"Di saat perekonomian kembang kempis, ternyata negara membiayai proyek IKN yang fantastis tersebut 53% nya diambil dari APBN. Sungguh berat penderitaan rakyat. Lantas, pemindahan IKN ini sebenarnya untuk kepentingan siapa? Segenting apakah kondisi Jakarta hingga proyek IKN dikebut sedemikian rupa."
Oleh. Isna Yuli
NarasiPost.Com-Rencana pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru masih terus menjadi perbincangan di tengah masyarakat, tidak hanya itu, pro kontra juga muncul, baik dari pakar maupun masyarakat awam di berbagai media. Jika rencana pengalihan IKN ini hanya sebatas pengalihan opini, kenyataannya pemerintah telah memastikan melanjutkan pembangunan IKN baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dikabarkan bahwa DPR secara resmi telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) dalam kurun waktu dua hari.
Proses pengesahan RUU menjadi UU yang sangat singkat mengesankan proyek ini sangat ambisius. Mengingat tragedi Omnibuslaw yang dikebut dan disahkan ternyata inkonstitusional, selayaknya DPR lebih berhati-hati dalam mengambil sikap. Di tengah kondisi perekonomian Indonesia yang masih karut-marut dan terpuruk, utang negara berada di angka Rp4.756,13 triliun. Dimana utang tersebut banyak digunakan pemerintah untuk pembelanjaan infrastruktur yang berlebihan tanpa memperhitungkan manfaat bagi rakyat, bahkan terkesan sebatas pencitraan belaka.
Nominal utang yang selangit tersebut, pemerintah membayar 90% nya dengan mengambil pajak dari rakyat. Beban yang seharusnya ditanggung negara justru dilimpahkan kepada rakyat, Sedangkan kondisi finansial masyarakat masih belum stabil pasca pandemi. Di sisi lain, pemerintah tidak mampu memberikan solusi kehidupan yang layak atau pekerjaan yang mapan bagi sebagian besar warganya. Tidak terlihat tanggungjawab pemerintah dalam memerataan pembangunan dan kesejahteraannya. Ini menandakan negara lepas tangan terhadap kesejahteraan rakyat.
Di saat perekonomian kembang kempis, ternyata negara membiayai proyek IKN yang fantastis tersebut 53% nya diambil dari APBN. Sungguh berat penderitaan rakyat. Lantas, pemindahan IKN ini sebenarnya untuk kepentingan siapa? Segenting apakah kondisi Jakarta hingga proyek IKN dikebut sedemikian rupa. Kemudian, siapa yang akan pindah ke sana? Seluruh pegawai pemerintahankah? Seluruh Kementrian? Dan masih banyak pertanyaan mengenai perpindahan ini.
Memindahkan ibu kota tidaklah semudah membangun infrastruktur saja. Perpindahan juga menyangkut ribuan pegawai kementrian dan pemerintahan seluruhnya. Apakah negara juga akan menjamin kelayakan hidup bagi pegawai pemerintahan jika mereka dipindah tugaskan ke Penajam? Lebih layakkah kehidupan mereka nantinya dibandingkan hari ini? Tidak ada jaminan akan semua itu. Lantas mengapa harus tergesa-gesa pindah ibu kota?
Jika berkaca pada negara lain, Myanmar misalnya, mereka memindahkan ibu kota ke Naypyidaw yang berujung menjadi kota mati karena masyarakat tidak ingin pindah walaupun pemerintah telah membangun infrastruktur sebagai penunjang ekonomi. Pegawai pemerintahan dan seluruh aparat pemerintahan juga akan terbebani oleh biaya perpindahan mereka, terlebih bagi mereka yang tidak dapat meninggalkan anak dan keluarga.
Terlebih lagi dari sisi keamanan dan nilai strategis Penajam sebagai IKN belum mendapatkan kajian mendalam. IKN haruslah berada pada daerah yang terlindungi oleh sistem keamanan negara. Sepertinya hal ini juga belum terencana oleh pemerintah.
IKN adalah proyek yang dicanangkan hingga tahun 2024, apakah dua tahun saja cukup membangun fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan? Infrastruktur bukan hanya gedung dan jalan, namun semua hardware dan software yang dibutuhkan oleh pemerintahan. Itu pun jika pemerintahan saat ini masih tetap berkuasa, jika tidak? Apakah pemerintahan selanjutnya mau melanjutkan proyek yang sudah direncanakan? Jika tidak, maka semua ini akan menjadi kesia-siaan belaka.
Dari sisi lingkungan, Kalimantan merupakan wilayah hijau sebagai paru-paru dunia, hanya karena ambisi politik pembangunan IKN mengorbankan ratusan hektar area hijau. Hal ini juga mendapatkan banyak penolakan oleh aktivis lingkungan hidup. Senada dengan para aktivis, beberapa ahli ekonomi, tata negara dan politik juga memberikan penolakan dari rencana ini. Masyarakat pun juga banyak memberikan opini seputar penolakan. Namun, sepertinya suara rakyat disaat seperti ini tidak pernah didengar oleh pemerintah.
Demikianlah ironi demokrasi, slogan suara rakyat adalah suara Tuhan hanyalah isapan jempol semata. Kebijakan yang dikeluarkan tidak lagi untuk kepentingan rakyat, kebijakan yang buat justru banyak mambawa pada kezaliman dan kerusakan.
Memindahkan ibu kota untuk alasan yang lebih baik ada benarnya, namun untuk saat ini rasanya masih kurang tepat. Jika rencana pemindahan terus dilanjutkan, sungguh pemerintah nirempati terhadap kondisi masyarakat saat ini. Perpindahan bisa dilakukan jika kondisi perekonomian stabil dan kesejahteraan masyarakat terjamin. Namun, mengingat watak demokrasi yang memang tak bisa sejalan dengan kepentingan rakyat, akan sulit mendapatkan kondisi sejahtera yang diinginkan.
Pengaturan pemerintahan yang minus peran agama sangat kental dalam sistem demokrasi. Mereka menjadikan rakyat sebagai tameng atas segala perilakunya. Merayu dan merakyat tatkala ingin mendapatkan tampuk kekuasaan, namun lalai dan abai terhadap kesejahteraan rakyat seusai menjabat adalah perilaku yang umum dalam sistem demokrasi. Mahalnya kursi kepemimpinan membuat pejabat melakukan berbagai cara untuk sekadar mengembalikan modal serta biaya hidup hedonis yang menyelimuti kehidupan pejabat.
Politik transaksional marak terjadi antara calon pejabat dengan pengusaha, dengan guyuran dana dari pengusaha, langkah mereka meraih kepemimpinan dapat diwujudkan. Selanjutnya, mereka akan berada dalam transaksi kepentingan yang berujung pada kebijakan-kebijakan yang berpihak pada pengusaha. Inilah alasan mengapa suara rakyat tidak pernah didengar oleh pejabat.
Dari sini, rakyat semestinya paham dengan apa yang terjadi dalam sistem demokrasi saat ini. Demokrasi menafikkan kepentingan rakyat. Oleh karena itu, benarlah bahwa sistem kehidupan terbaik hanyalah sistem yang berasal dari Islam. Sistem pemerintahan Islam yang tegak di atas kebenaran hakiki. Sistem yang mampu menjawab semua persoalan kehidupan serta memberikan konsep untuk menyejahterakan rakyat secara adil. Bukan hanya adil dan sejahtera bagi rakyatnya, namun juga bagi seluruh kehidupan di muka bumi.
Wallahu a’lam[]