Miris! Bahan Pokok Mahal di Negeri Agraris

"Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Harusnya, bahan pokok tercukupi, harga terjangkau, dan negara tidak mengimpor beras. Akan tetapi, dari aturan yang ada membuat rumit permasalahan strategis ketahanan pangan sebuah negara."

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com, Penulis, dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Bhima Yudhistira ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengatakan, akar masalah dari impor beras setiap tahun dengan angka jutaan ton, yaitu pada sengkarut data perberasan. Menurutnya, BPS telah mengeluarkan rujukan data dengan teknologi terkait survei luas panen dan luas lahan. Hasilnya, BPS menyatakan Maret-Mei merupakan masa panen raya, sehingga produksi gabah dan beras diproyeksi surplus. Namun, mengapa nyatanya negeri agraris ini tetap mengimpor beras dengan jumlah yang tak sedikit?

Harga beras di Indonesia cenderung naik sejak Juli 2022, dalam empat bulan terakhir kenaikan harga beras dipengaruhi oleh efek musiman, yaitu penurunan produksi beras jelang akhir tahun dan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Hal itu disampaikan oleh Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Setianto. Sementara data Kerangka Sampling Area (KSA) BPS mencatat, produksi nasional tahunan surplus dan bisa dijadikan cadangan tahun selanjutnya. (pertanian.go.id)

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), harga beras eceran naik 6,23 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dan naik 2,30 persen secara bulanan atau month to month (mtm) pada Desember 2022. Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan kenaikan harga beras tidak hanya terjadi di tingkat eceran, tetapi juga di level grosir dan penggilingan (CNNIndonesia.com, 02/01/2023).

Impor Beras, Solusikah?

Menarik apa yang disampaikan oleh Bhima, pembenaran ilmiah untuk impor itu lemah. Hal ini bukan lagi persoalan produksi pertanian ), tetapi sudah masuk ranah ekonomi politik. Siapa yang untung dari margin impor beras? Bayangkan, tidak perlu pusing menanam, tinggal impor dapat margin. Ekonomi kita sengaja diarahkan menjadi rent seeking atau pemburu rente.

Menurut Bhima, impor beras hanya solusi temporer, karena masalah pangan beras terletak pada biaya input produksi beras yang naik di tingkat petani. Apabila impor menjadi jawaban setiap kali terjadi gejolak harga pangan, maka akan menurunkan minat petani. Imbasnya, petani akan berpindah ke tanaman lain yang lebih menguntungkan (tempo.co, 17/12/2022).

Rakyat hanya bisa gigit jari menerima segala kebijakan yang ada, tanpa bisa protes dan menolak. Rakyat tak tahu ada apa di balik mahalnya bahan pokok dan impor beras yang dilakukan negara tiap tahun. Padahal, Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Harusnya, bahan pokok tercukupi, harga terjangkau, dan negara tidak mengimpor beras. Akan tetapi, dari aturan yang ada membuat rumit permasalahan strategis ketahanan pangan sebuah negara.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, masing-masing mampu memproduksi padi di atas 9 juta ton gabah kering giling (GKG) pada tahun 2021. Diikuti provinsi lainnya walau tak sebesar provinsi Jawa. BPS juga mencatat, pada 2021 luas panen padi nasional menyusut 2,35% (year-on-year/yoy) menjadi 10,41 juta hektare (ha).

Lalu, produksi padi nasional pada 2021 turun 0,42% (yoy) menjadi 54,42 juta ton GKG, dan jika dikonversi menjadi beras volumenya menyusut 0,41% (yoy) ke 31,36 juta ton. Walaupun luas panen dan produksinya cenderung menurun, namun pada Agustus 2022 Indonesia menerima penghargaan dari International Rice Research Institute (IRRI), karena dinilai memiliki sistem ketahanan pangan yang baik, dan berhasil mencapai swasembada beras selama periode 2019-2021. Seharusnya, penghargaan ini bisa dipertanggungjawabkan dengan cara pemerintah bisa memenuhi stok beras yang diperlukan tanpa impor dan harga beras tidak mahal.

Pemerintah harusnya sadar bahwa sistem yang digunakan saat ini banyak merugikan rakyat. Jika benar demokrasi itu dari, oleh, dan untuk rakyat, tetapi rakyat mana yang dimaksud? Karena dari setiap kebijakan yang ada, banyak yang merugikan rakyat, di antaranya harga pokok yang mahal. Sementara, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2022 menurut data BPS, yaitu 26,16 juta jiwa. Lalu, bagaimana nasib mereka yang hanya sekadar memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari saja tak mampu?

Perlu perbaikan mendasar dan menyeluruh untuk menyelesaikan sengkarut permasalahan di negeri ini. Harus ada penyamaan persepsi antara pemegang kebijakan dan seluruh elemen tentang apa sebenarnya akar masalah di Indonesia? Karena jika benar diagnosa, maka akan tepat dicarikan obatnya. Sadarkah, bahwa aturan yang selama ini dipakai sudah banyak membawa problem yang tak kunjung menemukan solusi yang tepat?

Islam Punya Solusi

Permasalahan yang sistemis akan berkaitan dengan sistem yang digunakan. Karena, sebuah sistem itu adalah satu kesatuan dari berbagai komponen atau elemen yang saling berkelindan satu dengan yang lainnya, untuk mencapai suatu tujuan. Jika sistem saat ini banyak menimbulkan masalah, maka mau tidak mau harus ada keberanian dan keyakinan untuk merubah sistem yang ada. Lalu, penggantinya sistem apa? Tak ada pilihan lain selain mengunakan sistem atau aturan yang sudah pernah dicontohkan oleh Baginda Rasulullah saw.

Karena, Beliaulah panutan umat Islam di dunia. Syariat yang diturunkan pernah diterapkan sepanjang Beliau masih ada, dan dilanjutkan oleh para sahabat serta khalifah setelahnya, hingga runtuhnya Kekhilafahan Turki Utsmani. Bicara solusi bahan pokok dalam sistem ekonomi, tak lepas dari sebuah sistem secara keseluruhan. Dalam Islam, negara memiliki kedaulatan dan kemandirian, tidak bergantung dengan negara lain apalagi jika negara itu kafir harbi.

Beras adalah komoditas strategis yang memiliki peranan penting dalam perekonomian serta ketahanan pangan nasional. Komoditas ini menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan. Maka, kemandirian negara dalam menjaga ketahanan pangan sangat dijaga di dalam Islam. Oleh karenanya, Islam memiliki konsep yang menyeluruh dan unik, di antaranya:

Pertama, pemimpin dalam Islam memiliki tanggung jawab mengurusi urusan rakyat atas dorongan akidah dan meraih rida Allah. Sabda Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Bukhari, "Imam (khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya."

Kedua, negara akan terus berusaha memenuhi kebutuhan pokok rakyat, menjaga kestabilan harga, agar terjangkau dan barang tidak langka. Oleh karenanya, negara menjamin produksi pertanian dalam negeri berjalan optimal baik dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Distribusi bahan pokok harus merata ke seluruh penjuru, baik desa maupun kota.

Ketiga, negara mencegah dan menghilangkan distorsi pasar dengan adanya larangan penimbunan, riba, praktik tengkulak, kartel, dan sejenisnya. Hadis Rasulullah saw., "Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah)

Selain itu, ada penegakan hukum yang tegas dan memiliki efek jera sesuai syariat. Islam memiliki struktur khusus dalam hal ini, yaitu kadi hisbah yang bertugas mengawasi perdagangan di pasar, dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan tayib.

Keempat, negara mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman bermuamalah yang benar sesuai syariat, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain.

Teringat pada sebuah kaidah ushul, "Di manapun ada syariat, di situ pasti ada maslahat." Tentu maslahat bagi siapa saja dan apa saja, karena syariat Allah jika diterapkan akan memberi rahmat bagi seluruh alam. Allahu a'lam bishawab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Sherly Agustina M.Ag. Kontributor NarasiPost.Com dan penulis literasi
Previous
Antara Prestise dan Mempertahankan Hidup
Next
Membumikan Ide Kebangkitan Islam
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram