"Yakinlah semua kesulitan itu bisa kita lewati, semua rintangan itu betapa pun berat dan banyaknya, bisa kita selesaikan dengan sukses, jika ada lillah dalam diri kita. Karena semua penyakit yang mematikan itu akan bisa diobati hanya dengan satu obat yaitu lillah."
Oleh. Aya Ummu Najwa
NarasiPost.Com-Sobat, pernahkah kita merasa berat dalam melakukan ibadah dan kebaikan? Pernahkah kita merasa malas dalam melakukan amanah dakwah yang dilimpahkan kepada kita? Seakan Jabal Uhud ada di atas pundak kita, ketika harus menyelesaikan tulisan serta evaluasi dakwah? Seakan tumpukan piramida menggunung di punggung kita, ketika mendapatkan tugas-tugas yang dibebankan kepada kita? Atau pernahkah kau merasa seakan tajamnya sembilu menyayat hatimu, mengiris-iris sanubari, ketika mendapat kritik atas kesalahan dan kelalaianmu, hingga membuatmu enggan bergerak maju dalam dakwah?
Jika kita mengalami dan merasakan hal demikian, maka bisa jadi kita sedang terjangkiti penyakit, Teman. Bukan penyakit yang menyerang fisik kita, akan tetapi penyakit yang menyerang hati dan keimanan kita. Penyakit ini lebih berbahaya daripada penyakit fisik apa pun. Ia datang tanpa kita sadari. Ia menjangkiti kita dengan begitu halus sehingga kita akan larut dan terhanyut. Ia akan menciptakan ilusi pada diri kita. Kita akan merasa lebih bahagia, bebas, lepas. Yang membuat kita akan berupaya terlena dalam buaiannya. Namun, sejatinya penyakit ini lambat laun akan mematikan hati kita. Akan melemahkan benteng keimanan kita. Ia akan mendekatkan kita pada dunia. Dia akan menjauhkan kita dari akhirat. Dan puncaknya ia akan menjauhkan kita dari Allah.
Sebagai pengemban dakwah, kita pun tak luput dari bahaya penyakit ini. Dalam jemaah dakwah, memang akan selalu ada celah untuk tumbuhnya penyakit-penyakit ini. Yang seringnya melemahkan semangat dan daya juang para pengemban dakwah. Tak sedikit kita jumpai, mereka yang awalnya begitu semangat dalam dakwah, mulai lelah dan menyerah, hingga akhirnya gugur dan tenggelam dalam jurang keputusasaan, karena gesekan-gesekan dalam tubuh jemaah tak bisa ia atasi. Penyakit ini jenisnya ada banyak, Sobat. Untuk bisa selamat dari serangannya, kita harus mengetahui jenis-jenis dan tanda-tandanya. Di antara penyakit-penyakit yang sering menjangkiti pengemban dakwah itu adalah;
Pertama, futur. Entah sekali, dua kali, dulu, kemarin, atau bahkan kita sekarang ini sedang mengalaminya, setiap orang pernah merasakan serangan futur. Betapa pun hebatnya kita, kita pasti pernah terperosok dalam kelamnya. Betapa pun kuatnya iman kita, kita pasti pernah merasakan dahsyatnya infeksinya. Para ulama, semua orang yang beriman serta para pengemban dakwah, mengakui betapa kuat infeksi dari penyakit ini, namun banyak dari kita tidak menyadarinya dan terus menerus memeliharanya dalam diri kita. Semua dalil akan kita keluarkan untuk membenarkan kemalasan kita. Semua dalih akan kita buat untuk dapat mendukung pembangkangan kita. Berawal dari 'mager' alias malas gerak dengan menunda-nunda pekerjaan, tulisan yang tak rampung-rampung, agenda dakwah yang tak jalan, amanah yang terabaikan, hingga akhirnya kita tinggalkan, dikarenakan tenggelam dalam hal yang mubah bahkan maksiat.
Kedua, hasad. Penyakit ini, kata para ulama adalah penyakitnya manusia. Karena setiap orang pasti pernah terjangkit dan hanya sedikit sekali yang dapat selamat darinya. Jika kita mulai benci dengan seseorang yang memiliki nilai lebih dari pada kita, merasa tidak senang jika teman mendapat nikmat dan karunia, merasa tersaingi sendiri, begitu tidak suka jika teman bisa menyelesaikan amanah dengan baik, enggan memberi selamat dan mendoakan, maka itu adalah tanda-tanda hasad telah bersarang dalam jiwa kita. Sungguh hasad ini sifat buruk yang unik. Sifat buruk atau kezaliman biasanya akan menyakiti orang yang dizalimi atau objeknya. Namun dalam sifat hasad, yang paling merasa sakit hati justru pelakunya. Semakin bertambah nikmatnya, maka semakin sakit hati orang yang hasad.
Ketiga, sombong. Penyakit ini begitu berbahaya, Sob. Ingatkah kita kisah iblis yang terusir dari surga dan mendapat laknat dari Allah? Itu disebabkan karena sifat sombong yang ada pada dirinya. Sifat sombong ini akan menyebabkan pelakunya merasa superior. Merasa paling hebat, paling berjasa. Merasa paling saleh dan paling aman dari murka Allah. Ia akan cenderung merendahkan orang lain. Memandang orang lain tak lebih baik dari padanya. Maka ia akan menolak arahan bahkan nasihat. Ia tak mau dievaluasi karena ia merasa paling benar. Ia akan mudah memicu keributan dan perpecahan, ia gemar merusak ukhuwah dan memutus tali silaturahmi.
Keempat, egoisme. Merasa diri paling benar dan tak mau mengakui kesalahan. Inginnya menang sendiri. Betapa kita sering ingin dimengerti, namun di sisi lain kita lupa mengerti keadaan dan perasaan orang lain. Begitu fokus dengan diri kita sendiri. Menganggap dunia ini segalanya tentang diri kita sendiri. Hingga akhirnya mematikan hati dan akal. Hilang simpati dan empati. Tak ada kasih sayang, hilang iman. Enggan mengakui kesalahan dan merasa gengsi untuk meminta maaf. Tak menghargai orang lain, lenyap toleransi. Egoisme dalam jemaah selain berbahaya untuk solidnya ukhuwah, juga tentunya akan merugikan diri sendiri."Dan siapa saja yang berjihad, maka sejatinya jihadnya itu untuk dirinya sendiri. Sungguh, Allah Mahakaya, Dia tidak membutuhkan sesuatu dari seluruh alam." (Surat Al-Ankabut: 6)
Masih banyak penyakit hati yang siap menggerogoti hati dan iman kita. Melemahkan dan melumpuhkan daya juang kita. Sering kali kita merasa aman, hingga kita lengah dan mengendurkan kewaspadaan. Kurangnya muhasabah serta munajat adalah salah satu faktor penyakit-penyakit itu mudah masuk dalam diri kita. Kadang kita lupa, bahwa Allah tak akan membiarkan kita mengaku beriman tanpa ujian. "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji?" (Surat Al Ankabut: 2)
Kita lupa, tanpa rahmat dan pertolongan dari-Nya, kita tak akan dapat menyelesaikan amanah dakwah yang kita emban. Kita lupa, bahwa syarat diterimanya amal kita hanya dengan dua syarat, yaitu lillah (ikhlas karena Allah, dan juga benar (sesuai ajaran Rasulullah). Kadang kita merasa sok pintar hingga melupakan prinsip ini. Kita lupa, bahwa keikhlasan kita akan senantiasa diuji dan ujian itu bisa datang dari keadaan kehidupan kita, ekonomi, keluarga, tetangga, teman seperjuangan, atau bahkan dari diri kita sendiri yang seringnya tak kita sadari, sehingga kita sulit untuk melepaskan diri.
Wahai sahabat, berjuang itu berat maka itulah ia disebut perjuangan, akan selalu ada cara setan untuk melemahkan kita. Tantangan demi tantangan akan selalu mengadang di depan mata. Mereka seakan berlomba untuk dapat menjerat dan menjatuhkan kita. Akan selalu ada rasa sakit yang kita rasakan. Akan selalu ada yang harus kita korbankan, meskipun itu perasaan kita. Akan tetapi wahai sahabatku, yakinlah semua kesulitan itu bisa kita lewati, semua rintangan itu betapa pun berat dan banyaknya, bisa kita selesaikan dengan sukses, jika ada lillah dalam diri kita. Karena semua penyakit yang mematikan itu akan bisa diobati hanya dengan satu obat yaitu "lillah".
Maka ayo bangkitlah kembali dari keterpurukan, bangun kembali semangat juangmu. Hidupkan kembali cahaya Ilahi dalam hati kita. Pererat kembali hubungan kita dengan-Nya, perbaiki penghambaan kita kepada-Nya. Dengan itu, kita berharap kita diampuni, dengannya kita berharap pertolongan-Nya. Tumbuhkan kembali jiddiyah alias semangat militansi dalam diri kita, buang penyakit -penyakit hati yang melumpuhkan, fokuslah dengan lillah, sehingga perjuangan utk menegakkan kembali kehidupan Islam akan segera terwujud, biidznillah. Wallahu a'lam.[]