”Adapun bibit perselingkuhan disebabkan oleh negara yang tidak memiliki aturan baku untuk mengatur pergaulan antara perempuan dan laki-laki, sehingga terjadilah pergaulan bebas seperti pacaran, hamil di luar nikah, aborsi, perselingkuhan, hingga pembunuhan.”
Oleh. Annisa Sukma Dwi Fitria
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Tidak asing bagi kita mendengar istilah pacaran yang sudah menjadi budaya global pada kalangan remaja dan pemuda. Pacaran adalah suatu akivitas yang menghadirkan keterikatan emosi antara pria dan wanita yang belum menikah dengan tujuan untuk saling mengenal dan melihat kesesuaian antara satu sama lain sebagai pertimbangan sebelum menikah. Diungkap oleh DeGenova & Rice (2005) bahwa pacaran ialah dua orang yang menjalankan suatu hubungan dan melakukan serangkaian aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain. Adapun Bowman (1978) mengungkap bahwa pacaran merupakan kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita lajang yang akan menjadi dasar utama pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya sebelum pernikahan di Amerika (Telkomschools.sch.id, 12/2013).
Indonesia telah menjadi salah satu negara yang menganut budaya pacaran. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017 menyebut 81% pemudi dan 84% pemuda sudah berpacaran. Bahkan, mereka mulai berpacaran rata-rata sejak usia 10 hingga 17 tahun (Www.liputan6.com, 22/11/2020). Hal serupa terjadi pada Risma Normala, 21 tahun asal Serang, Banten, Jawa Barat yang mengaku telah berpacaran sejak tahun 2017 saat usianya 16 tahun, hingga ia memutuskan untuk menikah dengan Rozy Zay Hakiki di tahun 2021. Setelah lima tahun berpacaran, bahtera rumah tangga Risma dengan Rozy harus kandas di usia setahun karena terbongkarnya kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh suami dengan ibu kandungnya sendiri pada November 2022 kemarin (Wolipop.detik.com, 29/12/2022).
Buih Kehancuran Sistem Kapitalisme
Budaya pacaran adalah aktivitas keji yang dibawa oleh barat. Uslub atau cara yang digunakan sistem kapitalisme untuk menghancurkan bibit unggul peradaban. Menanamkan paham bahwa pacaran merupakan aktivitas yang lazim saja dilakukan oleh kalangan remaja dan pemuda bahkan anak-anak sekolah dasar. Pemahaman sekular pemisahan agama dari kehidupan yang terus mereka koarkan ke tengah-tengah umat berhasil mendorong para pemuda terjun ke dalam lingkaran keji perzinaan berujung pada kehancuran. Kapitalisme menganggap bahwa seksualitas yang ada pada diri manusia adalah hal yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri sehingga kebutuhan atau hajat seksual menjadi sesuatu yang harus segera dipenuhi apapun risiko dan bagaimana pun caranya.
Kapitalisme yang saat ini tengah menguasai dunia digital tidak tinggal diam. Para antek-antek kapitalis menjembatani media guna melakukan penyebaran konten diluasnya jejaring internet sesuai dengan kebutuhan mereka, yakni menjauhkan pemuda muslim dari Islam. Senantiasa menyebarkan konten negatif berbau mesum dan pornografi atau fun, food, fashion serta film yang mudah diakses melalui beberapa aplikasi. Kapitalisme memberikan kebebasan warga negara di bawah naungannya untuk berperilaku sesuai keinginannya. Tidak adanya filter pada media sosial oleh negara menjadi faktor pendukung liarnya gairah seksualitas pada kalangan pemuda.
Adapun bibit perselingkuhan disebabkan oleh negara yang tidak memiliki aturan baku untuk mengatur pergaulan antara perempuan dan laki-laki, sehingga terjadilah pergaulan bebas seperti pacaran, hamil di luar nikah, aborsi, perselingkuhan, hingga pembunuhan. Lebih dari setengah remaja dan pemuda Indonesia terjerat aktivitas tersebut, namun tidak ada satu pun tindak lanjut dari negara. Agama tidak dijadikan sebagai rujukan hidup, aturan yang disedikan sistem kufur kapitalisme tidak dapat menyelesaikan permasalahan umat saat sekarang. Aborsi acapkali berlanjut, perselingkuhan masih tetap terjadi, dan rusaknya tatanan rumah tangga yang kian menghitam. Itulah bibit pacaran ala kapitalisme, awal yang salah akan diikuti oleh seribu kesalahan lainnya sehingga menimbulkan kerusakan mengakar.
Peraturan Hidup dalam Islam
Islam menyediakan peraturan menyeluruh termasuk bagaimana proses memenuhi potensi yang ada pada diri manusia. Islam memandang 3 potensi manusia yaitu akal, kebutuhan jasmani, dan naluri. Adapun gairah seksual atau naluri meneruskan keturunan (gharizah na’u) yang ada dalam diri manusia hanya bisa timbul ketika ada rangsangan dari luar, bukan dari dalam. Allah berfirman yang artinya, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30). Walaupun sulit untuk dihindari, namun kita masih bisa berusaha untuk menahannya.
Islam memiliki kacamata yang berbeda dengan kapitalisme-sekularisme. Dalam Islam, agama dan kehidupan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan layaknya sisi depan dan belakang pada mata uang. Adapun Islam mengatur penjagaan perempuan dan laki-laki melalui beberapa cara seperti menjaga pandangan dan kemaluan dengan berpuasa dan banyak berdoa kepada Allah. Senantiasa menjauhi konten berbau pornografi seperti fun dan film sehingga tidak memicu timbulnya hawa nafsu. Selain daripada individu yang memiliki peran atas keimanan dirinya, negara juga bertanggung jawab akan hal tersebut. Negara bertanggung jawab mengatur bagaimana filter atas konten yang akan menyebar. Maka, jika terdapat satu konten yang akan merusak pemikiran dan pemahaman umat, Daulah Islamiah akan segera melakukan pemblokiran pada konten tersebut supaya tidak tersebar luas.
Allah berfirman yang artinya, “Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al A’raf: 179). Ayat tersebut menjelaskan betapa manusia akan menjadi makhluk yang lebih hina dari binatang ketika dirinya jauh dari aturan Allah, maka nerakalah tempat kembali. []