Ketika hati telah lalai, segala bentuk amal kebaikan akan terasa berat, tidak menarik dan membosankan. Maka hati akan senantiasa mencari berbagai peluang dan alasan untuk tidak melakukan kebaikan.
Oleh: Aya Ummu Najwa
NarasiPost.com - Disadari atau tidak, sebagian besar dari kita lebih banyak melalaikan Allah Subhanahu Wa Ta'aala daripada mengingatnya. Kita lebih sering menuruti keinginan nafsu daripada mengikuti petunjuk ilahi. Ketika hati kita lalai, maka ia akan lebih menyibukkan diri dengan berbagai perkara yang sia-sia dan jauh dari mengingat Allah. Ia tidak akan membenamkan dirinya dengan ketaatan kepada Allah, merasa enggan untuk mengingat-Nya, dan merasa malas untuk beribadah kepada-Nya.
Di dalam Alquran, kata lalai disebut dengan ghaflah, yang berarti tidak mengetahui atau menyadari apa yang seharusnya diketahui atau disadari. Orang-orang yang lalai disebut Ghafiliin. Yaitu orang-orang yang tidak mengetahui atau tidak menyadari petunjuk Allah yang sedemikian jelasnya.
فَانْتَقَمْنَا مِنْهُمْ فَأَغْرَقْنَاهُمْ فِي الْيَمِّ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ
"Maka Kami hukum sebagian di antara mereka, lalu Kami tenggelamkan mereka di laut karena mereka telah mendustakan ayat-ayat Kami dan melalaikan ayat-ayat Kami." (Surah Al-A'raf: 136)
Apa sebab yang membuat kita bisa berada dalam ghaflah (kelalaian)?
Salah satunya karena ingin terus rehat atau beristirahat. Padahal rehat yang hakiki nanti di akhirat sedangkan dunia adalah masa kita untuk beramal. Dunia ini adalah ladang kita untuk mengumpulkan pundi-pundi bekal menuju akhirat kelak, dan seorang Muslim tentunya harus menyadari bahwa dunia ini hanya sementara, yang akan ditinggalkan, menuju kehidupan yang abadi, yaitu akhirat.
Yang kedua, Semangat dalam mencari kelezatan dunia. Akhirnya melalaikan kewajiban sebagai seorang hamba. Betapa kita hidup di zaman yang serba kapitalis ini, tuntutan kebutuhan sangat berat dirasakan. Biaya hidup serba mahal, tak jarang membuat orang gelap mata dan menerjang yang haram demi dunia.
Kemudian yang ketiga adalah Karena hati sudah mati rasa terhadap dosa. Sekulerisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan dianggap sebagai agama baru, hidup tanpa mau diatur oleh Sang Pencipta, akibatnya segala tingkah laku jauh dari tuntunan agama, aturan agama dianggap merepotkan dan menghambat kemajuan, Bahkan ada yang merasa bahwa dosa yang diterjang adalah suatu kebaikan.
Sistem kapitalis, memaksa manusia hanya memikirkan dunia, kapitalisme yang sangat mengagung-agungkan materi, memaksa manusia menjadi hedonis dan apatis. Banyak bersenang-senang dengan pakaian, makanan dan kelezatan dunia, materi dianggap puncak kebahagiaan, apapun ditempuh asal bisa mendapatkan materi, tak peduli agama atupun saudara, yang penting bisa kaya.
Kapitalisme mengajarkan manusia cinta dunia dan merasa akan hidup lama. Akhirnya akhirat seakan hanya kisah dongeng sebelum tidur. Menjadikan hidupnya hanya mengabdi pada dunia, kerja, mencari nafkah, mengejar dunia melalaikan manusia dari akhirat.
Selanjutnya adalah berteman dengan orang-orang yang lalai (ghaflah). Teman sangat mempengaruhi kehidupan manusia, karena manusia adalah mahluk sosial, dia membutuhkan berinteraksi dengan sesamanya. Ketika jauh dari agamanya manusia sangat tidak menyukai hal-hal yang mengingatkannya dengan akhirat, dia akan lebih nyaman dengan teman-teman yang sama dengannya, yang menjadikan dunia sebagai tujuan.
Benarlah sabda Rasululullah : "Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman" (HR. Abu Dâwud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2378)
Maka, dalam Islam amar ma'ruf nahyi mungkar sangat besar peranannya dalam kehidupan. Saling mengingatkan dan saling menasihati. Amar ma'ruf nahyi munkar akan mengajak kita kepada ajaran Islam, yang akan mencegah kita dari menghamba kepada dunia sehingga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang lalai (ghafiliin).
Sebab-sebab inilah yang sering membuat kita lalai dan enggan dalam berbagai aktivitas kebaikan. Diantaranya adalah:
Enggan duduk dalam majelis ilmu untuk mempelajari agama. Majelis ilmu akan terasa hambar ketika kita duduk di dalamnya, bahkan lebih parahnya kita akan merasa malas untuk menghadirinya.
Enggan mempelajari Alquran dengan membaca, memahami dan menghafalkannya serta mendalami ilmu di dalamnya. Hati yang lalai akan lebih condong kepada hal-hal keduniawian, maka baginya Alquran tidaklah menarik dan tidak terasa nikmat saat membersamainya.
Enggan berdzikir kepada Allah. Enggan membaca dan menghafalkan dzikir yang bisa digunakan untuk melindungi diri. Merasa baik-baik saja saat jauh dari mengingat Allah.
Lalai dalam memperhatikan niat. Ini sangat berbahaya, padahal segala amal perbuatan tergantung niatnya, bagaimana kita akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah?
Beramal namun tidak memperhatikan manakah amalan yang lebih prioritas dari yang lainnya. Beramal harus disertai ilmu, sehingga amal yang dilakukan akan bernilai pahala di sisi Allah, tentu kita tidak ingin membuang-buang waktu dan tenaga namun tidak ada hasilnya di hadapan Allah.
Membuat alasan untuk tidak berdakwah dan memperjuangkan Islam. Ketika hati telah lalai, segala bentuk amal kebaikan akan terasa berat, tidak menarik dan membosankan. Maka hati akan senantiasa mencari berbagai peluang dan alasan untuk tidak melakukan kebaikan, termasuk di dalamnya dakwah amar makruf nahyi mungkar. Na'udzubillahi min dzalika.
Wallahu a'lam.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]