Diskriminasi Tarif Transportasi Publik

”Dengan perbedaan tarif, maka orang yang mampu akan kembali beralih menggunakan kendaraan pribadi. Imbasnya, kemacetan makin sulit lagi dihindari.”

Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pemerintah berencana menetapkan harga tarif transportasi publik berdasarkan kaya dan miskin. Tak bisa ditampik hal ini mengundang polemik dan berbagai kritik. Mengapa?
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana melaksanakan subsidi silang pada tarif KRL Jabodetabek. Wacana ini disampaikan oleh Menhub Budi Karya Sumadi dalam sebuah konferensi pers, Selasa (27/12/2022). Ia mengatakan bahwa tarif KRL akan disesuaikan agar subsidi lebih tepat sasaran. ”Dalam diskusi kemarin dengan Pak Presiden, kita akan pilah-pilah. Mereka yang berhaklah yang mendapatkan subsidi. Jadi, mereka yang tidak berhak harus membayar lebih besar, dengan membuat kartu,” ujar Budi dalam acara Jumpa Pers Akhir Tahun di Jakarta. (kompas.com, 2/1/2023)

Wacana Kemenhub itu mengundang kontroversi di masyarakat. Di antaranya dari Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang. Ia mengatakan bahwa apa yang disampaikan Menhub Budi Karya itu menunjukkan ia tidak mengetahui konsep transportasi publik, dan tidak berpihak pada transportasi umum. "Di negara mana pun yang namanya transportasi publik tarifnya sama dan murah dengan harapan bisa menarik minat orang-orang mau berpindah dari kendaraan pribadi sehingga bisa mengurangi kemacetan," kata Deddy. (bbc.com, 29/12/2022)

Kebijakan Materialistis

Wajar jika wacana perbedaan tarif KRL ini direspons negatif oleh masyarakat. Karena, harusnya tarif transportasi umum ditentukan berdasarkan jarak tempuh. Bukan berdasarkan pendapatan dan kekayaan yang dimiliki penumpangnya. Namun tak bisa dimungkiri, kebijakan yang tidak solutif seperti ini akan sering muncul di negara penganut demokrasi. Sistem demokrasi berasal dari ideologi kapitalisme buatan Barat. Sebagaimana namanya, sistem pemerintahan kapitalisme-demokrasi berorientasi pada kapital atau modal alias materi.

Tak heran, pembangunan infrastruktur apa pun termasuk transportasi acapkali dilandasi bisnis. Semua berorientasi pada keuntungan dan manfaat bagi para kapitalis atau pemodal saja. Hampir tidak pernah pembangunan termotivasi karena tugas dan kewajiban untuk melayani dan memberi kemudahan bagi kehidupan rakyatnya.

Terkait hal itu, negara yang menerapkan demokrasi akan mengatur pemerintahannya seperti mengelola warung atau perusahaan pribadi. Rakyat harus membeli segala kebutuhannya pada negara, seperti infrastruktur, transportasi, pendidikan, kesehatan, maupun yang lain. Pun, segala kebijakan yang dikeluarkan akan ditakar berdasarkan untung atau rugi. Rakyat harus membayar setiap menggunakan fasilitas umum. Sementara, rakyat juga harus dibebani degan berbagai pungutan pajak. Akibatnya keuangan masyarakat semakin berat karena diperah oleh penguasa kapitalis hingga berakhir tetesan darah.

Dampak Pembedaan Tarif

Menurut pengamatan Institut Studi Transportasi menyebutkan bahwa di Jabodetabek saja, pengguna kendaraan pribadi sudah mencapai 90% dan hanya 10% yang menggunakan transportasi umum. Artinya telah terjadi kepadatan transportasi yang sangat tinggi. Padahal, idealnya dikatakan sebagai "jalan yang sehat" jika ada 50% berisi kendaraan pribadi dan 50% transportasi publik.

Anehnya, konon pemerintah justru berencana memasarkan kendaraan listrik dengan harga murah. Maka sungguh, sebuah kebijakan yang jauh dari kata bijak.

Menaikkan tarif KRL bagi masyarakat berpenghasilan tinggi juga dinilai blunder. Pada dasarnya, pengadaan transportasi umum bertujuan mencegah penggunaan kendaraan pribadi guna mengurai kemacetan. Dengan perbedaan tarif, maka orang yang mampu akan kembali beralih menggunakan kendaraan pribadi. Imbasnya, kemacetan makin sulit lagi dihindari. Padahal, banyaknya kendaraan akan meningkatkan kadar polisi udara. Perasaan stres pun mudah terpicu. Bahkan, kemacetan juga berdampak pada efisiensi waktu.

Selain itu, akan timbul terkotak-kotaknya golongan dalam masyarakat. Golongan kaya pemegang kartu emas akan jemawa, merasa istimewa dari yang lain. Bahkan, menuntut dilayani lebih dari golongan miskin yang kartunya berwarna perak. Pengotakan golongan ini akan memicu diskriminasi bahkan persaingan dan perpecahan. Jika sudah begitu, tentu akan semakin ruwet saja permasalahan. Itulah ciri khas aturan yang tidak bersumber pada Allah Swt. Bukan menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru.

Transportasi dalam Pemerintahan Bersistem Islam

Sangat berbeda dengan pengelolaan transportasi yang dijalankan dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam, transportasi dibangun guna mempermudah warga dalam menjalankan berbagai aktivitasnya, seperti bekerja, menuntut ilmu, maupun berobat dan sebagainya. Keadaan dan medan yang berbeda-beda di setiap wilayah mengharuskan transportasi dibangun secara efisien dan selektif. Ada kalanya di daerah tertentu harus dibangun transportasi yang bisa dilalui kendaraan pribadi. Sedangkan di daerah yang ramai penduduk, pemerintah akan membangun transportasi umum.

Konsep pembangunan transportasi bukan untuk komersialisasi sebagaimana dalam sistem kapitalisme-demokrasi. Namun sebagai tanggung jawab seorang kepala negara terhadap rakyatnya. Hal itu karena kedudukan seorang kepala negara tidak sekadar tanda tangan memberi pelegalan. Namun ia adalah seorang ra’in, yaitu pengurus pemerintahan yang akan mengatur, mengelola, dan melayani rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah:

“Sayyid al-qawm khâdimuhum (Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka).” (HR.Ibnu Majah dan Abu Nu‘aim).

Oleh sebab itu, maka membangun fasilitas transportasi dikelola secara mandiri oleh negara, bukan swasta. Hal itu untuk mencegah monopoli komersialisasi transportasi. Sehingga, transportasi umum yang dikelola dengan sistem Islam, bisa dinikmati warga dengan murah bahkan gratis.

Pembangunan transportasi

Negara bersistem Islam akan bertanggung jawab sepenuhnya untuk membangun fasilitas publik termasuk transportasi umum. Negara akan mengalokasikan kas negara yang bernama Baitulmal untuk pembangunan. Kas negara yang bernama Baitulmal itu tidak bersumber dari pajak, utang maupun pariwisata. Di samping tidak dibenarkan, jumlahnya pun amat sedikit. Namun, dana berasal dari setidaknya 11 pos pendapatan. Seperti dari fai', kharaj, ganimah, dan lain-lain.

Dengan pendapatan yang sangat besar itu, negara bersistem Islam bisa mengelola transportasi umum secara mandiri, mulai dari pembangunannya sampai operasionalnya. Walau begitu, negara pun tidak menghalangi jika ada individu rakyat yang ingin membangun transportasi. Sehingga, rakyat punya alternatif, mau menggunakan pelayanan negara dengan biaya murah bahkan gratis, atau mau memakai transportasi berbayar milik swasta.
Salah satu kesuksesan negara Islam dalam menyediakan transportasi umum adalah proyek Hedjas Railway.

Transportasi ini dibangun pada masa kekhalifahan Sultan Abdul Hamid II. Beliau menyediakan kereta api untuk masyarakat dari Bosnia-Herzegovina hingga Laut Hitam, Basra, serta Beirut terutama yang akan menunaikan ibadah haji. Jalur kereta api itu sedianya akan diperluas dengan harapan menyatukan dunia muslim.

Namun, walau telah diorak-porandakan oleh Inggris dan sekutunya, dan daerah tersebut dipecah-pecah serta dikuasai, namun transportasi ini masih bisa dinikmati hingga sekarang. Begitulah negara dengan sistem Islam menyediakan transportasi untuk warga negaranya. Yaitu fasilitas yang tidak akan pernah diberikan oleh negara bersistem kapitalisme-demokrasi. Wallahua'lam bisshowab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Erdiya Indrarini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Singgasana Kaca
Next
The Guide
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram