Dokumen Digital, Ajang Bisnis di Sistem Kapitalis

"Beberapa kebocoran yang terjadi menjadi bukti buruknya sistem perlindungan data pribadi penduduk. Jaminan ini tidak didapat dalam sistem kapitalisme. Semua perangkat negara diam. Negara bertindak jika sudah terjadi kasus. Sistem keamanan negara tidak berkutik di bawah kendali korporat."

Oleh. Wening Cahyani
( Kontributor Tetap NarasiPost.Com )

NarasiPost.Com-Tidak bisa dielakkan zaman makin berkembang. Demikian juga dengan perkembangan sarana-sarana dan teknologi akan mengiringi manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dengan adanya teknologi, urusan manusia akan dipermudah . Era digital saat ini sebagai salah satu wujud perkembangan teknologi, sehingga pelayanan dan administrasi dalam masyarakat secara perlahan ada perubahan, tidak lagi secara offline tetapi online. Perkembangan ini menyasar pula pada dokumen kependudukan masyarakat seperti KTP. Pengaksesan dokumen kependudukan bisa dilakukan secara digital.

Sebagaimana dilansir dari Liputan6.com (03/01/2022) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berharap kantor-kantor tak lagi meminta fotokopi dokumen kependudukan kepada masyarakat. Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, mendorong agar dokumen kependudukan diakses secara digital. Uji coba penerapan e-KTP berbentuk digital yang memiliki QR code akan dilakukan oleh Kemendagri. Sehingga e-KTP tak berbentuk fisik, tetapi digital yang dapat disimpan di ponsel masyarakat.

Dukcapil sendiri mulai tahun 2019 sudah bergerak ke digital dan masyarakat sudah bisa menyimpan file dokumen KK. Akta-Akta kemudian bisa diprint out jika sewaktu-waktu dibutuhkan/tersimpan data file saja. Pada tahun 2021 mulai ada transformasi KTP-el menjadi identitas digital di 50 kabupaten/kota sehingga pemanfaatannya untuk segala keperluan di segala lini tidak perlu meminta fotokopi kepada masyarakat.

Identitas digital yang telah diterbitkan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Ditjen Dukcapil akan mempermudah dan mempercepat transaksi pelayanan publik atau privat. Proses verifikasi menjadi berbasis elektronik menggunakan sistem e-KYC (electronic know you costumer) dimana two factor authentication (NIK dan foto wajah) maupun sidik jari ditambah tanda tangan digital menjadikan layanan publik menjadi lebih rapi. Oleh karena itu, Kemendagri mendorong institusi pemerintah dan swasta menggunakan hak akses verifikasi kependudukan digital.

Amankah Dokumen Kependudukan secara Digital?

Risiko kebocoran data (data leakage) dan pejualan data kependudukan secara digital bisa saja terjadi. Hal ini pernah terjadi di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui aplikasi Electronic Health Alert Card (E-HAC), yakni data enam juta pasien bocor dan dijual di forum online Raid Forums dengan nama akun “Astarte.” Data yang dijual adalah tentang rekam medis pasien, nama, rumah sakit, dan waktu pengambilan gambar. (Kompas.com,06/01/2022)

Menurut pengamat internet dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, bahwa risiko data yang bocor akan merugikan pemilik data. Seperti kebocoran data tentang rekam medis pasien, foto medis yang bersifat rahasia jadi diketahui orang lain. Pasien jiwanya akan terganggu karena orang lain jadi tahu penyakit yang dideritanya. Bahkan bisa jadi karena penyakit yang dideritanya tersebar, ia dikeluarkan dari pekerjaannya. Sedangkan nomor ponsel dan data kependudukan bisa menjadikan pasien dieksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, misalnya pembajakan nomor ponsel yang meminta sejumlah uang kepada seseorang. (Kompas.com,06/01/2022)

Sebagaimana pula yang dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada Mei 2021 yang mengalami peretasan/ pengaksesan secara ilegal perangkat digital. Data sebanyak 279 juta penduduk telah diretas dan dijual oleh akun “Kotz” di Raid Forums. Data yang dijual meliputi nomor kartu, NIK, nomor ponsel, e-mail, alamat , dan data gaji. Penyalahgunaan data ini , menurut pemerhati keamanan siber sekaligus staf Engagement and Learning Specialist di Engange Media, Yerry Niko Borang, adalah pemalsuan data untuk pinjaman online. (Kompas.com,25/05/2021)

Kebocoran dan peretasan data telah terjadi berulang-ulang. Padahal Indonesia memiliki perangkat untuk menjaga keamanan teknologi informatika, misalnya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Cybercrime Mabes Polri, Pusat Pertahanan Siber Kementerian Pertahanan (Kemhan), dan Cyber Kementerian Politik Hukum dan Pertahanan (Kemenko Polhukam). Seharusnya perlindungan data penduduk bisa terjamin dan bukan sesuatu yang rumit atau susah untuk diusahakan oleh negara.

Beberapa kebocoran yang terjadi menjadi bukti buruknya sistem perlindungan data pribadi penduduk. Jaminan ini tidak didapat dalam sistem kapitalisme. Semua perangkat negara diam. Negara bertindak jika sudah terjadi kasus. Sistem keamanan negara tidak berkutik di bawah kendali korporat. Para pebisnis digital telah diberi angin segar dalam atmosfer kapitalis. Secara leluasa mereka mengadakan transaksi membeli data. Mereka secara bebas dapat menentukan produk dan strategi pasar guna mendapat keuntungan bisnis yang lebih besar, sehingga antara penambang data dan pebisnis digital terjadi kerja sama yang saling menguntungkan.

Negara seharusnya hadir untuk menyelesaikan masalah keamanan data. Negara harus tegas dan menindaklanjuti kejahatan kebocoran data. Negara tidak boleh bergerak hanya ketika pejabat yang terkena kasus kebocoran data. Tetapi, ketika rakyat mengalami hal yang sama mereka pun seharusnya berhak mendapat keadilan.

Islam Menjaga Keamanan Warganya

Negara dalam Islam mempunyai peran yang sangat besar termasuk menjadi junnah (perisai) dalam melindungi warganya termasuk menjaga data pribadinya. Warganya adalah tanggung jawabnya. Negara tidak boleh bersikap abai dan mementingkan pihak lain apalagi pihak yang bisa mendatangkan kesengsraan bagi warganya. Hal-hal yang dilakukan negara terkait data pribadi warganya:

  1. Negara bersikap proaktif bukan reaktif, artinya negara fokus pada antisipasi dan pencegahan. Negara bertindak sebelum terjadi kebocoran atau peretasan data pribadi bukan sebaliknya, negara bertindak saat terjadi masalah.
  2. Mengutamakan perlindungan data pribadi warga negara. Maka, di sini negara harus memastikan data pribadi warga dalam kondisi terjaga dan aman. Perlindungan diintegrasikan ke dalam desain teknologi secara holistik dan menyeluruh, dimana ada regulasi dan sinergi antarlembaga asing menyempurnakan dan tidak saling menyalahkan.
  3. Sistem keamanan yang menyeluruh di mana seluruh lembaga informasi harus bekerja sama dengan baik, yaitu melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas. Aturan yang dibuat tidak saling tumpang tindih atau malah bertentangan antara aturan yang satu dengan yang lain.

Negara Islam/khilafah dengan keberadaan infrastruktur yang dikembangkan termasuk tata kelola yang tergabung dengan baik, maka data pribadi warga negara akan terjamin aman.
Oleh karena itu, khilafah wajib menunjukkan kapasitasnya sebagai negara pertama yang menguasai teknologi jika sistem administrasi dan teknologi negara mengalami pergeseran ke ranah digital.

Becermin ketika masa Rasulullah saw. saat Bangsa Romawi menguasai teknologi perang. Beliau mengutus beberapa sahabat mempelajari teknologi perang pada masa itu. Apabila era digitalisasi menjadi tuntutan yang saat ini sebagai sarana perang, maka khilafah pun akan melakukannya. Sebagaimana di dalam firman-Nya surah Al-Anfal ayat 60:
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Alah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).”

Demikianlah seharusnya mekanisme yang ditempuh sebuah negara yang menjamin keamanan data pribadi penduduk di tengah era digital. Sehingga menggunakan dokumen digital untuk data kependudukan bisa menjadi solusi ketika diatur dengan sistem Islam. Akan tetapi, bisa menjadi masalah manakala dokumen digital diatur dengan sistem kapitalis. Oleh karena itu, sudah tiba saatnya umat kembali kepada tata aturan yang berasal dari Allah Swt karena melalui sistem ini jaminan keamanan penduduk akan terpenuhi termasuk tentang data kependudukan yang sangat rahasia dan tidak sembarang orang bisa mengaksesnya. Dan semua ini akan terwujud dalam naungan Khilafah Islamiah 'ala minhaji nubuwwah.

Wallahu a'lam bish shawab[]

Photo : Google

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wening Cahyani Kontributor Tetap NarasiPost.Com
Previous
Bagaimana Nasib Riset dan Para Peneliti di Negeri Ini?
Next
Istri Salihah Motivasi Suami Menuju Jannah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram