“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk)”.
Oleh: Aisyah Badamas
NarasiPost.com - Zina adalah perbuatan hubungan badan antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan yang sah menurut syariat agama.
Allah Swt berfirman:
وَلَا تَقۡرَبُوا الزِّنٰٓى اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk” (QS al-Isra ayat 32)
Maka, mendekati zina saja berdosa, apa lagi melakukannya. Yang dimaksud dengan mendekati zina adalah hubungan haram seperti pacaran, teman tapi mesra alias TTM, hubungan tanpa status alias HTS, gebetan atau istilah apapun yang dibuat oleh milenial untuk hubungan yang mendekati zina.
Adanya zina ini akibat dari liberalisme yang membudaya. Sementara liberalisme ini tumbuh subur karena Sekularisme yakni paham yang memisahkan agama dari kehidupan. Dalam Sekulerisme, tempat perzinahan justru difasilitasi, bahkan pezina asal saling suka sama suka, tidak dihukum, kalaupun dihukum, maka hukumannya cuma dipenjara (yang diberi makan/minum gratis). Tentu ini sanksi yang tidak membuat efek jera.
Fenomena zina ini juga terjadi pada kebanyakan keluarga dengan anggota keluarga pernah berzina, maka akan muncul penerus keluarga yang juga berzina. Terkait ini Imam syafi'i menyatakan bahwa zina itu utang, yang bisa saja mengharuskan keluarga atau keturunanmu untuk membayarnya. Maksudnya adalah Generasi dari hasil berzina akan melakukan hal yang sama, sampai ada salah seorang dari mereka membayar yakni dihukum sesuai syariat Islam di mana bagi pezina yang sudah menikah dicambuk lalu di rajam, dan bagi pezina yg belum menikah di cambuk/jilid 100 kali lalu diasingkan, kedua jenis zina ini disaksikan oleh masyarakat, agar memberikan efek jera Na’udzubillah min dzalik.
Dalam suatu kisah yang masyhur, seseorang datang dan bertanya kepada Imam Syafi’i, “Mengapa hukuman bagi para pezina sedemikian beratnya?”
Maka wajah Imam Syafi’i pun memerah, pipinya merona delima. Lalu beliau berkata, “Karena zina adalah dosa yang bala’ (besar resikonya). Akibatnya akan mengenai keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liang sekitar rumahnya.”
Orang itu kembali bertanya, “Mengapa QS al-Isra ayat 32 hukumannya dengan itu? Sebagaimana Allah berfirman, ”Dan janganlah rasa ibamu pada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama.”
Maka Imam Syafi’i pun terdiam, ia menunduk lalu menangis. Setelah tangisnya berhenti, beliau berkata, “Sebab zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat seseorang menjadi iba. Kemudian setan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintai-Nya.”
Lalu orang itu bertanya kembali, ” Dan mengapa Allah berfirman, ‘Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka (pezina) disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman’ Bukankah hukuman bagi pembunuh, orang murtad dan pencuri, Allah tidak mensyaratkan menjadikannya tontonan?”
Seketika janggut imam Syafi’i basah, ia terguncang. Lalu beliau berkata,
“Agar menjadi pelajaran.” Ucapnya sambil terisak.
“Agar menjadi pelajaran,” Beliau tersedu.
“Agar menjadi pelajaran,” Beliau kembali terisak.
Kemudian ia bangkit dari duduknya dan matanya kembali menyala, ia kembali bersemangat dan berkata, “Sebab ketahuilah oleh kalian bahwa sesungguhnya zina adalah utang. Dan sungguh utang tetaplah utang. Salah seorang dalam nasab/keturunan pelakunya pasti harus membayarnya.”
Dalam Islam, sanksi yang ditegakkan bagi pezina yang belum menikah adalah jilid, Allah Swt berfirman:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah (cambuklah) tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera (cambuk)”. [QS.An-Nûr/24:2]
Sementara sanksi bagi pezina yang sudah menikah adalah dirajam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ
Ambillah dariku, ambillah dariku. Sesungguhnya Allah telah memberi jalan yang lain kepada mereka, [2] yaitu orang yang belum menikah (berzina) dengan orang yang belum menikah, (hukumnya) dera 100 kali dan diasingkan setahun. Adapun orang yang sudah menikah (berzina) dengan orang yang sudah menikah (hukumnya) dera 100 kali dan rajam ( HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit).
Para pezina yang dihukum, insyaAllah di akhirat Allah tidak akan mengungkit dosanya, karena telah dibayar saat di dunia. Tentu pemberlakuan rajam dan jilid itu harus dilakukan oleh negara, bukan sekup lokal. Karena negara bertanggungjawab pada kehidupan pergaulan masyarakatnya. Akan tetapi, negara yang bisa menerapkan hukum Islam ini atas perintah seorang pemimpin negara yang bernama Khalifah (bukan presiden, bukan raja, bukan perdana menteri), sementara Khalifah adalah kepala negara Khilafah (sistem pemerintahan dalam Islam). Oleh karena itu wajib untuk mewujudkan negara Khilafah agar sekumpulan syariah yang merupakan amanah negara dari Allah dalam al Quran bisa diterapkan. Sungguh azab zina sungguh perih "Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu daerah, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab atas diri mereka sendiri" (HR. Hakim, Baihaqi, Thabrani).
Wallahu'alam bishshowab.