Bila Kau Harus Pergi Dahulu

"Pada satu titik kita pernah berjumpa. Pada banyak titik kita bersama. Dan, pada titik yang lain kita akan berpisah. Bila saat itu tiba, kita tak bisa menolaknya. Bila memang kau harus lebih dahulu, semoga Allah mudahkan untukmu dan untukku."

Oleh. Deena Noor
(Kontributor Tetap NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Bila kau harus pergi dahulu, izinkan aku bersiap agar tak kelimpungan. Meski aku yakin bahwa tak mungkin akan benar-benar siap untuk itu. Bisa jadi tak akan pernah siap padanya. Namun, yang ditetapkan terjadi pastilah akan terjadi dan kita tak bisa menghindarinya.

Hari-hari yang sekian tahun dijalani bersama telah membuat kita saling membutuhkan. Hal-hal kecil yang sebelumnya begitu mudah kita lakukan sendiri, terasa sulit terbayangkan tanpamu. Lalu, jika kau benar pergi, sanggupkah aku melaluinya seorang diri? Tanpamu di sisi, bisakah kujalani hari-hari nanti?

Aku tahu tak seharusnya begitu. Kepergian akan menemui sewaktu-waktu. Di dunia ini kita adalah tamu. Kita pasti pergi meninggalkannya. Entah kau dahulu atau aku. Tak satu pun dari kita yang tahu.

Inginku kita pergi bersama agar tak perlu merasakan sedihnya ditinggalkan. Menangis sendirian memeluk kenangan yang dibangun bersama. Mencoba meredakan perih kehilangan dalam barisan kalam-Nya. Berdamai dengan kehampaan setelah separuh jiwa pergi meninggalkan ruang kosong di kalbu.

Kita adalah sepasang manusia yang mengikat janji suci atas nama-Nya. Dalam rentang waktu kita bertemu dan bersama menjalani aneka rasa kehidupan. Menyelami dinamika dunia dengan balutan cinta yang satu.

Ada kalanya kau terlalu cepat hingga aku sulit menyamakan langkah. Ada kalanya aku begitu lemah hingga kau harus melipatgandakan kekuatan demi menopangku. Kadang aku terlalu menuntut, hingga lupa menghargai jerih payahmu. Terkadang kau begitu fokus dengan duniamu, hingga aku merasa tak diperhatikan. Kita sering berselisih, namun selalu mencari jalan untuk menjaga kasih.

Pada visi yang sama, kita berkomitmen untuk mengerjakannya. Tak semata visi pendek di dunia, tetapi visi yang jauh hingga ke surga. Sebuah visi yang kita perjuangkan bersama dalam ikatan yang bertumpu pada-Nya. Itulah yang kau sampaikan di saat kita bertatap muka pertama kalinya dalam suatu diskusi tentang masa depan.

Dalam perjalanannya, kaulah yang mengajariku untuk tidak egois memikirkan diri sendiri. Ada kehidupan yang harus dijaga agar berkah melingkupi semua. Ada keadaan yang harus diperbaiki agar sesuai dengan ketentuan-Nya. Ada kebahagiaan yang jauh lebih bermakna untuk dicapai dibanding kesenangan dunia fana.

Darimu aku sadar betapa sempitnya duniaku selama ini. Engkaulah yang mengangkatku dari tempurung gelap hingga mampu melihat cahaya. Ada dunia yang luas dengan segala fenomenanya.

Engkaulah yang menempaku menjadi kuat dalam menapaki jalan kehidupan. Kehidupan yang menjadi ajang perjuangan. Tak mudah patah arang bila halangan merintang. Sebab tujuan hakiki telah diketahui dan berupaya padanya adalah keniscayaan.

Angin yang selalu bertiup mengiringi perjalanan kita. Terkadang sepoi-sepoi, menyejukkan hati hingga kita merasa nyaman. Namun, angin itu setiap saat bisa berubah menjadi badai yang memorak-porandakan bangunan cinta kita. Apa pun itu, tak seharusnya kita menyerah begitu saja.

Kaulah yang mengajarkanku untuk selalu bertumpu pada tali-Nya. Seberat apa pun beban, akan terlampaui dengan pertolongan-Nya.

Manusia memang terbatas. Begitu pula dirimu. Tak selamanya kau kuat. Suatu masa kau melemah hingga tak berdaya. Saat itulah aku harus menjadi kuat untukmu. Sebagaimana yang selama ini kau lakukan untukku.

Mungkin ini akan menjadi saat-saat terakhir kita. Mungkin juga tidak. Namun, kita paham bahwa kematian tak ada seorang pun yang tahu. Ia menjadi misteri hingga saat ia benar terjadi.

Pada satu titik kita pernah berjumpa. Pada banyak titik kita bersama. Dan, pada titik yang lain kita akan berpisah. Bila saat itu tiba, kita tak bisa menolaknya. Bila memang kau harus lebih dahulu, semoga Allah mudahkan untukmu dan untukku.

Bila kau harus pergi dahulu, semoga penjemputanmu nyaman dalam damai. Bila kau harus pergi dahulu, semoga ada aku di sampingmu. Biarkan aku menuntun lisanmu pada bait-bait suci-Nya. Bersama-sama kita mengeja cinta-Nya untuk yang terakhir kali.

Bila kau harus pergi dahulu, izinkan aku menangis sebentar. Sebab tak akan mudah jiwa ini merelakan sepasangnya pergi. Air mata ini bukan ingin meratap, namun merajut asa sekuat cahaya sang surya.

Bila kau harus pergi dahulu, semoga jejak-jejak yang kau ukir di dunia ini mampu menjadi saksi di hadapan-Nya. Bila kau harus pergi dahulu, semoga kelak kita bisa bersama kembali di surga-Nya.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Deena Noor Tim Penulis Inti NarasiPost.Com
Previous
Apa Bentuk Komitmen Saya kepada Islam
Next
Prewedding Syar'i, Adakah dalam Syariat?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram