpulkan untuk mencegah terjadinya kejahatan, Islam mewajibkan masyarakat untuk saling menasihati dan beramar makruf nahi mungkar. Tindakan kriminal akan mudah terdeteksi sejak dini. Karena sejatinya, meningkatnya tindak kejahatan saat ini tidak bisa terlepas dari karakter masyarakat sekuler yang individualistis. Di samping itu peran negara dalam memberikan rasa aman dan melindungi semua rakyat termasuk anak dan perempuan dilakukan dengan berbagai kebijakan dan regulasi yang terintegrasi dengan aspek kehidupan lainnya. Sehingga negara mampu menyelesaikan permasalahan kriminalitas hingga akarnya.

Salah satu motif kejahatan terhadap perempuan dan anak adalah terkait asmara yang dipicu oleh pergaulan bebas. Oleh karenanya, negara wajib menutup semua pintu yang mengarah pada terjadinya pergaulan bebas, seperti larangan khalwat (berduaan antara lawan jenis), larangan ikhtilat (bercampur-baur antara pria dan wanita), kewajiban menutup aurat bagi muslimah, termasuk mengontrol media agar pornografi tidak dapat terakses masyarakat, dan lain sebagainya.

Motif lain yang mendorong terjadinya tindak kekerasan adalah karena faktor ekonomi. Kefakiran atau kemiskinan bisa mengantarkan seseorang pada kemaksiatan dan kriminalitas. Oleh karenanya, negara wajib menjamin seluruh kebutuhan sandang, pangan, dan papan rakyat. Untuk mekanisme jaminan negara terhadap kebutuhan pokok adalah secara tidak langsung. Hal ini dapat diwujudkan dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas bagi lelaki. Sebab tidak bisa dimungkiri, tindak kejahatan yang menimpa perempuan kerap terjadi di tempat kerja atau tempat umum, disebabkan banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah. Oleh sebab itu, perempuan harus dikembalikan kepada fungsi utamanya yakni sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Aspek lainnya yang dapat mencegah tindak kriminalitas adalah adanya proses peradilan yang tegas. Penerapan sistem peradilan dalam Islam bersifat tunggal. Karenanya tidak ada banding atau kasasi karena konsepsi peradilan dalam Islam tidak bertingkat. Jika seorang hakim telah memutuskan suatu perkara, maka keputusan tersebut mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh hakim lainnya, baik dikurangi hukumannya apalagi dihapuskan. Hal ini berdasarkan dengan kaidah syariat yang ditetapkan bahwa: “Sebuah ijtihad (keputusan hukum) tidak bisa dibatalkan oleh ijtihad yang semisalnya”. Sehingga ketegasan dalam proses peradilan dapat mencegah pihak lain melakukan tindak kejahatan serupa. Terlebih sanksi dalam Islam juga berfungsi sebagai penebus dosa.

Dengan demikian, penerapan aturan Islam secara sempurna dalam setiap aspek kehidupan dapat memberikan jaminan rasa aman serta melindungi dari berbagai tindak kejahatan. Tidak hanya untuk perempuan dan anak, tetapi untuk seluruh masyarakat. Bukan hanya muslim tapi juga nonmuslim yang berada di bawah naungan Islam.

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummi Nissa Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Dialog Sepertiga Malam
Next
Rakyat Sejahtera Tanpa Pajak? Mengapa Tidak?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram