"Dalam Surat At-Thur ayat 21, "Dan orang-orang yang beriman, beserta keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengannya (di dalam surga), dan Kami sama sekali tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebaikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dilakukannya."
Oleh. Aya Ummu Najwa
NarasiPost.Com-Di dunia ini, siapa yang tidak berbahagia serta berharap dapat selalu berkumpul dengan keluarga? Berkumpul bersama keluarga merupakan sebuah kenikmatan dari Allah. Momentum bahagia ini tidak akan dapat digambarkan, serta tidak dapat digantikan dengan kehadiran orang lain, baik kawan ataupun sahabat. Setiap orang pasti menginginkan kebersamaan ini, baik orang taat mau pun yang tidak. Bahkan tidak hanya di dunia saja ingin bersama, namun juga hingga di akhirat kelak.
Tujuan Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, salah satunya agar manusia menjadi tenteram. Mempunyai tempat menyalurkan kasih sayang, serta mempunyai keturunan yang dapat meneruskan cita-cita serta trah keluarga. Tak hanya itu, tujuan dibangunnya sebuah keluarga, selain ingin mencapai sakinah mawadah warahmah di dunia, seyogianya bertujuan untuk meraih surga bersama-sama. Yang tentunya tujuan ini haruslah menjadi cita-cita setiap hamba yang beriman. Setiap orang yang mengimani adanya surga dan neraka, mengimani adanya kampung akhirat, maka ketika kelak ia telah berada di akhirat, dia menginginkan masuk surga dan berharap dapat masuk surga bersama-sama keluarganya.
Begitu pula keluarga, sudah semestinya ia terdiri dari orang-orang yang saling mencintai. Setiap anggota keluarga adalah orang-orang yang sangat mencintai keluarganya, suami mencintai istri, istri mencintai suami, orang tua mencintai anak-anaknya, dan anak-anak pun mencintai orang tuanya. Maka tentu harapan kebersamaan tidak sebatas di dunia saja tetapi ingin sampai ke surga. Allah telah mewahyukan bahwa masuk surga adalah harapan setiap orang yang beriman, yang tertuang dalam surat Ar-Ra'du ayat 23, "(ialah) surga 'Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang-orang yang saleh dari kakek-kakek mereka, pasangan-pasangan mereka, dan anak keturunan mereka, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu."
Memiliki cita-cita masuk surga bukanlah harapan kosong belaka, ia bukanlah sebuah utopia semata, akan tetapi harapan indah ini sangat mungkin bisa digapai. Meskipun tentunya ada syarat-syarat yang harus dilakukan, yaitu beriman dan beramal saleh. Syarat yang harus dimiliki dan dilakukan tidak hanya oleh diri kita saja, akan tetapi oleh orang tua kita, pasangan kita, anak-anak kita, dan keturunan kita juga harus termasuklah orang yang saleh.
Imam Ibnu Katsir telah menafsirkan, bahwa ayat ini merupakan jaminan langsung dari Allah bagi orang-orang yang beriman. Mereka dapat masuk surga bersama dengan orang-orang yang dicintainya. Karena kecintaan kepada bapak, ibu, pasangan, anak, adalah sesuatu yang fitrah. Manusia yang beriman secara fitrahnya pasti akan menyayangi anggota keluarganya. Kasih sayang ini akan tumbuh dan hadir di setiap hati anggota keluarga secara alami, ia akan tetap ada dan tak akan hilang, kecuali jika memang kasih sayang itu dirusak oleh sistem kapitalisme, liberalisme, seperti yang banyak terjadi sekarang ini.
Maka jika kita ingin masuk surga bersama bapak, ibu, suami kita, istri kita, maka mereka haruslah termasuk orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Orang tua kita, pasangan kita, suami atau istri kita, haruslah orang yang beriman, karena tidak akan ada orang kafir yang dapat memasuki surga, sebab tempat kembali orang kafir adalah neraka. Demikian juga, jika kita ingin masuk surga bersama anak keturunan kita, maka mereka haruslah pula dijaga keimanan dan kesalehannya, sehingga harapan itu dapat terwujud.
Karena sungguh setiap perbuatan anak akan mempunyai pengaruh bagi orang tua. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang diriwayatkan oleh Imam Muslim no.1631, "Jika anak adam meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga, pertama sedekah jariah kedua ilmu yang dimanfaatkan dan yang ketiga doa anak yang saleh."
Maka fokus kita di sini adalah dari waladun shalihun, yaitu anak-anak yang saleh. Karena apa yang didoakan anak akan berpengaruh kepada orang tua. Maka jika kita menginginkan berkumpul bersama mereka di surga, haruslah mulai diperhatikan bagaimana cara kita mendidik mereka menjadi anak saleh. Anak-anak yang kelak dapat mendoakan kita, memintakan ampun kepada Allah untuk kita, baik kita masih hidup ataupun ketika kita sudah meninggal. Sehingga kita berharap dosa kita dapat diampuni oleh Allah, atas kiriman doa atas permohonan ampun anak-anak kita yang saleh.
Kemudian jika anak melakukan amal saleh karena kita telah mendidiknya dengan benar, membinanya dengan agama, sehingga anak-anak tersebut terdorong untuk beramal saleh, maka pahalanya pun akan mengalir sampai kepada orang tuanya, tanpa mengurangi pahala dari sang anak. Itulah yang dikatakan apa yang dilakukan oleh anak kepada orang tua, dapat menolong dan menjadi syafaat memperbaiki kondisi orang tuanya kelak di akhirat.
Namun sebaliknya, apa yang dilakukan oleh orang tua pun mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak-anaknya. Anak saleh dan salihah tidaklah mungkin lahir tanpa pendidikan orang tua. Sekalipun mungkin orang tuanya tidak mendidiknya secara langsung, bisa dia mendapatkan pendidikan agamanya dari orang tuanya, sekolahnya, dari pesantren dari ma'had atau dari suami atau istrinya kelak setelah menikah, sehingga ia menjadi manusia yang saleh dan salihah. Akan tetapi ini tentu saja akan sulit, jika tanpa campur tangan atau pendidikan orang tua. Karena faktanya orang yang paling dekat dengan anak adalah orang tuanya. Bahkan, orang tua adalah madrasatul ula yaitu pendidik pertama dan utama. Inilah peran utama adanya keluarga dan orang tua yang sangat mempengaruhi kesalehan anak.
Allah pun menjanjikan lagi kepada orang-orang yang beriman yang menginginkan berkumpul bersama keluarganya kelak di surga, dalam Surat At-Thur ayat 21, "Dan orang-orang yang beriman, beserta keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan mereka dengannya (di dalam surga), dan Kami sama sekali tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebaikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dilakukannya.
Ibnu Abbas telah menafsirkan ayat ini, sesungguhnya Allah akan meninggikan derajat anak-anak seorang mukmin pada tingkatannya, meski amal perbuatan mereka berada di bawah orang tuanya, supaya gembira hatinya.
Dalam Tafsir Jalalain terbitan Darus Salam, Riyadh, cetakan ke II, hal. 535, tahun 1422 H, kitab ini ditulis oleh Imam Jalaluddin al-Mahalli pada tahun 1459, yang kemudian dilanjutkan oleh murid beliau yaitu Imam Jalaluddin as-Suyuthi, dua Imam Jalalain telah menafsirkan ayat di atas bahwa maksud dari "Kami kumpulkan anak cucu mereka dengan mereka" adalah kelak anak-cucu mereka di surga. Pada saat itu anak-cucu mereka setara derajatnya dengan mereka, meskipun anak-cucu mereka tidak beramal seperti mereka, sebagai suatu penghormatan terhadap bapak-bapak mereka, agar dapat berkumpul di surga kelak bersama-sama.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy pun telah menafsirkan dalam kitab Taisir Karimir Rahman, terbitan Dar Ibnu Hazm, Beirut, cetakan ke I, hal 780, tahun 1424 H bahwasanya maksud dari keturunan yang mengikuti mereka dalam keimanan, adalah mengikuti keimanan yang muncul dari orang tua atau nenek moyang mereka. Dan akan lebih utama lagi jika keimanan itu muncul dari diri anak-anak itu sendiri. Mereka akan diikutsertakan oleh Allah dalam kedudukan orang tua atau kakek-kakek mereka di surga, meskipun mereka sejatinya tidak mencapainya, sebagai balasan pahala bagi orang tua mereka serta tambahan bagi pahala mereka. Sedang sedikit pun Allah tidak mengurangi pahala orang tua mereka.
Maka tentu saja cita-cita ini tidak dapat dicapai, jika hanya orang tuanya saja yang baik, yang rajin menuntut ilmu, beribadah, dam berdakwah, namun anaknya ditinggalkan di belakang, tanpa dididik dan diajak untuk ikut serta dalam setiap amal ibadahnya. Haruslah dipastikan pula orang tua memberikan pendidikan berupa contoh sebagai pengajaran, dan mengajak anaknya untuk beriman dan beramal saleh. Karena sejatinya pendidikan yang terbaik itu adalah mencontohkan bukan hanya sekadar menyuruh dan memerintahkan saja. Melainkan harus mengajak anak untuk bersama-sama melakukannya kesalehan.
Sungguh, kita bisa berkumpul bersama keluarga kita di surga. Allah pun telah menjanjikannya kepada kita. Maka salehkan diri kita beserta keluarga. Upayakanlah dengan maksimal untuk dapat menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam setiap lini kehidupan kita. Jadikan anak-anak kita sebagai aset dalam mencari keridaan-Nya.
Wallahu a'lam.[]