NarasoPost.com - Dosa dan maksiat adalah sumber malapetaka. Petaka terjadi karena dosa dan hilang karena tobat. Dalam sebuah hadis Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba bisa terhalang mendapatkan rezeki karena dosa yang dilakukannya.” (HR Ibnu Majah dan Ahmad)
Maksiat itu melahirkan maksiat yang sama. Jika maksiat sering dikerjakan, terjadi akumulasi maksiat. Kadang-kadang pelaku maksiat melihat tubuhnya segar bugar, hartanya banyak, dan tidak ada masalah dengan keluarganya. Ia mengira dirinya tidak dihukum, padahal ketidaktahuannya kalau ia sedang dihukum merupakan hukuman bagi dirinya.
Misal, seseorang tidak bisa mengendalikan lisannya, akibatnya Allah mengharamkan baginya kejernihan hatinya. Atau seseorang tergoda untuk memakan makanan syubhat, akibatnya, hati gelap, ia pun tidak bisa mengerjakan salat malam dan bermunajat kepada Allah SWT.
Diriwayatkan, seorang rahib bani Israil pernah bermimpi bertemu dengan Allah SWT.
Ia berkata, “Tuhanku, aku bermaksiat kepada-Mu, tetapi Engkau tidak menghukumku.” Allah lalu berfirman, “Aku sudah sering menghukummu, tetapi engkau tidak tahu. Bukankah Aku telah membuatmu tidak lagi dapat bermunajat kepada-Ku dengan manis?”
Maka, terkadang di antara akibat dari kemaksiatan yang dilakukan ialah Allah SWT membuat seseorang dibenci manusia dan mereka menolak dakwah yang diserukannya tanpa sebab yang jelas. Astaghfirullah!
Dalam hal ini, Abu Darda ra. pernah berkata, “Jika seorang hamba bermaksiat kepada Allah saat sendirian, Allah membuatnya dibenci kaum Mukmin tanpa ia sadari.”
Sementara Ibnu al-Qayyim rahimahullah meringkas akibat maksiat dalam bukunya yang berjudul Al-Fawaid. Dengan sangat indah ia berkata,
“Di antara efek maksiat ialah pelakunya tidak banyak mendapatkan hidayah, pikirannya kacau, ia tidak melihat kebenaran dengan jelas, batinnya rusak, daya ingatnya lemah, waktunya hilang sia-sia, dibenci manusia, hubungannya dengan Allah renggang, doanya tidak dikabulkan, hatinya keras, keberkahan dalam rezeki dan umurnya musnah, diharamkan mendapat ilmu, hina, dihinakan musuh, dadanya sesak, diuji dengan teman-teman jahat yang merusak hati dan menyia-nyiakan waktu, cemas berkepanjangan, sumber rezekinya seret, hatinya terguncang.
Maksiat dan lalai membuat orang tidak bisa berzikir kepada Allah, sebagaimana tanaman tumbuh karena air dan kebakaran terjadi karena api.
(Ibn al-Qayyim, Kitab al-Fawaid, hlm. 43)
Namun manusia sering lupa diri, bahkan sering tak tahu diri. Ia diberi kesempatan tinggal di bumi Allah, diberi rezeki dari Allah, namun sering melupakan bahkan menentang perintah-Nya. Ia senantiasa diawasi Allah, selalu diintai Malaikat Maut, tetapi tak pernah menyadarinya.
Banyak manusia yang bukan saja gemar bermaksiat pada Allah, namun bangga dengan kemaksiatan yang dilakukannya. Betapa banyak orang yang enggan diatur syariat Allah, bahkan dengan sombongnya menentang syariat-Nya. Mereka berlagak seolah-olah merekalah pemilik dunia ini.
Merasa berhak untuk mengatur dunia sesuai dengan kehendak hawa nafsu mereka. Padahal, di antara mereka banyak yang mengaku Muslim.
Bersimpuh dan bersujud setiap waktu, tetapi menzalimi rakyat tak pernah jemu. Mengklaim pelayan masyarakat, namun sering membela kepentingan konglomerat.
Menghendaki masyarakat berbudi pekerti, tetapi tak pernah henti memfasilitasi mereka dengan pornografi-pornoaksi.
Meyakini ekonomi syariah sebagai solusi ekonomi nasional, tetapi mengkriminalisasi ajaran Islam yaitu Khilafah sebagai institusi penerap syariat.
Mengklaim bagian dari masyarakat yang beradab, tetapi sering bertindak biadab. Menangkapi para pejuang syariat, namun tak pernah mau menyentuh para penjarah SDA yang tamak dan bejat.
Bertekad ingin keluar dari berbagai krisis, namun mendengar kata syariat saja “miris” dan pesimis.
Mengaku bangsa yang merdeka, tetapi membiarkan diri diperlakukan semena-mena.
Mengaku benci pada penjajah, namun bermental layaknya bangsa terjajah. Na’udzubillah.
Alarm Keras
Itulah sebagian dari kemaksiatan yang sering kita lihat di sekitar kita. Menjadi alarm keras bagi kita untuk mengakhiri segala bentuk kemaksiatan yang ada dan pelakunya disadarkan agar segera bertobat.
Seseorang pernah bertanya pada generasi salaf, “Apakah pelaku maksiat itu merasakan manisnya ketaatan?” Orang salaf itu menjawab, “Tidak. Orang yang bermaksiat juga tidak merasakannya.”
Oleh karena itu, hendaklah kita semua mewaspadai dan menjauhi dosa yang sering disepelekan. Sebab dosa bisa “membakar” satu negara, apalagi penguasa dan jajarannya yang sering melakukannya. Tidak hanya jauh dari keberkahan, tapi juga mengundang murka Allah turun pada negara yang dipimpinnya. []
Sumber : MuslimahNewsId