Ilusi Indonesia Layak Anak dalam Sistem Rusak

"…Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? Yakni tidak ada yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang beriman. (TQS. Al-Maidah : 50)"

Oleh. Yeni Marlina, A.Ma
(Kontributor NarasiPost.Com, Pemerhati Kebijakan Publik dan Aktivis Muslimah)

NarasiPost.Com-Masyarakat kembali dibuat resah dengan adanya berita kejahatan seksual yang dialami anak. Bahkan kejadian yang sangat mengiris hati, kali ini terjadi pada anak usia di bawah umur. Seorang siswi Taman Kanak-Kanak (TK) usia 5 tahun diperkosa secara bergiliran oleh 3 siswa usia 8 tahun yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Kejahatan seksual ini dalam nalar akal sehat menimbulkan banyak tanda tanya. Kenapa bisa terjadi, motif apa yang mendorong pelaku berpikir sejauh itu?

Tindak kekerasan seksual yang menimpa anak di Mojokerto, Jawa Timur, masih ditindaklanjuti oleh pihak yang berwenang. Korban mendapat perlakuan tak senonoh secara bergiliran dan dugaan kasus ini sudah ditangani aparat kepolisian setempat.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi, Gondam Prienggondhani, membenarkan bahwa pihaknya menerima laporan kasus tersebut. Sementara dalam proses penyelidikan, ujarnya. (liputan6.com, 20-01-2023)

Memang benar, kasus ini sedang menjalani proses. Bisa jadi akan mengalami perjalanan panjang tarik ulur negosiasi antara keluarga kedua belah pihak dalam mencari jalan tengah di satu sisi. Di sisi lain, pelaksanaan hukum tindak kekerasan seksual tidak bisa dilaksanakan sebab tersandung undang-undang.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, mendorong aparat penegak hukum untuk memperhatikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, mengingat pelaku masih berusia di bawah 12 tahun, dalam siaran persnya. (kemenpppa.go.id, 20-01-2023). Dan Nahar mengimbau juga agar masyarakat dan keluarga lebih peduli. Bersama-sama wujudkan Indonesia Layak Anak Tahun 2030 yang salah satu wujudnya adalah menurunnya angka kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.

Permasalahannya tak selesai dengan proses yang sudah dilakukan selama ini. Buktinya kasus serupa terjadi terus-menerus bahkan makin bertambah. Tindak kekerasan yang menimpa dunia anak semakin menjadi-jadi. Berdasarkan data yang dimuat situs republika.co.id (22/01/2023), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus. Kasus tertinggi adalah jenis kasus anak menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.

Permasalahan ini tidak berdiri sendiri, saling berjalin dengan masalah lainnya. Kehidupan sosial masyarakat yang tidak memberi rasa aman adalah buah dari minimnya edukasi. Pendidikan yang tidak membangun karakter kepribadian, akhlak, dan agama yang kuat akan mendorong anak-anak berbuat tanpa pemahaman. Ditambah abainya keluarga dalam mengawasi anak-anak karena sibuk dengan urusan memenuhi kebutuhan ekonomi. Anak-anak bebas bergaul dan ditemani gadget, sementara fungsi gadget sebagai sarana media sosial membebaskan semua pengguna berselancar di dunia maya mengakses semua situs tanpa seleksi, termasuk situs-situs porno yang merusak generasi. Media sosial hari ini seperti pisau bermata dua, bisa melukai dan merusak jika salah menggunakannya. Inilah yang terjadi pada anak-anak, tidak mungkin pelaku kekerasan seksual di bawah umur bisa terbentuk jika tidak ada pemicunya. Baik karena minimnya pendidikan, pengawasan, dan pengaruh buruk media atau melihat sendiri fakta yang sama.

Berkaca pada realita, mampukah Indonesia layak anak bisa diwujudkan? Selama negara ini berkiblat pada sistem yang rusak yaitu sekularisme, maka harapan kehadiran negara yang bisa memberikan dan memfasilitasi berbagai hak-hak anak seperti hak mendapatkan pendidikan, perlindungan keamanan, fasilitas yang memadai dan terjaga dari berbagai situs-situs yang merusak akal dipastikan harapan tersebut hanyalah ilusi.

Menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan hanyalah akan menuai malapetaka dan kerusakan. Hal ini sudah dibuktikan oleh sistem yang masih eksis hingga hari ini yaitu sistem kapitalis. Aturan dibuat oleh manusia sesuka hati, tanpa peduli dengan rakyat yang dinaungi. Kebijakan selalu berpihak pada pemilik modal dan para oligarki. Jadi, harapan untuk kehidupan lebih baik masih jauh dari angan.

Perbaikan individu tidak cukup menyelesaikan permasalahan yang sistemis. Namun membutuhkan peran negara sebagai pelayan masyarakat. Negara melayani masyarakat dengan asas yang bersumber dari Sang Pencipta, Allah subhanahu wa ta'ala dengan menerapkan seluruh syariat yang bersumber dari Al-Qur'an dan hadis.

Negara yang bisa mewujudkan ketakwaan individu, masyarakat yang saling beramar makruf nahi mungkar juga pemerintahan yang menerapkan aturan syariat, hanya ada dalam negara yang menerapkan Islam kaffah yaitu Daulah Khilafah Islamiah. Khilafah memiliki perhatian penuh terhadap generasi, bahkan Khilafah memenuhi berbagai fasilitas dalam mewujudkan generasi yang beriman dan bertakwa, jauh dari kata pergaulan bebas, apalagi bebas melakukan tindak seksual seperti dalam sistem rusak hari ini. Anak-anak akan disibukkan dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat untuk menopang proses pendidikan dan penempaan iman mereka. Negara menetapkan aturan media dengan undang-undang penyiaran. Setiap undang-undang diberlakukan secara tegas tanpa tebang pilih. Tanpa menzalimi satu dengan yang lainnya, sebagaimana firman Allah :

"Barang siapa yang tidak menetapkan hukum berdasarkan apa yang diturunkan Allah maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (TQS. Al-Maidah : 45)
 
Walhasil, negara yang bisa mewujudkan lingkungan layak anak adalah negara yang menerapkan sistem yang baik bagi anak. Tidak lain sistem tersebut adalah sistem Islam bukan yang lain. Sistem Islam sangat rinci dan akurat dalam menjaga keberlangsungan kehidupan. Baik secara preventif, kuratif, dan solutif. 13 abad penerapan Islam melahirkan generasi cemerlang penopang peradaban, generasi yang penuh percaya diri bervisi masa depan, giat belajar dan menuntut ilmu, memiliki cita-cita luhur untuk mengisi peradaban, bukan generasi latah tanpa arah.

Sistem inilah yang wajib kembali kita wujudkan. Butuh peranan semua pihak dalam memperjuangkannya baik melalui media maupun aktivitas dakwah yang mencerahkan umat. Yang akan mengedukasi generasi dengan akidah yang kuat dengan pembelajaran sedini mungkin tentang konsep pemikiran Islam, sehingga di usia mumayyiz mereka mampu bersikap terhadap perkara baik dan buruk.

Islam adalah solusi berbagai masalah mendasar negeri ini (Indonesia) dan dunia pada umumnya. Dengan diterapkannya syariat Islam akan terealisasi negara layak anak insyaallah.

"…Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? Yakni tidak ada yang lebih baik dari hukum Allah bagi orang-orang yang beriman." (TQS. Al-Maidah : 50)[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yeni Marlina Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Biaya Haji Melonjak, Ibadah Dijadikan Ladang Bisnis?
Next
Biaya Haji Naik, Ibadah kok Dipersulit?!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram