Liberalisasi Seks Kian Menggila

"Anak dan generasi muda difokuskan untuk menimba ilmu sebagai bekal pengisi peradaban mulia dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi umat sebab di tangan merekalah estafet perjuangan risalah Baginda Nabi saw. akan terus berjalan."

Oleh. Sherly Agustina, M.Ag.
(Kontributor NarasiPost.Com dan Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.com-Ibarat sebuah film, episode kehidupan kali ini masuk kategori genre horor. Bagaimana tidak, bocah usia SD bisa memperkosa bocah usia TK. Suatu hal yang rasanya tidak mungkin terjadi, tapi di alam demokrasi liberal hal ini nyatanya bisa terjadi. Kini, para orang tua khususnya ibu merasa takut anaknya dibayang-bayangi kejahatan seksual di luar rumah. Rasa tak aman menyelimuti anak-anak polos tak berdosa. Lalu, salah siapa?

Publik dibuat syok, mendengar kabar anak Sekolah Dasar (SD) diduga memperkosa bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto. Kasus ini sedang ditangani aparat kepolisian setempat, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi Gondam Prienggondhani membenarkan pihaknya menerima laporan kasus tersebut. Menurut penjelasan dari kuasa hukum korban, Krisdiyansari, peristiwa perkosaan itu terjadi pada 7 Januari 2023 lalu. Terduga pelaku merupakan tetangga korban dan teman sepermainan (liputan6.com, 20/01/23).

Tak disangka kejadian itu bukan kali pertama dilakukan terhadap korban, 4 kali telah dilakukan di tahun 2022. Bocah usia 8 tahun telah mengenal dunia seks dan porno hingga berusaha melakukan pencabulan pada bocah TK. Hal ini menjadi catatan kritis di dunia anak, dunia yang seharusnya diisi dengan canda tawa dan riang gembira bermain terkoyak oleh kejahatan seksual usia dini.

Anak Korban Liberalisasi Seks

Pertanyaannya, mengapa kejahatan seksual bisa terjadi pada anak kecil yang tak pernah terbayangkan usia SD bisa melakukan hal yang seharusnya dilakukan orang dewasa? Usia 8 tahun bagi anak laki-laki biasanya belum balig, tapi derasnya liberalisasi telah membuat anak kecil "dewasa" sebelum waktunya. Anak seorang peniru ulung, jika anak kecil bisa melakukan pencabulan besar kemungkinan anak tersebut pernah melihat hal-hal yang berbau cabul dan porno. Melihatnya pun bisa jadi bukan hanya sekali atau dua kali, sehingga bisa membuat sang anak penasaran dan mencobanya pada anak kecil lainnya.

Artinya, di alam demokrasi yang menjamin kebebasan telah memakan banyak korban terutama anak kecil yang tak berdosa. Energi dan pikiran yang seharusnya mereka gunakan untuk belajar dan bermain, telah ternodai oleh ide kebebasan. Di mana konten porno sangat mudah dilihat dan dikonsumsi oleh siapa saja termasuk anak-anak. Bahkan, mereka pun menjadi target dan korban predator seks yang berkeliaran di luar rumah.

Kini, rasa aman sangat mahal bagi anak-anak dan orang tua. Rasa trauma yang dialami oleh korban kejahatan seksual tidak mudah untuk diobati. Sama tidak mudahnya mengobati anak yang sudah keranjingan pornografi, karena hal tersebut telah merusak otaknya. Elly Risman seorang psikolog dan Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati mengatakan, anak yang melihat pornografi setidaknya merusak lima bagian otak.

“Anak yang mengakses pornografi, kemudian mengalami kecanduan (adiksi), otaknya akan menciut. Karena ada hormon-hormon kenikmatan, begitu juga dengan hormon lainnya secara berlebihan keluar disebabkan anak berkonsentrasi merasakan kenikmatan. Jika demikian, sifat kemanusiaannya bisa rusak dan berganti dengan sifat kebinatangan." (Hidayatullah.com)

Penulis buku “The Drugs of The Millenium”, Dr. Mark Kastelmen memberi nama pornografi sebagai visual crack cocain atau narkoba lewat mata. Beliau mengatakan, "Bagian otak yang paling dirusak adalah pre frontal cortex (PFC) yang membuat seseorang sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls." (Kompasiana)

Melihat fenomena ini, rusaknya generasi di tangan anak bangsa menjadi ancaman nyata. Kerusakan ini akibat gaya hidup bebas yang melibas dunia anak. Ya, kebebasan atau liberalisme telah merusak dan merasuk manusia tanpa pandang usia. Terutama liberalisasi seksual yang kian menggila.

Lalu, di mana peran orang tua sebagai pendidik utama dan pertama pada anak-anak? Di mana keberadaan orang tua agar anak terjaga dari tindak kejahatan seksual baik pelaku ataupun korban? Di mana masyarakat yang peduli pada anak-anak dan peran negara yang memiliki kewajiban menjaga warganya terutama anak-anak dari kejahatan seksual?

Umat Butuh Solusi Islam

Sungguh, umat butuh pe- ri'ayah (pemimpin) yang bisa mengurus dan menjaga mereka dari segala kerusakan. Pemimpin yang diharapkan bukan hanya sekadar pemimpin, bukan pula yang menerapkan demokrasi-sekularisme seperti yang sekarang diterapkan di negeri ini. Pemimpin yang dibutuhkan yaitu yang hanya menerapkan syariat Allah, karena hanya dengan penerapan syariat saja segala kemaslahatan atau kebaikan serta keberkahan akan dirasakan oleh umat.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surat Al-A'raf ayat 96, "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Syarat mendapat keberkahan adalah beriman dan bertakwa, maksudnya adalah mau tunduk pada aturan Allah saja sebagai konsekuensi keimanan. Islam akan menjaga akal, agama, jiwa, harta, dan keturunan. Menjaga akal yaitu membekali dan mendidik anak-anak dengan fondasi akidah yang kokoh. Tidak hanya pendidikan akidah di keluarga (rumah), tapi juga di tengah-tengah masyarakat dan juga sekolah. Negara mengondisikan agar akidah rakyat bisa terjaga dengan baik.

Maka, dipastikan tidak akan berkeliaran dengan bebas konten pornografi yang akan merusak akal dan akidah umat terutama generasi muda dan anak kecil. Media hanya sebagai sarana untuk syiar, dakwah, dan mendekat taat kepada Allah. Kontrol masyarakat berfungsi untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar.

Anak dan generasi muda difokuskan untuk menimba ilmu sebagai bekal pengisi peradaban mulia dan memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi umat. Di tangan merekalah estafet perjuangan risalah Baginda Nabi saw. akan terus berjalan. Mereka pula penerus para ulama yang akan mewujudkan peradaban Islam kembali gemilang di muka bumi. Tak ada waktu dan celah untuk melakukan kemaksiatan apalagi menonton sesuatu yang sia-sia bahkan merusak. Inilah perbedaan Islam dengan sekularisme, Islam me- ri'ayah anak-anak dengan baik dan sempurna sesuai fitrahnya sementara sekularisme-liberalisme merusak potensi mereka. Allahualam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Sherly Agustina M.Ag. Kontributor NarasiPost.Com dan penulis literasi
Previous
Rajab, Momentum Penting Kejayaan Islam
Next
Sambutlah! Sejatinya Mereka Membawa Pahala untuk Kita
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram