"Karena kebiasaannya mencatat hadis, Abdullah bin Amr menghafal lebih banyak hadis dibandingkan Abu Hurairah."
Oleh. Mariyah Zawawi
NarasiPost.Com-Jam masih menunjukkan pukul 20.30 saat ustazah mengakhiri kursus bahasa Arab malam itu. Kursus berakhir lebih cepat dari biasanya, karena peserta kursus tidak banyak. Karena itu, tidak banyak hasil pekerjaan yang harus beliau koreksi. Sebelum mengakhiri kursus, beliau bertanya, "Ada pertanyaan?"
Saya pun menjawab, "Sebenarnya ada, Ustazah. Tapi saya lupa mau bertanya tentang apa."
Mendengar jawaban saya, ustazah berkata, "Mestinya dicatat. Mencatat itu untuk mengikat ilmu."
"Iya, Ustazah," jawab saya.
Mencatat atau menulis pelajaran termasuk salah satu cara mengingat pelajaran yang kita dapatkan. Terkait hal ini, Imam Syafi'i mengungkapkannya dalam sebuah syair,
الْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ صَيْدُهُ. قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقِ. فَمِنَ الْحَمَاقَةِ أَنْ تَصِيْدَ غَزَالَةً وَتَتْرُكُهَا بَيْنَ الْخَلَاِىِٔقِ طَالِقَةً
"Ilmu itu bagaikan binatang buruan, dan tulisan itu bagaikan pengikatnya. Karena itu, ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Merupakan satu kebodohan jika kau memburu rusa betina dan membiarkannya di tengah keramaian tanpa ikatan."
Saya jadi ingat salah seorang teman akrab saya saat kuliah dulu. Orangnya sangat rajin mencatat. Ia mempunyai satu buku tulis yang digunakannya untuk mencatat cepat. Buku itu berisi semua penjelasan yang disampaikan oleh dosen saat kuliah. Karena ditulis dengan cepat, tentu saja hasilnya tidak rapi.
Ia kemudian menyalin catatan-catatan materi kuliah itu di buku tulis yang lain. Nah, catatannya sangat rapi dan detil. Buku catatan itu, sering dipinjam teman-teman untuk difotokopi, biasanya menjelang UTS (Ujian Tengah Semester) atau UAS (Ujian Akhir Semester). Kadang-kadang, saya juga meminjamnya untuk mengecek apakah ada yang kurang dari catatan saya.
Karena rajin, nilai teman saya itu sebagian besar adalah A. Jarang sekali ia mendapat nilai B, apalagi C. Saat wisuda, ia mendapatkan predikat sebagai mahasiswa dengan IPK tertinggi. Memang, mencatat secara tidak langsung membuat kita mengingat apa yang telah kita catat. Catatan itu juga memudahkan kita mempelajarinya lagi, saat kita lupa. Biasanya, kita ingat di buku mana catatan itu kita buat. Bahkan, mungkin posisinya. Apakah di lembar sebelah kanan atau kiri, di bagian atas, tengah, atau bawah. Ingatan kita tadi akan membuat kita lebih mudah dalam mencari catatan tersebut.
Sahabat Rasulullah yang bernama Abdullah Ibnu Amru Ibnu al-Ash adalah orang yang sangat rajin mencatat. Ia lahir pada tahun ke-7 kenabian dan masuk Islam lebih dulu dibandingkan ayahnya, Amru bin al-Ash. Ia menuliskan semua yang didengarnya dari Rasulullah saw. pada lembaran-lembaran yang disebut shahifah shadiqah.
Ia melakukan hal itu untuk memudahkannya dalam menghafal hadis-hadis Nabi saw. Sebenarnya, Nabi saw. pernah melarang para Sahabat untuk mencatat ucapan-ucapan beliau. Hal itu karena beliau khawatir catatan itu akan tercampur dengan ayat-ayat Allah. Rasulullah kemudian menugaskan beberapa orang Sahabat untuk mencatat wahyu. Sayangnya, Abdullah bin Amr tidak termasuk di antara mereka.
Larangan Rasulullah untuk menulis selain ayat Al-Qur'an membuat Abdullah bin Amr menjadi gelisah. Maka, ia pun menemui Rasulullah dan menyampaikan kegelisahannya. Ternyata, Rasulullah tidak keberatan dengan kebiasaan mencatatnya itu. Rasulullah saw. kemudian berkata kepada Abdullah bin Amr, "Teruskanlah menulis. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya, setiap ucapanku adalah kebenaran. Meskipun aku dalam keadaan marah ataupun senang."
Karena kebiasaannya mencatat hadis, Abdullah bin Amr menghafal lebih banyak hadis dibandingkan Abu Hurairah. Terkait hal ini, Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya, Siyar A'lam an-Nubala mengutip ucapan Abu Hurairah yang mengatakan,
لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ الله صلى الله عليه وسلم أَكْثَرَ حَدِيْثًا مِنِّي إِلَّا مَا كَانَ مِنْ عَبْدِ الله بْنِ عمرو فَإنَّهُ يَكْتُبُ وَلَا أَكْتُبُ
"Tidak ada seorang pun dari sahabat Rasulullah saw. yang mempunyai hafalan hadis lebih banyak dariku, kecuali Abdullah bin Amr. Sebab, ia selalu mencatat, sedangkan aku tidak mencatat."
Sebagian besar hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr banyak terdapat dalam Musnad Ahmad. Jumlahnya mencapai 700 hadis. Sedangkan di dalam Sahih Bukhari terdapat delapan hadis, dan yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim berjumlah tujuh hadis.
Menuliskan apa yang telah kita pelajari dalam bentuk artikel juga merupakan salah satu cara mengikat ilmu. Dengan cara ini, kita mendapatkan keuntungan lain, yaitu mendapatkan pahala jariah dari ilmu yang kita sampaikan.[]