Banjir, Salah Hujan Atau Tata Kelola?

Adapun ketika terjadi bencana. Maka peran negara Islam akan bertindak cepat untuk melakukan recovery korban bencana. Selain memenuhi semua kebutuhan sehari-hari sekaligus melakukan pemulihan pada masyarakat dalam segala bentuk yang diperlukan.

Oleh: NS. Rahayu (Pengamat Masalah Lingkungan)

NarasiPost.com - Duka mendalam dirasakan oleh seluruh masyarakat, cobaan dan ujian bukan hanya silih berganti, tapi bertumpuk-tumpuk. Bagaimana tidak? Hingga saat ini pandemi covid-19 masih berlangsung, bahkan menampakkan kecenderungan kenaikan. Ditambah lagi musim penghujan yang sering menimbulkan kabar duka adanya banjir besar atau banjir bandang.

Banyak wilayah di negeri tercinta Indonesia ini mengalami banjir dan hal itu dianggap sebagai hal yang lumrah ketika musim penghujan datang. Ibarat sudah terbiasa menjadi langganan banjir. Namun ketika banjir menampakkan murkanya dengan membawa korban jiwa dan material yang tak sedikit, patutlah kita merenung! semua akibat dari curah hujan yang tinggi atau ada hal lainnya?

Banjir besar yang menyedot perhatian nasional bahkan internasional terjadi di Kalimantan Selatan. Staf Advokasi dan Kampanye Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, M. Jefri Raharja menegaskan banjir tahun ini lebih parah daripada tahun-tahun sebelumnya. Lebih parah dari 2020 kemarin (kompas.com, 15/1/21).

Hal ini terjadi bukan saja karena curah hujan dan cuaca ekstrim, namun Walhi melihat adanya kerusakan ekologi yang parah di tanah Borneo, sehingga mengakibatkan air hujan tidak terserap. Direktur Eksekutip Walhi Kalsel, Kisworo DP, mengatakan bahwa banjir tahun ini terparah dalam sejarah.

Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.
"Ini menunjukkan daya tampung daya dukung lingkungan di Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis, sudah sering kita ingatkan, dari total luas wilayah 3,7 juta hektar hampir 50 persen sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit," tegasnya (Suara.com, 15/1/21).

Kerusakan Akibat Ulah Manusia

Kerusakan ekologis alam tersebut karena ulah perbuatan tangan-tangan manusia sendiri. Ekosistem alam yang seharusnya dijaga agar tidak menimbulkan bencana, justru dijadikan lahan konsensi untuk korporasi. Dan korporasi menggarap dan manfaatkannya berdasarkan asas kapitalisme.

Bencana alam akibat kerusakan ekologis adalah buah busuk yang mengiringi pembangunan eksploitatif yang sekuler kapitalistik. Sistem kapitalis yang berasaskan manfaat ini, akan selalu melakukan segala cara agar bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Tanpa mengindahkan amdal dan reklamasi kembali untuk perbaikan selanjutnya.

Alhasil, penerapan sistem salah yang mengijinkan kepemilikan umum yang seharusnya menjadi milik rakyat, dijalankan oleh korporasi melalui legalitas kebijakan. Keserakahan para kapital ini, telah menimbulkan bencana yang menyengsarakan masyarakat. Alam menampakkan kemarahannya.

Cara Islam Mengatasi Bencana Banjir

Berbeda dengan Islam dalam menangani bencana banjir. Cara yang diterapkan Islam mampu mencegah terjadinya bencana. Islam telah mengkategorikan padang (hutan, padang rumput), api (gas, minyak, batu bara, tambang) dan air (sumber mata air, laut, sungai) sebagai kepemilikan umum.

Rasulullah bersabda : “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”, (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Kepemilikan umum artinya manusia berserikat dalam memilikinya sehingga masyarakat boleh mengambil manfaat darinya. Negara hanya sebagai pengontrol dan pengelola kepemilikan itu. Sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan masyarakat. Kepemilikan umum tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh pribadi, swasta, perusahaan bahkan negara sekalipun.

Sumber Daya Alam (SDA) dan kekayaan hayati lainnya seperti laut, hutan, gas jika dikelola dengan benar mampu mencukupi kebutuhan dalam negara bahkan menyejahterakan rakyat menyeluruh. Dalam Islam sumber kekayaan yang tidak terhenti menghasilkan itu adalah milik bersama.

Pengelolaan kepemilikan umum yang benar tidak hanya mampu mencecah kerusakan alam dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. Sehingga ada langkah antisipasi terhadap bencana. Namun juga mampu menopang kebutuhan masyarakat pada umumnya di hari-hari biasa.

Adapun ketika terjadi bencana. Maka peran negara Islam akan bertindak cepat untuk melakukan recovery korban bencana. Selain memenuhi semua kebutuhan sehari-hari sekaligus melakukan pemulihan pada masyarakat dalam segala bentuk yang diperlukan.

Namun hal diatas hanya bisa dilakukan ketika syariat Islam menjadi aturan dalam kehidupan. Menjadikan Islam tidak hanya pada ibadah ruhiyah namun juga sebagai aturan sistem kehidupan yang mampu memberikan maslahat untuk semuanya. Wallahua'lam bishawab

Picture Source by Google

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
NS. Rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Vaksinasi dalam Pusaran Kapitalisme
Next
Sadar Musibah Terbesar Masih Menjalar
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram