"Hal ini menyiratkan pelajaran berharga bagi manusia dan kehidupan dunianya bahwa memang dunia itu sungguh menipu. Dunia dipenuhi dengan begitu banyak kenikmatan dan perhiasan yang membuat manusia silau dan akhirnya lupa akan tujuan akhirnya."
Oleh. Rochma Ummu Arifah
NarasiPost.Com-Kehidupan ini hanyalah permainan dan senda gurau, bukan yang sesungguhnya, bukan pula tujuan akhir kehidupan manusia. Namun sayang, sebagian manusia terlalu bersungguh-sungguh dalam mengejar dunia. Seakan mereka tertipu dengan dunia ini.
Istri-Istri Nabi yang Mulia
Sudah menjadi pemahaman umum, di masa awal-awal penyebaran Islam terjadi banyak perang demi menaklukkan daerah-daerah yang bersikukuh tidak mau masuk dalam haribaan Islam. Ada sejumlah perang yang disebutkan dalam sirah yang telah dilalui oleh Rasulullah bersama para sahabat.
Salah satunya adalah perang Khandaq yaitu perang pasukan muslim melawan Yahudi bani Quraizah dan bani Nadhir. Dalam perang ini, pasukan kaum muslim mendapatkan kemenangan. Tak hanya itu, ghanimah atau pun harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslim kala itu juga cukup banyak.
Melihat ini, datanglah istri-istri Rasul saw. ke hadapan beliau untuk mengajukan kenaikan jumlah nafkah yang diberikan. Mereka pun juga menginginkan untuk mendapatkan sebagian harta sebagaimana para wanita-wanita dari pemimpin-pemimpin golongan kafir.
Mendengarkan permintaan istri-istri beliau, digambarkan di dalam sirah bahwa wajah Rasulullah memerah menampakkan kemarahan beliau. Setelah itu, selama kurang lebih satu bulan, Rasulullah mendiamkan istri-istrinya dan tak mengajak berbicara satu pun dari mereka.
Sampai Allah Swt. menurunkan firman-Nya di surah Al-Ahzab ayat 28 dan 29 yang artinya berbunyi, “Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut‘ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu menginginkan Allah dan Rasul-Nya dan negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi sIapa yang berbuat baik di antara kamu.”
Istri-istri nabi saw. yang dimaksud dalam peristiwa ini yang disebutkan dalam dua ayat di atas adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Habiba binti Abi Sufyan, Ummu Salamah binti Umayyah al-Makhzumiyah, Juwairiyah binti al-Haris al-Khuza’iyah, Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyah, Saudah binti Zam’ah al-Amiriyah, Zainab binti Jahsy dan Safiyah binti uyai al-Nadiriyah.
Tipuan Dunia
Hal ini menyiratkan pelajaran berharga bagi manusia dan kehidupan dunianya bahwa memang dunia itu sungguh menipu. Dunia dipenuhi dengan begitu banyak kenikmatan dan perhiasan yang membuat manusia silau dan akhirnya lupa akan tujuan akhirnya.
Para istri nabi saw. yang merupakan wanita-wanita mulia, pilihan Allah Swt. untuk mendampingi sosok manusia paling mulia di dunia pun juga sempat tergoda oleh gemerlapnya dunia. Padahal, tugas mulia mereka adalah mendampingi sosok manusia yang paling sederhana dalam kehidupannya. Sosok yang bisa saja meraup kenikmatan dunia namun meninggalkannya seraya terus saja fokus dalam meraih tujuan kehidupan akhirat.
Dua ayat ini serta bagaimana respon Rasulullah yang mendiamkan para istrinya menjadi satu cara Allah Swt. untuk memberikan pelajaran kepada mereka tentang bagaimana seharusnya mereka memandang kehidupan ini. Juga bagaimana seharusnya mereka menyikapi gemerlapnya kehidupan. Mereka diberikan pilihan untuk tetap memilih dunia sebagaimana apa yang mereka inginkan ataukah mereka lebih menympingkan keinginan dunia ini dengan lebih mengutamakan kehidupan akhirat. Akhirnya, para istri nabi saw. tak lagi memilih kehidupan dunia. Mereka diingatkan bahwa akhirat adalah sebaik-baiknya tempat untuk kembali.
Di zaman sekarang, seorang istri yang didiamkan suaminya bahkan untuk jangka waktu yang lama tentu akan begitu bersedih dan seakan tak tahu harus bagaimana. Terlebih yang mendiamkan ini adalah sosok nabi, manusia pengemban risalah kehidupan yang begitu mulia. Sungguh, ada pelajaran besar di sana yang ingin diberikan nabi kepada istri-istrinya.
Untuk tataran istri-istri nabi saja pernah tersilap dalam memandang dunia. Terlebih kebanyakan manusia saat ini. Gemerlap dunia begitu sangat memukau. Dunia terlalu melenakan dengan kenikmatan-kenikmatannya.
Maka dari itu, sebagian dari kita harus selalu berpegang teguh pada din ini agar dapat selalu menyadari bahwa dunia ini hanya sebatas tipuan saja, tipuan menyenangkan yang melenakan. Kita harus selalu memupuk pemahaman diri akan tujuan akhir kehidupan ini, yaitu negeri akhirat.
Dengan selalu memperbaiki kualitas keimanan, seperti dengan cara setiap saat mendekat dengan Al-Qur'an, memahami maknanya yang akan menuntun kita ke jalan yang hakiki. Banyak melakukan ibadah-ibadah yang disyariatkan, demikian pula ibadah sunah. Banyak berinteraksi dengan sebagian manusia yang selalu menjadikan akhirat sebagai tujuan akhirnya. Sehingga, kita pun juga akan memiliki kriteria yang sama. Semoga dengan ini, kita pun akan selalu ingat dan fokus dengan tujuan akhir kehidupan. Tak tertipu oleh dunia. Insha Allah.[]