Penghapusan PPKM, Wujud Lepas Tangan Negara Menangani Covid-19

"Demi bergeraknya ekonomi dan keuntungan di bisnis pariwisata, nyawa dan kesehatan rakyat dipertaruhkan. Hal ini wajar terjadi pada negeri yang menjadikan kapitalisme sebagai paradigma dalam mengambil kebijakan. Kapitalisme menjunjung tinggi asas manfaat."

Oleh. Hanum Hanindita, S.Si
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Presiden Jokowi resmi mencabut pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) pada Jumat (30/12). Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, mengatakan saat ini Indonesia masih berstatus pandemi Covid-19, untuk itu masyarakat tetap diminta waspada, meskipun PPKM telah dicabut. Hal ini karena suatu saat bisa muncul subvarian baru yang bisa memicu kenaikan lonjakan kasus.

Alasan pencabutan PPKM adalah karena kasus Covid-19 di Indonesia telah terkendali. Pemerintah terus meminta masyarakat meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan dalam menghadapi risiko Covid-19. Pemakaian masker di tengah keramaian dan ruang tertutup harus tetap dilanjutkan, begitu pula dengan program vaksinasi. (voaindonesia.com, 30/12/22)

Saat Indonesia mencabut pemberlakuan PPKM, sebelumnya Cina dilaporkan mengalami gelombang Covid-19 dengan ruang ICU di rumah sakit yang penuh. Karena alasan itu, beberapa negara di antaranya Amerika Serikat, Italia, Jepang, Malaysia, dan India menerapkan syarat ketat bagi kedatangan turis asal Cina. (bbc.com, 29/12/22)

Meskipun demikian, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pemerintah Indonesia mengungkapkan tidak ada perlakuan khusus terhadap pelaku perjalanan dari Cina ataupun dari negara lain. Padahal di saat yang bersamaan negara-negara lain justru memperketat pengawasan terhadap turis Cina. Di sisi lain, ahli kesehatan memperingatkan agar pemerintah memberi pantauan 14 hari terhadap pelancong dari Cina maupun negara lain yang masuk ke Indonesia, sebagai langkah antisipasi.

Kebijakan dihapusnya PPKM ini bisa jadi untuk menggerakan ekonomi. Apalagi, melihat risiko yang masih ada dan berbagai kebijakan yang menyertai, seperti masyarakat harus makin mandiri dalam mencegah penularan, mendeteksi gejala, dan mencari pengobatan, justru menunjukkan bentuk lepas tangan pemerintah atas nasib rakyatnya. Mengapa bisa dikatakan demikian? Ada beberapa poin yang bisa kita lihat.

Pertama, lonjakan Covid-19 masih berpotensi terjadi setelah PPKM dihapus. Dilansir dari bbc.com (29/12/22), Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Tjandra Yoga Aditama, menyatakan sejauh ini data Covid-19 di Cina masih belum terlalu jelas tentang jumlah kasus dan kematian. Sebab, ada perbedaan informasi antara berita di media dengan keterangan resmi pemerintah (Cina).

Dalam keterangan sebelumnya, Kepala Kedaruratan WHO, dr. Michael Ryan, mengatakan unit perawatan intensif (ICU) sibuk, meskipun pejabat pemerintah mengatakan angka kasus relatif rendah. Untuk itu, Prof. Tjandra meminta pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan bagi pendatang dari Cina, termasuk kemungkinan kejadian penularan dan juga sampai ke analisis pengurutan genom virus. Pendatang dari Cina harus dipantau pergerakannya minimal 14 hari sejak datang di Indonesia.

Meski jumlah kasus di Indonesia saat ini sudah melandai, tetapi dunia masih dalam kondisi pandemi. Lonjakan kasus di satu negara bisa menyebar ke negara lain, karena adanya mobilitas. Artinya, potensi penyebaran Covid-19 masih ada. Menurut epidemiolog, kemungkinan lonjakan kasus karena subvarian baru juga mungkin terjadi di Indonesia karena tingginya Covid-19 di negara lain.

Seharusnya, pemerintah belajar dari kasus Cina dan Jepang. Dua negara tersebut mengalami lonjakan kasus setelah pelonggaran aturan terkait Covid-19. Indonesia semestinya tetap menerapkan aturan ketat terhadap turis dari Cina, Jepang, dan negara mana pun yang sedang mengalami lonjakan kasus, bukan justru menerapkan pelonggaran. Hal ini sama saja membiarkan penyebaran subvarian baru masuk ke Indonesia.

Kedua, pemerintah tidak lagi menganggarkan biaya Covid. Di sisi lain, pada 2023, pemerintah tidak lagi menganggarkan biaya penanganan Covid-19 dalam APBN di bidang kesehatan, dengan alasan kasus penyebaran di dalam negeri sudah melandai. Pemerintah telah menghentikan alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), untuk penanganan Covid-19 dalam RAPBN 2023. Hingga kini belum ada kepastian biaya pengobatan, perawatan, vaksin, dan obat Covid-19 masih akan ditanggung pemerintah atau ditanggung secara mandiri, bila anggaran tersebut tidak ada. Ketiadaan anggaran ini menunjukkan lepas tangannya pemerintah dalam penanganan pandemi.

Ketiga, Pemerintah masih harus bertanggung jawab menangani masalah Covid-19. Jika anggaran biaya penanganan Covid-19 sudah ditiadakan, maka biaya kesehatan atau perawatan pasien akan menyesuaikan mekanisme pembiayaan kesehatan. Ini artinya, pembiayaan perawatan pasien akan dilakukan mandiri oleh pasien, seperti situasi sebelum pandemi. Begitu pula, bagi yang melakukan isolasi mandiri tidak lagi bisa mendapatkan obat gratis dan konsultasi telemedicine. Pemerintah juga akan menghentikan bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat, seperti bansos Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, bantuan kuota internet, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan lain-lain.

Sementara itu, status selama WHO belum mencabut status pandemi, artinya Indonesia masih dalam kondisi darurat Covid. Oleh karenanya, negara seharusnya tetap wajib memenuhi seluruh penanganan pandemi dan keselamatan warga negara. Misalnya, memberikan vaksin gratis bagi seluruh masyarakat, menanggung biaya perawatan dan pengobatan pasien Covid-19, dan berbagai upaya lainnya.

Pencabutan PPKM saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 di negara lain, sedangkan status Indonesia masih pandemi, adalah wujud sikap berlepas tangan pemerintah terhadap penularan virus Covid. Demi bergeraknya ekonomi dan keuntungan di bisnis pariwisata, nyawa dan kesehatan rakyat dipertaruhkan. Hal ini wajar terjadi pada negeri yang menjadikan kapitalisme sebagai paradigma dalam mengambil kebijakan. Kapitalisme menjunjung tinggi asas manfaat. Keputusan mana yang lebih menguntungkan secara ekonomi itulah yang akan diberlakukan. Meskipun masih tetap ada rakyat yang terdampak dan masih terus memakan korban jiwa, namun hal itu dianggap sebagai masa penyesuaian setelah dicabutnya PPKM. Nyawa manusia benar-benar tidak dihargai.

Tentu berbeda dengan Islam. Pelayanan kesehatan dalam Islam memprioritaskan nyawa manusia dengan asas perkembangan ilmu pengetahuan, bukan mengutamakan aspek ekonomi. Jika berdasarkan data dan ilmu pengetahuan memang masih harus melaksanakan program PPKM, maka PPKM tidak akan dihapuskan hanya karena alasan ekonomi.

Setiap pemimpin, ketika mengambil keputusan yang menyangkut kepentingan hidup orang banyak, akan sangat berhati-hati karena pertanggungjawabannya sampai ke akhirat. Dalam Islam, pemangku kekuasaan akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap nyawa rakyatnya yang hilang, jika tidak diurus dengan baik. Pemimpin yang baik menurut Islam, adalah yang dapat menjadi perisai atau pelindung bagi rakyatnya. Seperti dalam hadis yang artinya, “Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaannya).” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)

Pemimpin seperti ini hanya akan lahir, jika sistem Islam yang diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Pemimpin-pemimpin yang paham akan tanggung jawabnya, tidak akan melakukan tindakan yang terkesan ‘lepas tangan’ dan menzalimi rakyatnya.

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi, demi menjaga nyawa manusia. Di dalam Islam, menjaga kesehatan harus dilakukan oleh setiap individu. Namun, menjaga kesehatan diri sendiri pasti terbatas, seperti butuh pengadaan obat-obatan atau alat-alat kesehatan yang harganya mahal dan tidak akan bisa dimiliki individu. Oleh karena itu, selain adanya upaya dari individu untuk menjaga kesehatan, dibutuhkan juga jaminan dan tanggung jawab dari negara.

Jika kondisi sedang tidak ada wabah penyakit, negara Islam (Khilafah) wajib menyediakan rumah sakit, klinik, dokter, nakes lainnya, laboratorium, alat kesehatan, obat, dan lain-lain. Semua hal tersebut wajib disediakan negara untuk seluruh rakyat secara gratis. Sementara dalam kondisi pandemi, negara justru harus lebih ekstra lagi dalam menyediakan layanan kesehatan bagi warganya. Selain menyediakan fasilitas kesehatan dan tenaga medis, negara juga harus memfasilitasi vaksin dan obat untuk pencegahan dan pengobatan penyakit yang tengah mewabah. Semua pelayanan rumah sakit, laboratorium, tes, dan lain-lain ditanggung oleh negara.

Khilafah menyediakan anggaran yang mencukupi untuk semua keperluan kesehatan, baik gaji tenaga medis, penyediaan obat, pelaksanaan penelitian, maupun yang lainnya. Khilafah menyediakan anggaran untuk kesehatan dan bersifat mutlak, artinya dana kesehatan akan selalu ada.

Demikianlah, Khilafah tidak akan berlepas tangan terhadap penanganan pandemi, bahkan akan bertanggung jawab penuh. Sekalipun jumlah kasus sudah melandai, kemungkinan terburuk tetap harus siap diantisipasi. Oleh karena itu, kita tidak mungkin berharap kepada sistem kapitalisme, untuk memberikan penghargaan kepada nyawa manusia, sekaligus jaminan dan tanggung jawab penuh negara dalam hal kesehatan, termasuk dalam aspek-aspek yang lain. Wallahu a'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Hanum Hanindita S.Si Kontributor NarasiPost.com
Previous
S&K Kematian
Next
Tarif KRL Orang Miskin dan Kaya Bakal Beda, Kok Bisa?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram