Fatamorgana Layanan Kesehatan

"Dalam Islam, daulah /negara bertanggung jawab memberi layanan kesehatan kepada rakyatnya secara gratis dan berkualitas. Rasulullah saw telah memberi teladan bagaimana seharusnya penguasa melayani urusan rakyatnya, khususnya dalam masalah kesehatan, yakni saat beliau mendapat hadiah seorang dokter dari raja Mesir, Mauqaqus. Beliau lalu menjadikan dokter tersebut sebagai dokter untuk seluruh rakyat."

Oleh. Dyah Rini
(Aktivis Muslimah Jawa Timur)

NarasiPost.Com-Kembali kisah pilu terjadi. Kisah yang terasa menyayat kalbu. Nyatanya Kesehatan telah menjadi barang yang mahal dan sulit didapatkan. Andai dapat diperoleh, maka harus bersiap merogok kocek yang tidak sedikit.

Sebagaimana diberitakan dalam Newsdetik.Com (16/1/2022), gegara ingin mendapat layanan kesehatan yang terjangkau, ibu Vivi Sumiati harus membawa buah hatinya menempuh perjalanan yang jauh. Sekitar 16 kilometer jarak yang ditempuh dari rumahnya menuju Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Daya Makassar. Miris! belum sampai ke tempat tujuan, balita yang dibawa untuk mendapatkan pengobatan akhirnya mengembuskan napas terakhir di dalam ambulans.

Pihak kepolisian menyesalkan kejadian tersebut. Dirlantas Polda Sulsel, Kombes Faisal, menyatakan bahwa sopir ambulans seharusnya membelokkan kendaraan ke rumah sakit terdekat demi keselamatan pasien (Senin,17/1). Sementara Mawardi, sopir ambulans berdalih bahwa ia hanya menjalankan tugas sesuai keinginan keluarga pasien. Situasi jalan yang ramai dan macet juga menjadi faktor lamanya sampai ke tempat tujuan.

Sementara ibu Vivi punya alasan sendiri terkait pilihannya. Ia menyadari keterbatasan dana untuk pengobatan buah hatinya. Ditambah riwayat pengalaman berobat yang ia alami terkesan ada diskriminasi dengan mereka yang berkantong tebal. Kondisi serupa dialami nenek Fatimah. Sehari-hari nenek Fatimah berjualan bedak tradisional yang mendapat keuntungan Rp500 tiap bungkus. Uang hasil berjualan ditabung untuk biaya operasi katarak yang dideritanya. Nahas! uang yang dikumpulkan sedikit demi sedikit itu dicuri orang. Kandaslah keinginan nenek Fatimah untuk mengobati matanya.

Diskriminasi dan Liberalisasi Kesehatan

Kisah pilu itu akan terus berulang dalam sistem yang berlaku saat ini. Sistem sekuler kapitalisme telah menciptakan diskriminasi dan liberalisasi layanan kesehatan. Orang yang kaya akan mendapat layanan yang cepat dan berkualitas. Sementara orang yang tidak mampu akan mendapat layanan yang ala kadarnya, atau bahkan tidak mendapatkan sama sekali. Di samping itu liberalisasi telah menjadikan para pemilik modal leluasa melirik sektor kesehatan sebagai ajang bisnis. Sebagaimana yang terkuak dalam permasalahan mahalnya pemeriksaan Polimerase Chain Reaction (PCR) beberapa waktu yang lalu. Disinyalir ada komersialisasi pemeriksaan kesehatan oleh pengusaha alat-alat kesehatan. Lalu, dimanakah peran negara?

Dalam sistem yang berlaku saat ini, negara hanya berfungsi sebagai regulator. Permasalahan kesehatan diserahkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang No 24 tahun 2011. Mekanisme penyelenggaraan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi, dimana rakyat sebagai pesertanya wajib membayar iuran tiap bulan. Hal ini menjadikan beban bagi rakyat. Fakta yang terjadi, iuran BPJS beberapa kali mengalami kenaikan. Fakta lain sering terjadi rumitnya klaim pembiayaan kesehatan. Kondisi tersebut diperparah dengan naiknya harga-harga kebutuhan pokok. Jelas keluarga yang ekonominya kembang kempis akan berpikir keras untuk berobat jika salah satu anggota keluarga sakit.

Tampak apa yang dikatakan sebagai jaminan sesungguhnya hanya fatamorgana, karena sejatinya rakyat sendiri yang menjamin dan membiayai kebutuhan kesehatannya.

Layanan Kesehatan dalam Islam

Dalam Islam, daulah /negara bertanggung jawab memberi layanan kesehatan kepada rakyatnya secara gratis dan berkualitas. Rasulullah saw telah memberi teladan bagaimana seharusnya penguasa melayani urusan rakyatnya, khususnya dalam masalah kesehatan, yakni saat beliau mendapat hadiah seorang dokter dari raja Mesir, Mauqaqus. Beliau lalu menjadikan dokter tersebut sebagai dokter untuk seluruh rakyat.

Para Khalifah sepeninggal beliau pun melanjutkan apa yang beliau ajarkan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Turki Usmani, Sultan Abdul Hamid saat membangun rumah sakit untuk warga miskin. Dikutip dari media politik dan dakwah al-Waie (Desember 2020), Sultan Abdul Hamid membangun Darulaceze (rumah sakit) pada tanggal 11 April 1890 dengan menyumbangkan harta senilai 7.000 lira emas dan 10.000 emas dalam bentuk tunai. Darulaceze menampung orang-orang miskin, anak yatim piatu, orang cacat, dan orang yang tidak bisa mencari nafkah. Tidak ada diskriminasi agama maupun kebangsaan.

Terkait pembiayaan kesehatan, negara mengambilnya dari Baitul Mal, yakni dari pos kepemilikan umum yang dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Masalah kesehatan adalah salah satu urusan yang ditangani Departemen Kemaslahatan Umum (struktur administratif) selain pendidikan, transportasi, pertanian, ketenagakerjaan, dan sebagainya. Ciri khas administrasi dalam Islam adalah: (1) kesederhanaan aturan, (2) kecepatan pelayanan, (3) ditangani tenaga profesional. (Kitab Ajhizah Daulah Khilafah)

Jelas dalam sistem Islam tidak akan ditemukan kasus diskriminasi layanan kesehatan seperti yang dialami ibu Vivi. Juga tidak akan kebingungan mencari rumah sakit yang memberi layanan berkualitas dan murah, bahkan gratis. Begitu juga tidak akan ditemukan nenek yang sudah lanjut usia berjuang sendiri untuk menyambung hidupnya. Negara akan menjadi penanggung nafkahnya jika setelah ditelusuri tidak ditemukan kerabat dekatnya yang mampu menanggungnya. Penguasa benar-benar berperan sebagai pelayan umat dan menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya sebagaimana yang pesankan Rasulullah saw.

Rasulullah saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan dalam segala hal. Jika kalian membunuh (melakukan qishas) maka lakukanlah pembunuhan itu secara ihsan (baik). Jika kalian menyembelih maka lakukanlah penyembelihan itu secara baik/sempurna…." (HR.Muslim dari Syadad bin Aus)

Wallahu'alam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Dyah Rini Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Metamorfosis Kebatilan
Next
Miskin Bukanlah Malapetaka tetapi Jalan Menuju Surga, Benarkah?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram