Jenazah Manusia Dijadikan Pupuk Kompos, kok Bisa?

"Mereka berdalih bahwa inovasi itu memberi kontribusi menjaga bumi. Padahal, sifat kemaruk mereka itulah yang menyebabkan segalanya dijadikan uang. Fenomena ini adalah cerminan dari ideologi kapitalisme. Di samping akibat dari memisahkan agama (Islam) dari kehidupan, juga dampak dari asas kebebasan alias liberalisme yang mereka anut."

Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sungguh mengherankan, sebuah langkah baru yang digadang-gadang sebagai ramah lingkungan. Jenazah dijadikan bahan utama kompos pertanian. Benarkah ini sebagai inovasi penjagaan lingkungan? Atau justru berorientasi cuan?

Dilansir dari detikNews (4/1/2023), pada tahun 2019, Washington merupakan negara bagian Amerika Serikat (AS) pertama yang melegalkannya inovasi jenazah manusia dijadikan pupuk kompos. Setelah itu, diikuti oleh Colorado, Oregon, Vermont, dan California. Terbaru, Gubernur Negara Bagian New York dari Partai Demokrat, Kathy Hochul, juga membolehkannya. Sejauh ini, praktik pengomposan jenazah manusia telah dilegalkan di seluruh Swedia.

Adapun proses pengomposan itu dilakukan di sebuah fasilitas khusus. Mereka mencampur jenazah itu bersama bahan-bahan lain, seperti serpihan kayu, alfalfa, dan rumput jerami. Kemudian dibiarkan dalam bejana tertutup hingga beberapa pekan sampai terurai secara biologis di bawah pengaruh mikroba. Hasil penguraian yang sudah menjadi kompos itu, siap digunakan untuk menyuburkan berbagai tanaman.

Berkenaan dengan itu, para uskup Katolik di Negara bagian New York dilaporkan menentang kebijakan tersebut. Mereka beralasan bahwa tubuh manusia tidak boleh diperlakukan seperti "limbah rumah tangga". Selain itu, biaya pengomposan pun tidak murah. Sebuah perusahaan Recompose pertama di dunia yang fasilitasnya di Kota Seattle, menyatakan bahwa biaya pengomposan adalah sebesar $7.000 atau sekitar Rp81 juta "sebanding" dengan opsi penguburan atau kremasi di AS.

Mayat pun Dijadikan Cuan

Ideologi kapitalisme dengan asasnya yang sekuler, mengharuskan pemisahan agama dalam kehidupan. Agama tak boleh dibawa-bawa dalam setiap kebijakan. Ketentuan syariat tentu tidak diperhatikan. Bahkan dilarang membahasnya selain di tempat ibadah. Akhirnya, dengan sekularisme orang tidak membedakan, apakah perbuatannya melanggar atau tidak. Dalam ideologi ini, apa saja akan dimanfaatkan sebagai penghasil uang alias cuan tak peduli halal atau haram. Tak heran, dengan tega mayat pun dijadikan sebagai produk uang. Mereka menganggap mayat sebagai benda yang tak berguna, kotor, dan mempersempit bumi. Begitu serakahnya hingga agar mayat bermanfaat dan bisa menghasilkan uang, maka digagas inovasi "jenazah dijadikan pupuk kompos".

Mereka berdalih bahwa inovasi itu memberi kontribusi menjaga bumi. Padahal, sifat kemaruk mereka itulah yang menyebabkan segalanya dijadikan uang. Fenomena ini adalah cerminan dari ideologi kapitalisme. Di samping akibat dari memisahkan agama (Islam) dari kehidupan, juga dampak dari asas kebebasan alias liberalisme yang mereka anut. Dampaknya, mereka bebas berkehendak sesukanya. Inilah salah satu ide konyol yang melanggar syariat.

Mirisnya, hal ini terus dilegalkan di beberapa negara Barat. Padahal, jelas ini bukan inovasi hebat yang bisa menyelesaikan permasalahan umat manusia. Yang dijadikan dasar inovasi ini adalah kebebasan atau liberalisme, dan tak peduli halal haram. Jika dibiarkan, tentu hal ini justru mengundang murkanya Allah Swt.

Perlakuan terhadap Jenazah

Dalam Islam, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Kedudukan itu berlaku baik masih hidup maupun ketika sudah mati. Oleh karenanya, walaupun sudah mati, manusia harus diberikan hak-haknya sesuai yang diperintahkan syariat, yaitu dimandikan, dikafani, disalatkan, juga dikuburkan sesuai perintah Islam. Tindakan itu hukumnya wajib kifayah. Artinya ketika ada satu saja jenazah yang tidak dipenuhi haknya, maka seluruh kaum muslimin menanggung dosa

Pun harus tetap dihargai dan dihormati walau telah dikubur. Dengan demikian, ketika jenazah atau makam diaduk-aduk, artinya menyakiti jenazah. Apalagi dicampur dengan bahan-bahan penguat kompos untuk dibusukkan, maka tindakan itu membuat jenazah pun tidak tenang.

Ada sebuah hadis Rasulullah Saw. yang diriwayatkan dari Amar bin Hazm. Dia meriwayatkan bahwa suatu ketika dia melihat Rasulullah saw duduk bersimpuh di samping makam, kemudian beliau bersabda :

”Jangan sakiti penghuni makam ini.” (HR. Imam Ahmad)

Dengan demikian, tidak bisa kita bayangkan jika ada kaum muslimin yang mengadopsi ide sesat pengomposan jenazah ini. Maka, seluruh kaum muslimin berada dalam kubangan dosa karena tidak memberikan hak bagi orang yang telah meninggal, yaitu mereka yang sudah tidak bisa menuntut haknya yang wajib diberikan oleh saudara muslim yang masih hidup.

Ironi Penyelamatan Lingkungan

Usaha penyelamatan lingkungan harusnya dilihat dari apa yang menyebabkan bumi rusak. Kenyataannya, emisi gas terus diproduksi oleh orang-orang serakah yang terus memburu cuan untuk kesenangan kehidupan dunia mereka, yaitu melalui pabrik atau industri yang mereka miliki. Lebih parahnya lagi, semua didukung oleh pemerintah yang menerapkan kapitalisme yang niscaya kan diterapkannya demokrasi, liberalisme dan sekularisme.

Sungguh ironi, para perusak lingkungan tidak ditindak dengan tegas. Namun, dengan berdalih penyelamatan lingkungan, mereka malah bersusah payah mengaduk-aduk jasad yang harusnya berada di liang lahat. Pun dengan modal biaya yang sangat mahal, sebagaimana biaya pengomposan jenazah manusia. Jika hal ini terus dibiarkan, maka kerusakan lingkungan dan alam, akan semakin parah. Jika sudah begitu, bagaimana Allah Swt. tidak murka? Manusia sebagai makhluk termulia, tetapi menggunakan akalnya hanya untuk memenuhi nafsunya belaka.

Muslim Taat Syariat Menebar Manfaat

Sebagai seorang muslim, kita harus melihat dan menilai sesuatu dari sudut pandang syariat. Dan menerapkannya dalam setiap langkah kehidupannya. Dengan begitu, maka termotivasi untuk berkarya dan berinovasi dengan dorongan keimanan dan ketakwaan, bukan kebebasan maupun materi keduniaan. Berawal dari tekad seperti ini, maka inovasi-inovasi yang dihasilkan akan menjadi karya yang bermanfaat luar biasa bagi dunia. Tak heran, semasa Islam berjaya banyak ilmuan muslim yang karyanya berguna menyelesaikan problematik manusia.

Selain itu, dengan syariat Islam masyarakat tak akan bersaing dalam harta yang menjadikan serakah. Karena dengan syariat Islam, mereka tahu bahwa tujuan hidup bukan untuk kesenangan dunia. Namun semata untuk mendapat rida Allah Swt.. Dengan begitu, masyarakat justru semangat untuk berlomba-lomba dalam ketakwaan. Namun, hal ini tak mungkin ada dalam negara kapitalisme-demokrasi. Tapi hanya terwujud dalam masyarakat yang negaranya menerapkan sistem Islam.

Tidak hanya itu, sistem Islam juga akan diterapkan dalam menjaga kelestarian lingkungan, terutama hutan sebagai sumber oksigen dan paru-paru dunia. Bahkan sebagai keseimbangan lingkungan dan iklim. Karenanya hutan tidak boleh digunduli. Ketika akan mengelola sumber daya alam, akan dikonsultasikan dengan putra bangsa yang ahli, bukan dengan swasta apalagi asing. Hal ini agar tidak dikuasai dan dirusak oleh kaum kapitalis. Adapun terhadap lahan yang ada, negara akan mengatur sesuai peruntukkan dan fungsinya masing-masing. Pun jika ada yang melanggar, pemerintahan dengan sistem Islam akan memberikan sanksi berat yang menjerakan dan membuat takut bagi yang ingin melakukan kejahatan. Demikianlah Islam mengatur dengan sempurna.

Oleh karenanya, kaum muslimin harus tahu jalan kehidupan sebagai seorang muslim, yakni agar tidak terjebak pada inovasi-imovasi sesat sebagaimana menjadikan jenazah sebagai pupuk kompos.

Wallahua'lam bisshowab[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Erdiya Indrarini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Generasi Muda Bucin, Siapa Berkepentingan?
Next
Penculikan Marak, Bukti Hilangnya Rasa Aman bagi Anak
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram