Cinta Bergizi

Cinta adalah anugerah Allah yang selalu hadir di setiap kehidupan manusia, yang patut disyukuri.


Oleh: Nur Rahmawati, S.H.
Praktisi Pendidikan

NarasiPost.com - Nabi Adam adalah manusia pertama yang merasakan cinta, yang diberikan pasangan wanitanya si Hawa. Di mana cinta ini bagian naluri berkasih sayang yang merupakan fitrah alamiahnya manusia. Sehingga, anugerah dari Allah Subhanahu Wa Ta'aala yang satu ini sering dijadikan alasan untuk berbuat apa saja, bisa berupa pengorbanan, penghianatan bahkan yang lebih parah penganiayaan yang berujung kematian.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata cinta diartikan sebagai perasaan kasih dan sayang terhadap sesuatu atau orang lain. Sedangkan menurut Islam, cinta adalah limpahan kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta'aala kepada yang diciptakannya yaitu seluruh makhluknya sehingga Allah menciptakan manusia dan isinya dengan segala kesempurnaan.

Cinta adalah anugerah Allah yang selalu hadir di setiap kehidupan manusia, yang patut disyukuri. Adapun beberapa macam cinta di antaranya:

Pertama, Cinta Paripurna

Cinta yang paling tinggi kedudukannya adalah cinta kepada Sang Pencipta yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'aala Sehingga cinta ini akan menuntut keimanan kepada-Nya seratus persen, tidak boleh kurang walaupun sangat kecil. Dengan keimanan ini, akan menuntut perasaan dan pemikiran kita hanya terpaut dan ketaatan pada yang dicintainya, sehingga akan melahirkan kepribadian yang diinginkan Allah Subhanahu Wa Ta'aala. Banyak hal dapat digambarkan untuk memaknai cinta, dari hanya tulus memberi, sampai ikhlas memuji. Tentunya kita sepakat, bahwa cinta paripurna hanya milik Allah Penguasa hidup dan kehidupan.

Kedua, Cinta Buta

Pernahkah dengar istilah cinta buta? Cinta yang satu ini tentu pelakunya manusia, sebagai makhluk sempurna dari makhluk ciptaan Allah yang lain. Jika manusia meletakkan nafsunya di atas akal maka yang didapat cinta buta, cinta yang tidak lagi memahami aturan Pencipta dan manusia, yang meletakkan nafsu di atas logika. Bahkan Allah tegaskan dalam surat cinta-Nya QS. AL A'raf: 79, yang artinya:

"Dan sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah), mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai" (QS. AL A'raf: 79).

Nah, termasuk yang manakah kita? Manusia yang mendahulukan nafsu di atas akalnya, akan disamakan Allah seperti binatang ternak, bahkan lebih rendah. Naudzubillah.

Cinta buta, akan membawa adanya realitas cinta palsu. Banyak kejadian yang dapat dilihat, bahwasanya kezaliman mengatasnamakan cinta, seperti hamil di luar nikah, bunuh diri ditinggal pacar dan yang terbaru membunuh pacar wanitanya karena menuntut dinikahi. Realitas cinta palsu, tidak akan terjadi jika kita miliki cinta bergizi, yang dapat memuaskan akal, menentramkan jiwa dan sesuai fitrah, yang miliki filter serta imunitas untuk menangkalnya.

Ketiga, Cinta Bergizi

Makna begizi dalam pikiran kita berkonotasi positif, sehingga manfaat yang didapat akan membawa pelakunya pada kebahagiaan yang hakiki, sekaligus mewajibkannya untuk melakukan dan mentaati apa yang dicintainya dengan dasar syariat-Nya. Standar cinta yang dimaksud di sini adalah cinta terhadap lawan jenis, yang sandarannya Allah Subhanahu Wa Ta'aala. Inilah cinta bergizi yang memiliki syarat yakni:

1. Rida Allah

Rida Allah Subhanahu Wa Ta'aala merupakan syarat mutlak yang harus ada ketika membangun cinta ini. Dapat kita pahami bahwa naluri yang Allah anugerahkan akan membawa kemaslahatan bagi diri kita dan orang lain. Jika kita tidak menyimpang dari ketentuan Islam, maka rida-Nya akan kita dapatkan. Nah, cinta yang dibangun dengan Rida Allah sebagai syarat utama untuk mendapatkan cinta bergizi. Tentunya akan mengusahakan si pelaku menghadirkan keimanan yang kuat, yang akan menjadikan alasan menikah bukan hanya urusan duniawi saja tapi bagaimana akhiratpun bisa didapat, ini cara mengikat cinta yang Allah ridai.

2. Ilmu yang benar

Beramal tanpa ilmu, maka kesiaan yang didapat, maka perbanyak ilmu yang benar sebelum melabuhkan cinta, tidak hanya di awal tapi hingga terpisah ruang dan waktu. Ilmu sangat dibutuhkan guna menghindari kesalahan dan keburukan perbuatan serta tindakan kita. Maka tidak heran kewajiban menuntut ilmu, Islam mengaturnya dengan sempurna, sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam yang berbunyi

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: "Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami'ish Shaghiir no. 3913).

Maka tidak heran, dengan ilmu ini pula manusia akan diangkat derajatnya, dimudahkan jalan menuju surga, dan memiliki rasa takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta'aala.

3. Proses Sesuai Syariat

Niat dan tekat yang benar saja belum cukup, tapi proses yang sesuai syariat dibutuhkan untuk cinta bergizi. Diawali dengan ta'aruf (perkenalan dengan cara Islam) bukan dengan cara pacaran, karena hal tersebut mendekati zina. Proses dalam ajaran Islam ini sungguh memuliakan kedua belah pihak bahkan membawa ketenangan dan ketentraman.

Jika rumput tetangga terlihat lebih hijau, maka gizi iman yang ditingkatkan.
Jika kekurangan pasangan berasa tak nyaman, maka gizi syukur yang diberikan. Dan jika harta tak berkecukupan, maka gizi usaha dan sabar yang ditanamkan, dengan memahami hakikat rezeki yang Allah tetapkan.

Oleh karenanya, cinta bergizi harus terus ditumbuhkan dan dipupuk. Demi rumah cinta yang Allah kehendaki. Entah dengan apa lagi, jika nasihat cinta ini diacuhkan. Maka bencana hidup terus berkelanjutan, hingga perubahan benar-benar ditegakkan. Miliki rasa cinta adalah anugerah, tapi menyalahgunakannya itulah bencana. Sapu bersih sampah hati yang tak berguna. Semoga kita dapatkan cinta bergizi. Wallahu a’lam bi ash-shawwab.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Menakar Fungsi PK bagi Pelaku Korupsi
Next
Dana Umat Diminati, Penerapan Syariat Dikriminalisasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram