"Melihat kondisi seperti ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa faktor paling mendasar terjadinya pelonjakan kasus TBC pada anak adalah kurangnya pengurusan dari pemerintah. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan dan kondisi ekonomi sosial yang lemah berimbas pada rendahnya kualitas kesehatan masyarakat."
Oleh. Deena Noor
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Kesadaran yang kurang bisa menyebabkan masalah kesehatan menjadi lebih berat. Hal ini terjadi pada meningkatnya kasus TBC anak di Bantul. Ratusan anak yang didominasi balita terkonfirmasi TBC. Dugaan kuat karena anak-anak tersebut berada di lingkungan yang terdapat orang dewasa dengan kasus TBC, tetapi tidak ditangani secara serius.
Bagaimana kasus TBC anak bisa mencapai ratusan jumlahnya? Apakah ini bukti bahwa negara lalai? Lalu, bagaimana Islam melihat masalah kesehatan seperti ini?
Fakta TBC Anak di Bantul
Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul melaporkan bahwa pada bulan Januari sampai November 2022 ada 1.216 kasus Tuberkulosis (TBC) di wilayahnya. Sekitar separuhnya atau 619 kasus terjadi pada anak-anak dan balita. Diperkirakan jumlah kasus TBC di Bantul mencapai 2.431 dan yang teridentifikasi baru 1.216 kasus. (health.detik.com, 22/12/2022)
Ratusan kasus tersebut ditemukan berdasarkan laporan rumah sakit dan metode investigasi kontak atau tracing kontak erat pada penderita TBC lainnya. Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Bantul, Abednego Dani, menyatakan pihaknya menemukan adanya kontak orang dewasa penderita TBC dengan pasien anak yang tertular, tetapi tidak signifikan. Ia juga menyatakan bahwa TB anak penularannya harus ada orang dewasa sebab TB anak sendiri tidak menular. Anak-anak justru yang bisa tertular dari orang dewasa di sekitarnya yang merupakan penderita TBC. (cnnindonesia.com, 23/12/2022)
TBC Menular Lewat Udara
Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC menyebar melalui udara. Saat penderita TBC batuk atau bersin, kuman tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak. Tetesan yang mengandung bakteri itu kemudian dihirup oleh orang lain, sehingga terjadilah infeksi.
Kontak fisik seperti berjabat tangan, memeluk, atau bersentuhan kulit tidak menyebabkan penularan TBC. Berbagi makanan atau minuman dengan penderita tuberkulosis juga tidak menjadi penularan penyakit ini.
Penderita TBC yang batuk, bersin atau berbicara terlalu dekat dengan anak-anak bisa menularkan penyakitnya. Anak-anak itu terinfeksi lewat udara yang mereka hirup yang telah terkontaminasi bakteri. Berada dalam ruangan gelap dan lembab dalam waktu yang lama dengan orang yang menderita TBC juga menjadikan risiko penularannya makin tinggi.
Penyebab Tingginya TBC Anak
Kepala Dinkes Bantul, Agus Budi Rahardja, menyatakan ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab banyak anak-anak terjangkit TBC. Salah satunya adalah masih banyak penderita TBC yang belum teridentifikasi dan belum diobati. Dalam hal ini, anak-anak rentan terhadap penularan. Sebagai contoh ada anak umur 2 tahun yang sering digendong atau diciumi oleh orang-orang di sekitarnya. Ini menjadikan risiko kontak penularan makin tinggi. (detik.com, 23/12/2022)
Faktor lainnya adalah aspek pemenuhan gizi anak yang kurang, lingkungan yang tidak sehat dan acuh, kondisi ekonomi dan sosial orang tua, dan pengetahuan orang tua yang kurang terkait kesehatan. Anak-anak yang diasuh oleh bukan orang tuanya sendiri seperti kakek-neneknya, kerabat atau pengasuh juga rawan mengalami penularan. Karena ketika diasuh oleh bukan orang tuanya sendiri sangat memungkinkan anak berdekatan dengan siapa saja yang bisa jadi di antaranya adalah penderita TBC.
Melihat kondisi seperti ini, bisa ditarik kesimpulan bahwa faktor paling mendasar terjadinya pelonjakan kasus TBC pada anak adalah kurangnya pengurusan dari pemerintah. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan dan kondisi ekonomi sosial yang lemah berimbas pada rendahnya kualitas kesehatan masyarakat. Ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab negara dalam melayani rakyatnya. Negara lalai dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, baik dalam bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
Kesehatan dalam Kapitalisme
Sudah menjadi karakter bawaan kapitalisme untuk menjadikan materi sebagai tujuan. Apa pun dikerjakan untuk meraih keuntungan. Dengan begitu, negara yang menerapkan sekularisme kapitalisme sudah pasti nihil dalam aspek pengurusan ( ri’ayah ). Negara hanya berlaku sebagai regulator bagi kepentingan pemilik modal, bukan sebagai pengurus rakyatnya. Bagaimana mau mengurusi rakyatnya jika sibuk mengurusi kepentingan para korporat? Rakyat yang sakit pun terpaksa harus mencari jalan sendiri atau bertahan dengan bekal seadanya.
Paradigma kapitalisme sekuler telah membuat negara bertindak sesukanya sehingga tak soal bila menyusahkan rakyatnya sendiri. Kesehatan sering kali kalah dengan kepentingan duit. Seolah enggan dan hitung-hitungan dalam mengeluarkan dana untuk kesehatan masyarakatnya. Bisa jadi alokasi dana minim karena sebagian besar telah masuk ke kantong-kantong para kapitalis. Ketika melayani pun tidak tulus untuk kemaslahatan rakyatnya.
Kita masih ingat saat pandemi mewabah, negara tidak melakukan lockdown dengan pertimbangan ekonomi. Padahal, kondisi saat itu sudah sangat genting. Namun, kesehatan harus kalah dengan kepentingan ekonomi. Tidak mau rugi dan mengeluarkan banyak dana untuk kesehatan rakyat.
Kesehatan di alam kapitalisme memang berada dalam pusaran bisnis yang dikuasai oleh para kapitalis. Semua diukur dengan pertimbangan untung-rugi. Ini bisa dilihat dari mahalnya biaya kesehatan yang harus ditebus oleh masyarakat. Biaya kesehatan yang selama ini menjadi momok bagi rakyat. Jika ingin mendapat pelayanan kesehatan, rakyat harus merogoh kocek dalam-dalam. Negara yang harusnya memberikan jaminan kesehatan malah menjadi penambah beban kehidupan rakyat.
Islam dan Kesehatan
Dalam Islam, kesehatan merupakan kebutuhan mendasar rakyat. Artinya, setiap orang berhak untuk hidup sehat. Ini menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya dengan segala upaya. Negara melakukan berbagai langkah pencegahan agar masyarakatnya terhindar dari bermacam gangguan kesehatan. Negara juga wajib menciptakan kondisi yang mendukung kesehatan masyarakat secara lahir dan batin. Masyarakat yang sehat jiwa dan raganya merupakan tanggung jawab negara.
Pemahaman masyarakat tentang kesehatan juga menjadi perhatian negara. Prinsip hidup sehat sesuai syariat selalu disampaikan dan dijaga agar terus hidup di tengah masyarakat. Dengan pemahaman yang benar tentang kesehatan, maka setiap orang akan senantiasa berhati-hati dalam bertindak. Bukan hanya untuk menjaga kesehatan pribadi, tetapi juga kesehatan semuanya. Sebab, setiap orang menyadari bahwa menjaga kesehatan adalah salah satu bentuk beribadah kepada Allah taala.
Pun ketika ada warga yang sakit, sistem kesehatan berjalan untuk menyembuhkannya. Begitu satu kasus penyakit terjadi, pihak berwenang langsung bertindak cepat karena setiap nyawa menjadi prioritas. Tidak perlu menunggu kasus merebak dan berdampak luas baru negara bertindak.
Fasilitas kesehatan tersedia untuk melayani semua orang, tanpa membeda-bedakan latar belakangnya. Siapa saja yang membutuhkan pelayanan akan mendapatkannya dengan cara yang terbaik. Rakyat tidak perlu khawatir dengan masalah biaya karena negara telah menanggungnya. Ongkos kesehatan bisa relatif murah, bahkan gratis jika memungkinkan. Tidak ada lagi kasus orang sakit yang terlambat penanganannya karena ketiadaan biaya. Rakyat tidak perlu takut ke rumah sakit untuk berobat atau memeriksakan kesehatannya karena tidak terbebani dengan biaya yang mahal.
Seluruh pembiayaan untuk kesehatan dan bidang lainnya telah didanai dari Baitulmal. Kas negara ini memiliki sumber pemasukan dari harta milik rakyat seperti hasil pengelolaan kekayaan alam, harta milik negara seperti fai, jizyah, kharaj, ganimah, dan juga dari zakat. Itu semua dipergunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, baik yang reguler maupun yang darurat.
Negara benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengatur urusan rakyat. Dengan penerapan Islam secara kaffah, rakyat tidak akan terlunta-lunta atau menderita sakit berkepanjangan. Pemimpin melaksanakan amanahnya dalam mengayomi rakyatnya sebagaimana hadis Rasulullah bahwa: “Khalifah adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap urusan mereka.” (HR. Bukhari)
Wallahu a’lam bishshawwab[]