Kebiri Kimia Mencuat Kembali, Akankah Pelecehan Seksual Terkendali?

"Uniknya, penyelesaian dalam Islam tak hanya dalam lingkup penanggulangan (kuratif) saja, namun juga dalam lingkup pencegahan (preventif)."

Oleh. Dia Dwi Arista
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Pelecehan seksual terhadap anak sepertinya tak benar-benar bisa hilang dari negeri ini. Meski ratusan pelaku telah masuk bui, bahkan ada juga yang diberi sanksi kebiri, namun kasus serupa masih bisa ditemukan. Miris.

Kebiri kimia, setelah heboh dengan pro dan kontranya pada tahun-tahun sebelumnya, kini mencuat kembali. Hal ini dipicu oleh kasus pelecehan seksual keji yang dilakukan oleh Herry Wirawan, seorang oknum pengurus Madani Boarding School di Bandung. Ia didakwa karena telah melakukan tindak pelecehan seksual kepada belasan santriwatinya hingga mereka melahirkan. Akibatnya ia pun digelandang masuk bui dan dituntut hukuman mati serta tambahan tuntutan hukuman kebiri. Sesuai dengan Pasal 81 ayat (1,3,5) jo Pasal 76.D UU R.I nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (detiknews.com, 12/1/2022).

Kebiri Kimia (Chemical Castration)

Kebiri kimia merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menghukum pelaku kejahatan seksual pada anak. Metode ini digunakan dengan cara memasukkan bahan antiandrogen ke dalam tubuh dengan cara suntikan maupun pil. Antiandrogen berfungsi menurunkan hormon testosteron dalam tubuh agar hasrat seksual berkurang atau pun hilang.

Kebiri kimia pertama di Indonesia diterapkan pada pelaku pelecehan seksual yang menelan korban hingga sembilan anak. Kejahatan ini dilakukan oleh Aris, warga Sooko, Mojokerto. Kebiri kimia yang dirumuskan dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2016, tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 ini adalah hukuman sampingan setelah hukuman pokok dijatuhkan. Dalam Pasal 81 UU Perlindungan Anak pun terdapat penambahan, yakni pengumuman identitas, dan pemasangan pendeteksi bagi pelaku. (tirto.id, 18/8/2019)

Kebiri kimia mencuat ketika KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) pada tahun 2015 mengajukannya pada pemerintah. Ajuan ini didukung oleh Menteri Sosial pada saat itu, Khofifah Indar Parawansa. Alasan KPAI mengajukan kajian hukuman kebiri kimia, karena dianggap mampu memutus rantai pelecehan seksual terhadap anak. Sedangkan pihak pemerintah beranggapan bahwa pelecehan seksual pada anak di Indonesia telah mencapai kondisi gawat yang harus segera mendapat penanganan tepat. Namun, benarkah demikian?

Efektivitas dan Efek Samping Kebiri Kimia

Penggadangan kebiri kimia menjadi solusi tuntas nyatanya masih diragukan. Bahkan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang dilansir tirto.id, 27/8/2019 masih mempertanyakan efektivitas dari penggunaan kebiri kimia pada pelaku pelecehan seksual. Sebab, pemberian obat-obatan seperti siproteron asetat, medroksiprogesteron, dan agonis LHRH, yang sering digunakan sebagai obat kebiri kimia baik di negara ini maupun negara lain, hanyalah menurunkan dorongan seksual semata. Namun, pelaku masih mampu untuk berhubungan seksual.

Kebiri kimia juga dirasa tidak menjadikan pelaku jera. Sebab kebiri kimia mempunyai jangka waktu. Di Indonesia sendiri jangka waktu tersebut adalah dua tahun. Selain itu, belum ada laporan ilmiah yang mengatakan bahwa kebiri kimia efektif dalam memberantas pelecehan seksual pada anak. Parahnya, kebiri kimia malah dapat menimbulkan efek samping lain bagi pelaku.

Penggunaan kebiri kimia tak hanya mengganggu produksi hormon testosteron, namun juga hormon estrogen. Hormon estrogen meski lebih terkenal dengan fungsinya dalam masalah reproduksi wanita, pada pria hormon ini juga tak kalah penting dalam proses pertumbuhan tulang, fungsi pembuluh darah, otak, juga jantung. Bahkan produksi hormon yang terganggu juga dapat memengaruhi metabolisme dan keseimbangan glukosa dalam tubuh.

Efek lain yang bisa dirasakan oleh orang yang mendapat kebiri kimia adalah depresi, disfungsi ereksi, kemandulan, anemia, hingga hot flashes (kepanasan yang bersumber dari dalam tubuh). Science Direct juga mewartakan bahwa kebiri kimia dapat menimbulkan ketergantungan fungsional dan kematian jika diberikan kepada orang tua.

Salah Cara Pandang

Anak adalah titipan yang Allah Swt. berikan kepada manusia. Seharusnya, anak-anak dipandang sebagai sebuah amanah yang harus dijaga dan disayang. Mendidik mereka agar menjadi anak yang salih salehah. Merekalah yang nantinya akan melanjutkan estafet kehidupan manusia.

Maka anak siapa pun itu harus dijaga. Sebagai orang dewasa tentu harus memiliki kesadaran bahwa ia akan menjadi teladan bagi pertumbuhan anak-anak di sekitarnya. Namun yang terjadi saat ini, anak-anak malah menjadi objek pelampiasan nafsu. Menghancurkan masa depan mereka dengan trauma dan penilaian sosial yang buruk.

Dekadensi Moral dan Penerapan Kapitalisme

Maraknya pelecehan seksual tak dimungkiri adalah sebagai akibat dari adanya dekadensi moral yang menjamur di masyarakat. Hal ini disebabkan pergeseran nilai moral dan kurangnya pendidikan agama pada tataran individu. Tentu faktor ini tidak muncul dengan sendirinya. Penerapan Kapitalisme dianggap sebagai biang terjadinya dekadensi moral, sebab paham-paham yang dibawa kapitalisme seperti, sekularisme dan liberalisme sangat berandil dalam penurunan moral bangsa.

Hal ini tentu diperparah dengan pendidikan kapitalistik yang hanya berorientasi pada nilai dan mengesampingkan ajaran agama. Padahal pendidikan yang tidak berorientasi pada akidah Islam, hanya akan membentuk generasi minim moral. Sebab tingginya moralitas akan dicapai ketika ajaran agama dijadikan pedoman.

Dalam kasus Herry Wirawan, tak hanya nafsunya yang tak dapat dibendung. Namun, motif ekonomi juga menjadi salah satu tujuan dengan mengeksploitasi anak-anak yang lahir dari perzinaannya. Harta dalam kaca mata kapitalisme, memang dapat diperoleh dari jalan mana saja. Tak peduli apakah dari jalan halal atau haram.

Kekurangan materi (harta) juga dapat menimbulkan gejala stres dan depresi hingga merusak pola pikir pelaku. Sistem yang dianggap paripurna ini berhasil mencetak orang miskin baru setiap tahunnya, yang tentu hal ini akan selaras dengan meningkatnya kejahatan, apapun jenis kejahatannya.

Islam tak hanya agama ritual semata, namun ia juga merupakan ideologi yang tentu akan mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia. Begitu pula dalam masalah pelecehan seksual sebagaimana yang dilakukan oleh Herry Wirawan. Uniknya, penyelesaian dalam Islam tak hanya dalam lingkup penanggulangan (kuratif) saja, namun juga dalam lingkup pencegahan (preventif).

Maka, syariat Islam hanya perlu tiga mekanisme agar dapat berfungsi menjadi preventif dan kuratif.

Membangun Sebuah Sistem yang Baku Berdasarkan Syariat Islam

Pemicu terjadinya pelecehan seksual tentu karena nafsu atau dorongan seksual yang tinggi. Islam sendiri memandang dorongan seksual adalah fitrah bagi manusia, asalkan disalurkan sesuai dengan ketentuan syariat, yakni menikah. Namun, menjadi sebuah kejahatan besar jika dorongan seksual ini malah disalurkan pada hal yang haram.

Adanya rangsangan dari luar biasanya timbul dari dua hal: Pertama, pemikiran yang didalamnya mengandung fantasi dan khayalan. Kedua, fakta. Adanya lawan jenis yang selalu dihadirkan dalam tayangan yang mengundang syahwat seperti di iklan, sinetron, game online, bahkan di kehidupan nyata, yakni dengan gamblang menyingkap auratnya dijalan.

Terdapat Aktivitas Amar Makruf Nahi Mungkar

Kehidupan sosial dalam masyarakat disebut ideal ketika fungsi masyarakat diaktifkan. Yakni adanya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah mereka. Saling menasihati agar kesalahan satu tak bisa berkembang menjadi jamak. Kontrol masyarakat inilah yang sangat diperlukan sebagai salah satu komponen terbentuknya masyarakat yang sehat.

Adanya Penerapan Sanksi yang Tegas

Pelecehan seksual ketika sudah terlanjur terjadi, semisal perkosaan atau rayuan dengan dalih taat pada guru. Maka sanksinya sebagaimana sanksi zina. Yakni, cambuk seratus kali dan diasingkan jika pelakunya adalah ghairu muhshon (belum menikah), dan rajam hingga mati pada pelaku yang mempunyai status muhshon (sudah menikah)

Menurut Ibn Abdul Barr menyatakan bahwa para ulama sepakat, pria yang memperkosa wajib dikenai sanksi had zina, jika dapat dibuktikan dengan pembuktian yang mengharuskan had tersebut, atau si pelaku mengakuinya. Jika tidak, maka ia dikenai sanksi takzir untuk mencegah dirinya dan orang lain melakukan yang serupa.

Sedangkan korban, tidak dikenai sanksi, jika dapat dibuktikan bahwa pelaku melakukan pemaksaan. Dan jika pelaku ternyata memaksa dengan disertai ancaman, menakuti dengan verbal atau dengan senjata, maka tindakan tersebut termasuk pada hirabah, yang pelakunya mendapat sanksi dibunuh, disalib, diasingkan, atau potong tangan dan kaki secara menyilang, sesuai dengan ringan dan beratnya kejahatan yang dilakukan pelaku.

Selain itu, diterapkannya aturan pergaulan juga dapat menjadi benteng kukuh yang menjauhkan kejahatan-kejahatan seksual terjadi. Sebab, interaksi lawan jenis yang intens akan menimbulkan rangsangan munculnya gharizatun nau dalam diri seseorang. Apalagi ditambah dengan pembiaran wanita keluar tanpa menutup aurat, akan membuka celah kejahatan semakin lebar. Hal ini juga harus dibarengi dengan ketakwaan individu yang kuat, agar mampu membentengi diri dari kejahatan yang mungkin akan timbul dari tidak diterapkannya aturan pergaulan dalam Islam.

Oleh sebab itu, aturan syariat perlu untuk diterapkan dalam sendi-sendi kehidupan ini. Pemberlakuan sekularisme dan liberalisme yang menjadi dalih kebebasan hanya akan mengantarkan bangsa ini pada kemunduran moral. Maka kembali kepada kehidupan Islam menjadi hal yang urgent untuk dilakukan. Sedangkan hukuman kebiri selain belum terbukti dapat menghentikan kejahatan seksual secara pasti, juga masih terdapat kemungkinan akan muncul hal serupa, sebab pencegahannya tidak pernah benar-benar menyentuh akar permasalahan, yakni tiadanya aturan syariat di tengah-tengah masyarakat. Allahu alam bis-showwab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Redaksi NarasiPost.Com
Dia Dwi Arista Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Tren Ghozali Effect dan NFT, Waspadai Muamalah Ala Criptocurrency
Next
RUU TPKS Bukan Solusi Kekerasan Seksual
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram