Halima Aden dan Doktrin Kecantikan Perempuan

"Halima Aden menjadi istimewa karena dia adalah muslimah berhijab. Tampaknya, dunia sudah mulai terbuka terhadap standar kecantikan yang berbeda. Selama ini, seluruh perempuan di dunia mendapatkan doktrin kecantikan ala Barat."

Oleh. Ragil Rahayu

NarasiPost.Com-Mengejutkan, Halima Aden dinobatkan menduduki posisi ketiga dalam daftar 100 perempuan tercantik dunia tahun 2021 versi media independen internasional, TC Candler. Daftar tersebut dirilis TC Candler melalui channel YouTube, pada Selasa (28/12). Posisi pertama ditempati Lisa Blackpink.

Halima Aden menjadi istimewa karena dia adalah muslimah berhijab. Tampaknya, dunia sudah mulai terbuka terhadap standar kecantikan yang berbeda. Selama ini, seluruh perempuan di dunia mendapatkan doktrin kecantikan ala Barat. Bahwa perempuan cantik haruslah tinggi, putih, langsing, mancung, dan menampakkan auratnya. Tak ada tempat bagi perempuan pendek, berkulit gelap, gemuk, pesek, dan berpakaian tertutup rapat. Bisnis krim pemutih kulit dan obat pelangsing pun laku keras, seolah keduanya adalah ramuan ajaib untuk menjadi cantik.

Begitu pula dengan menampakkan aurat, seolah menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan pengakuan cantik. Para muslimah pun berbondong-bondong menampakkan keindahan tubuhnya, demi meraih predikat rupawan.

Pergeseran Standar

Namun, kini dunia mulai bergeser, lebih tepatnya para perempuan makin menyadari kesalahan doktrin kecantikan ala Barat. Mereka menyadari bahwa manusia tercipta beraneka warna dan rupa.
Jika cantik harus putih, apakah semua perempuan kulit berwarna adalah produk gagal? Tentu tidak. Sebaliknya, kini kulit berwarna justru disebut eksotis. Bahkan para perempuan Barat pun tergoda untuk menggelapkan tubuh dengan berjemur. Iklan kosmetik kini juga menampilkan aneka warna kulit, sebagaimana iklan sampo juga menampilkan model berambut keriting, tak melulu lurus.

Kini 'cantik' hadir dengan definisi baru, yaitu 'sehat'. Entah putih atau hitam, semua kulit adalah cantik, asalkan sehat terawat. Lurus ataupun keriting, semua rambut adalah indah, asalkan sehat. Dan seterusnya.

Para perancang busana Barat juga mulai bergeser pandangannya. Mereka mulai merancang busana sopan, tak melulu yang menampakkan aurat secara vulgar. Model berhijab semisal Halima Aden juga mulai mendapatkan tempat di panggung catwalk Barat. Pergeseran ini memang tak bisa dihindari. Para perancang busana itu butuh konsumen, sementara tak semua perempuan bertubuh ideal ala manekin. Tentu lebih realistis mencari baju yang sesuai dengan tubuh, daripada mengubah tubuh agar sesuai dengan baju.

Selain itu, pertumbuhan demografi umat Islam amatlah cepat. Hal ini diikuti dengan konsumsi fesyen mereka. Indonesia yang mayoritas muslim juga menjadi yang paling banyak belanja fesyennya. Hingga bermunculan brand fesyen islami lokal.
Jika para perancang busana tak menangkap peluang ini, bisa dibayangkan berapa cuan yang akan mereka lewatkan. Apalagi dalam urusan bisnis, para kapitalis tak memandang agama. Mau busana terbuka ataupun syar'i, asalkan menguntungkan, akan mereka produksi dan distribusikan.
Itulah sebabnya, busana muslim lokal Indonesia harus bersaing ketat dengan produk dari negara Cina yang menawarkan harga murah. Oleh karena itu, "bola" ada di tangan umat Islam, sebagai konsumen terbesar di dunia. Apakah mau membuat tren, atau didikte oleh tren.

Perubahan yang Terlambat

Jika dunia baru sekarang mengadopsi standar kecantikan yang manusiawi, 1.300 tahun yang lalu Islam sudah memiliki standar cantik yang independen dan sahih. Allah Swt. berfirman,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (QS al-Hujurat: 13)

Pada ayat ini Allah Swt. menetapkan bahwa standar kemuliaan adalah ketakwaan, bukan hal-hal yang bersifat "permukaan" seperti tinggi badan, berat badan, warna kulit, model rambut, dan sejenisnya. Standar ini menghapus dan mengganti standar kecantikan ala jahiliah yang menampakkan aurat.
Maka, gambaran perempuan cantik dalam Islam adalah para sahabiyah yang tertutup auratnya. Para sahabiyah ini dilihat ketakwaan dan dedikasinya pada agama, bukan fisiknya. Ketika kita membahas sosok Bunda Aisyah ra., yang dibicarakan adalah pengorbanan beliau menemani perjuangan Rasulullah saw., ribuan hadis yang beliau riwayatkan, dan keistikamahan beliau dalam membela Islam. Bukan membahas fisik beliau.
Begitu juga ketika membahas sosok Sumayyah. Yang tertancap dalam benak kita adalah pengorbanan beliau dalam Islam sehingga menjadi syahidah pertama nan mulia. Bukan tentang rupa beliau.

Islam Memuliakan Perempuan

Demikianlah, Islam mendidik umatnya untuk menilai perempuan dari ketakwaan, bukan dari tampilan fisiknya. Namun, Islam tak menampik bahwa ada sebagian perempuan yang diberi Allah Swt. anugerah keindahan fisik daripada perempuan yang lain. Itulah sebabnya, boleh bagi seorang laki-laki mencari perempuan yang cantik untuk dinikahinya. Namun, kecantikan ini tidak menjadi pertimbangan utama, karena yang terpenting adalah agamanya.

Bagi perempuan yang berfisik indah, kecantikan itu harus dia jaga dengan hanya menampakkannya pada yang berhak, yaitu suami dan mahramnya. Kecantikan itu tak boleh dipertontonkan, apalagi dieksploitasi demi keuntungan materi, sebagaimana dalam kehidupan kapitalistik seperti saat ini.

Islam mewajibkan para muslimah untuk menutup aurat dengan jilbab (QS al-Ahzab: 59) dan khimar (QS an-Nur: 31), hal ini untuk kemuliaan mereka. Islam juga memisahkan kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali untuk uzur yang dibenarkan syariat, sehingga kecantikan perempuan tidak berujung fitnah.

Bukan Hanya Tren

Namun, kemuliaan perempuan itu tak bisa terjaga secara sempurna di sistem saat ini. Dalam kapitalisme, hijab memang diizinkan untuk dikenakan, tetapi eksploitasi kecantikan terus terjadi. Semua demi keuntungan materi yang dinikmati para kapitalis. Kapitalisme menempatkan fesyen islami hanya sebagai tren, bukan kewajiban dari Allah Swt..

Memang butuh sistem Islam untuk mengembalikan standar kecantikan yang benar. Sistem Khilafah Islam akan menempatkan perempuan pada posisi yang mulia, yaitu hamba yang bertakwa. Tidak akan ada eksploitasi terhadap kecantikan perempuan. Sebaliknya, perempuan dijaga dan dimuliakan. Saat itulah para perempuan akan terhindar dari doktrin kecantikan yang menomorsatukan fisik. Perempuan akan sibuk untuk mengejar rida Tuhannya, bukan sibuk mengejar predikat cantik nan semu. Wallahu a'lam. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Ragil Rahayu (Tim Penulis Inti NarasiPost.Com )
Ragil Rahayu S.E Tim Redaksi NarasiPost.Com
Previous
Kredibilitas Aparat di Sistem Kapitalis yang Minimalis
Next
Fenomena Adopsi Boneka Arwah, Krisis Peradaban dan Keluarga
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram