"Sungguh berharganya masa muda, yang kuat pikiran dan bersemangat. Segala potensi pada puncaknya. Semua bisa diraih, maka genggamlah dunia di tangan saja, sedang hati jangan mendamba. Gunakanlah masa muda dengan sebaik-baiknya. Untuk berlari mendekat kepada Rabb semesta. Karena hidup hanya sebentar saja, jangan buat sia-sia dan hura-hura saja. Karena penyesalan itu pasti ada."
Oleh. Aya Ummu Najwa
NarasiPost.Com-Hari demi hari kujalani, tak terasa usiaku pun tak lagi muda. Seakan baru kemarin aku meninggalkan bangku sekolah. Kini aku telah mempunyai anak usia sekolah. Seakan baru kemarin aku menikah, kini tak terasa anakku sudah beranjak remaja. Waktu berlalu begitu cepatnya. Seakan berlari meninggalkan jejak-jejak sejarah, yang akan berbuah kenangan, pelajaran, serta penyesalan. Masa muda belia nan ceria, seakan hanya sekejap mata. Seolah hanya menumpang lewat saja, berlalu pergi namun tak ada yang merasa.
Begitu cepatnya waktu berlari, kusadari kini usiaku tak muda lagi. Badan yang kemarin bugar kini seakan semua sendi-sendi telah longgar. Ingatan yang dulu kuat, kini seakan semua hal minta dicatat. Tak terasa masa muda telah kutinggalkan di belakang, semua tinggal kenangan. Kini masa depan yang belum jelas sudah menjelang. Masa depan yang berbekal penyesalan karena kurangnya ketaatan di waktu muda. Menyisakan rasa waswas dalam diri, apakah waktu yang sempit ini cukup untukku mengumpulkan bekal? Sedang kampung akhirat seakan telah melambai, sungguh kumenyesali ketaatanku kini kulakukan dengan tubuh yang sudah tak bugar lagi.
Ketika kumulai menua, terasa mulai lemah tubuhku terasa. Tangan yang semakin lemah, tak sekuat dulu, kaki yang kian rapuh tak sekokoh dulu. Gerakan salat mulai terganggu, aku menyesal usia mudaku tak kugunakan dengan optimal untuk mengenal Rabbku. Benarlah firman Allah, ini adalah pendidikan-Nya untukku agar aku mulai berlatih melepaskan cintaku pada dunia.
”Siapa saja yang menginginkan kehidupan dunia serta perhiasannya, pasti Kami akan berikan utuh atas pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia sedikit pun tidak akan dirugikan. Mereka tidak akan mendapatkan sesuatu pun di akhirat melainkan neraka, maka adalah percuma semua yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah semua yang telah mereka kerjakan” (Surat Hud: 15-16)
Ketika aku menua, dunia seakan tak cerah dan terlihat buram, karena pandanganku sudah mulai kabur, menggodaku agar tilawahku kendur. Sungguh kusesali usia mudaku yang telah pergi, kenapa tak kuperbanyak hafalanku, kenapa tak kuperbanyak tadabur, kenapa tak sungguh-sungguh kumendekat kepada Rabbku, sehingga dapat kulaksanakan ketaatan tanpa terganggu karena usia uzur. Namun, ini pun seharusnya menjadi cara Allah mencerahkan mata hatiku untuk melihat hakikat kehidupan akhirat.
”Dan siapa saja yang buta hatinya di dunia ini, maka di akhirat dia pun akan buta dan tersesat jauh dari jalan yang benar” (Surat Al-Isra’: 72)
Semakin kumenua semakin hatiku mudah gelisah. Sering merasa resah karena manusia. Sering merasa kecewa karena masih berharap pada mereka. Di usia muda, aku sibuk mencari cinta dan perhatian manusia, padahal cinta mereka semu, padahal kasih mereka palsu. Sungguh kumenyesal. Mungkinkah ini adalah cara Allah menyadarkanku bahwa setiap ikatan hati setiap makhluk selalu melenakan juga mengecewakan, bahkan seringnya menghampakan jiwa. Kumenyesali kenapa dulu tak kubangun tautan hatiku kepada Allah dengan tautan yang kuat, padahal aku tahu, cinta-Nya Mahahebat yang tak pernah mengecewakanku.
”Dan siapa saja yang berserah diri hanya kepada Allah, sedang ia orang yang berbuat kebajikan, maka sungguh ia telah berpegang kepada tali yang kokoh. Hanya kepada Allah segala urusan akan kembali” (Surat Lukman: 22)
Semakin bertambah usiaku, satu demi satu gigi-gigiku pun mulai gugur. Kelihaian lidah dalam bertutur pun mulai luntur. Mengingatkanku bahwa setiap makhluk yang bernyawa pasti akan gugur kembali ke dalam tanah. Manusia tak akan selamanya kuat, laksana gigi yang kuat pun bisa rapuh dan tanggal. Maka kembali kusesali ketika diriku masih kuat, mengapa tak kumaksimalkan tenagaku menuju jalan taat.
”Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali seizin Allah, sebagai ketetapan yang sudah ditentukan masanya. Barang siapa yang menghendaki balasan dunia, niscaya Kami berikan kepadanya, dan barang siapa yang menghendaki balasan akhirat, pun Kami berikan kepadanya, serta Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur” (Surat Ali ‘Imran: 145)
Semakin bertambah usiaku, sedikit demi sedikit mulai ditarik nikmat kekuatan dariku, mulai dari tulang yang dulu kuat, kini mudah lelah tak bertenaga, belum sakit sendi yang mulai menyiksa menambah rasa bahwa aku mulai renta. Haruslah ini menjadi pengingatku bahwa setiap saat bisa saja sang pemutus kelezatan itu tiba. Maka haruslah aku lebih giat melakukan persiapan, bukan malah beralasan dan bermalasan, merasa diri sudah aman.
”Di mana pun kamu berada, kematian akan menemukanmu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi serta kokoh” (Surat An-Nisa’: 78)
Semakin usiaku bertambah, kusadari rambutku banyak yang telah memutih. Aku pun teringat bahwa kain kafan itu berwarna putih. Akan kutinggalkan semua jenis pakaian yang selama ini kukumpulkan, tanpa sadar bahwa mereka semua akan dimintai pertanggungjawaban. Merah, hijau, kuning, ungu, semua akan tinggal kenangan, aku hanya berharap mereka tidak menambah berat timbangan keburukan.
”Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Dan hanya pada hari kiamatlah akan diberikan dengan sempurna balasanmu. Siapa yang dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sesungguhnya dia telah memperoleh kemenangan. Dan kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang melenakan” (Surat Ali-Imran: 185)
Maka di usiaku yang tak lagi muda, aku coba menjauh dari dunia. Mulai aku tinggalkan gemerlap fatamorgananya, kujauhi kerlip godaannya, kuhindari hingar bingar tipuannya. Aku pun menyendiri, mendekat kepada Rabbku, merayu berharap diampuni dosaku. Aku hanya ingin bersama Rabbku, agar aku tak semakin terperosok ke dalam jeratan dunia yang fana, karena kusadari semakin dunia dicinta akan semakin sulit melepaskannya, sedang hanya penyesalan yang kelak akan tersisa.
”Dan semua hal tentang kehidupan dunia ini, sesungguhnya hanyalah permainan dan senda gurau semata. Sedang negeri akhirat itu, sungguh ia lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Tidakkah kalian memahaminya?” (Surat Al-An’am: 32)
Sungguh berharganya masa muda, yang kuat pikiran dan bersemangat. Segala potensi pada puncaknya. Semua bisa diraih, maka genggamlah dunia di tangan saja, sedang hati jangan mendamba. Gunakanlah masa muda dengan sebaik-baiknya. Untuk berlari mendekat kepada Rabb semesta. Karena hidup hanya sebentar saja, jangan buat sia-sia dan hura-hura saja. Karena penyesalan itu pasti ada.
Wahai diri, kini dirimu tak lagi muda. Apa yang menghalangimu untuk mendekat kepada-Nya. Sedang ajal bisa datang kapan saja, apa yang telah kau siapkan untuk menyambutnya? Bersyukurlah kau diberi waktu sampai tua, agar dirimu kembali ke jalan-Nya, maka itu adalah tanda cinta-Nya, yang tak semua manusia bisa merasa. Maka gunakanlah sebaik-baiknya agar tak menyesal kau nantinya.
Wallahu a’lam[]
Photo : Pixels
Masyaalah ... menjadi nikmat dan ujian jika seseorang sampai di usia senja. Satu hal yang pasti, menjadi tua adalah keniscayaan, tetapi menjadi taat adalah pilihan.
Maa syaa Allah ❤️. Benar ya time flies so fast. Gak semua orang bisa melewati semua fase, di fase mana kita hrs berhenti hanya Allah yg tau. Manfaatkan waktu berjuang utk istikamah berada di track-Nya yg akan memandu kita kelak ke surga. Aamiin